Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Menulis Tidak Hanya 5W+1H, Tapi Perlu 5R

12 November 2016   18:36 Diperbarui: 13 November 2016   20:06 914
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menulislah yang berbobot dan mendalam- dokpri

Arena Pekan Raya Indonesia di ICE BSD begitu semarak, lebih-lebih di Booth of Digital Kompas Gramedia. Musababnya adalah kedatangan Kompasianers, menuju sekitar panggung di tempat kegiatan Kompasiana Nangkring.

Tema yang diusung sangat keren, "Saatnya Warga Menulis" menghadirkan tiga pembicara keren juga. Bagi kompasianer pasti sudah tidak asing dan mengenal dengan baik, tiga narasumber termasuk sang moderator.

Kang Maman Suherman, pria berkepala plontos wajahnya kerap muncul di layar kaca. Kalau Anda tidak kenal, saya curiga Anda tidak pernah sama sekali nonton televisi--hehe. Kemudian ada Mas Iskandar Zulkarnaen akrab disapa Isjet, beliau selaku Asistant Manager Kompasiana. Kalau nama Isjet tidak tahu, Anda Kompasianer yang kebangetan pokoknya--tutupmuka. Berikutnya Mbak Yayat  sering dijuluki Nyonyah Vale, beliau Kompasianer of the year 2016. Kalau masih bilang tidak tahu lagi, berarti perlu dikasih hadiah gelas cantik--hehe. Nah moderator keren bin ketjeh, adalah Mas Rizky Saragih yang disapa mas Isjet dengan abang ganteng.

Saatnya Warga Menulis

Kompasiana sebagai sebuah platfom blog, menjadi tempat warga menyalurkan suara melalui tulisan. Sudah banyak bukti nyata kita baca dan lihat, uneg-uneg Kompasianer langsung mendapat respon dari pihak yang dikritisi.

Seperti keluhan Kompasianer dari Batam, berkisah tentang raibnya uang di mesin ATM. Tak sampai seminggu tulisan publih di Kompasiana, bank yang dimaksud langsung menyelesaikan persoalan dengan cepat. Ada lagi Kompasianers asal Tangsel, protes dengan kamar hotel di Bogor yang penuh serangga. Sontak saja management hotel menanggapi, jalan tengah terbaik disepakati--keren kan.

Kita memang sudah tidak bisa, hanya mengandalkan jurnalis untuk menuliskan kejadian di sekitar kita. Jumlah jurnalis tak sebanding dengan jumlah warga, mereka pasti mengejar berita yang mengandung unsur hard news.

Artinya, warga sendiri yang musti aktif mengabarkan pada khalayak luas. Apalagi sekarang era media sosial, siapapun bisa memanfaatkan dengan cepat. Era medsos bagaikan masa tak pernah terpikirkan, bahwa urusan publish tidak hanya dilakukan perusahaan percetakan. Kata publish, kini ada diujung jari siapapun--simple kan.

"Mungkin masih ada yang bingung, bagimana cara menulis yang bisa mengalir dan enak dibaca," tanya moderator pada narsum pertama

"Menulis itu ya menulis saja, jangan terlalu banyak dipikirkan. Jangan punya keinginan pengen disebut blogger ini itu, menulislah apa yang diingini dan seiring berjalannya waktu akan ketemu positioning," ujar Mbak Yayat.

Saya mengenal pembicara pertama sebagai penggila MotoGP, mungkin saja jadwal balapan di sirkuit manapun dihapal luar kepala. Pernah beliau saya ajak ke suatu acara, terpaksa tidak bisa karena ada siaran balapan di televisi. Saya sangat memaklumi, memang namanya selalu identik dengan MotoGP.

Bahkan Mbak Yayat tidak segan, terbang ke Sepang Malaysia untuk nonton langsung balapan. Pada saat di Sepang inilah, reportase seputar balapan langsung  publish di Kompasiana. Tak sekedar main event saja, tapi dikabarkan serba-serbi di balik balapan MotoGP atau bisa dikatakan "Behind The Scene".

"Blogger lebih fleksibel dibanding jurnalis, bisa menulis dari berbagai sudut pandang. Kalau sedang melihat langsung di Sirkuit, Blogger bisa menulis hal-hal di luar balapan dulu. Seperti menulis kehebohan fans Valentino Rossi, atau suka cita teman yang baru sekali menonton MotoGP. Kalau blogger menikmati acara, biasanya tulisan akan mengalir dengan sendirinya. Apapun yang ditulis yang penting enjoy, karena tidak ada pakem," jelas Mbak Yayat

Meski mengaku tidak jago balapan atau menguasai mesin, namun bisa merasakan bagaimana teknik belok yang enak. Sehingga dia bisa membuat ulasan, tentu saja balapan MotoGP dari kacamata seorang penonton.

Mbak Yayat sendiri mengakui, bahwa tahun 2016 cukup amazing baginya. Mungkin Kompasianer tahu, bahwa ibu berusia 44 tahun ini terpilih sebagai Kompasianer of the year. Namun ada yang lebih dari pencapaian gelar tersebut, adalah undangan dari negeri jiran meliput kegiatan Malaysia Fashion Show. Dari undangan di acara bergengsi inilah, Mbak Yayat terpacu belajar menulis fashion.

"Kalau kita mencintai yang ditulis, pembaca akan merasakan kedalaman tulisan. Focus pada topik  yang disukai, kalau mencintai topik yang ditulis, maka mood menulis akan terjaga.  Selain itu bergaullah dengan blogger baik secara online atau offline, dengan aktif dan tidak menutup diri akan terbuka peluang yang tidak disangka," jelas Mbak Yayat

Searah Jarum Jam - Mbak Yayat, mas Isjet, kang Maman, Moderator Rizky Saragih- dokpri
Searah Jarum Jam - Mbak Yayat, mas Isjet, kang Maman, Moderator Rizky Saragih- dokpri
-0o0-

Mas Isjet sebagai narsum kedua mengakui, dunia digital memudahkan setiap orang mengakses internet untuk mendapatkan informasi. Era medsos yang sedang berlangsung, membuat profesi penulis berkesempatan eksis.

Media saat ini ada di tangan setiap orang, untuk sebuah kasus masyarakat tidak perlu menunggu kabar dari media mainstream. Setiap orang bisa menulis sendiri, sehingga hampir semua informasi bisa diakses. Semakin banyak orang yang membaca demi mendapatkan informasi, tentu semakin memacu dan mengasah orang untuk menulis.

Mengapa warga menulis ? #Katajet

Menulis Living Knowlegde

Menulis adalah ilmu yang universal. menulis bukan lagi monopoli jurnalis, kolumnis atau penulis buku. Tapi profesi apapun, sebenarnya bisa menjadi penulis. Seorang dokter, pilot, pengacara, saudara kita yang bekerja di luar negeri, atau profesi apapun bisa menjadi penulis.

Tulisan tentang menanggulangi sebuah penyakit menular, tentu sangat dalam kalau ditulis seorang dokter. Pun tulisan tentang keseharian perantau di Hongkong, akan sangat mengena ketika ditulis oleh (misalnya) TKW atau TKI di Hongkong, begitu seterusnya

Menulis untuk Diri Sendiri

Kita semua hidup di sebuah era, pada saat bisa menemukan pembaca sendiri. Tulisan seseorang bisa diterbitkan sendiri, tanpa harus melalui jalur publisher atau editor yang menerbitkan tulisan kita. Sekarang kita berada pada masa lahirnya blogger, begitu kita menulis bisa langsung mendapatkan pembaca.

Pada poin ini saya merasakan, kehadiran Kompasiana didedikasikan kepada warga sebagai wadah menulis online.

Terbuka untuk semua orang tanpa pandang bulu, bisa menulis hanya dengan membuat akun di Kompasiana. Tugas Kompasianers hanya menulis, disediakan editor ketika tulisan hendak dipromosikan sebagai headline. Kompasianers tidak perlu repot, melakukan promosi atas tulisannya sendiri.

Kompasiana bisa eksis sampai sekarang, kerena membuka wadah tanpa batas. Kompasiana menyediakan kanal, baik untuk opini, reportase, sastra, wisata dan kanal lainnya. Sehingga warga bisa menulis sesuai passion, memasukkan tulisan pada klasifikasi yang diingini.

"Bagi pembaca di Kompasiana bisa dijamin, bahwa yang dibaca adalah tulisan bagus. Sistem verifikasi warna hijau dan biru atau belum verifikasi, sebagai cara membedakan reputasi si penulis. Saat ini pembaca Kompasiana, mencapai 30 juta per bulan dengan 800 jumlah artikel masuk  per hari. Kompasiana pure opini warga, tanpa diembel-embeli kepentingan," jelas mas Isjet.

Kalau wartawan menulis untuk publik, bisa dipastikan tulisan untuk mewakili kepentingan publik. Sementara blogger menulis untuk diri, kalau ada ribuan pembaca berarti tulisannya mewakili ribuan viewer. Semakin seorang blogger konsisten dengan gaya tulisan tertentu, dia akan menjadi perwakilan sekian banyak orang pembaca.

Tulisan blogger yang hanya menyasar iklan, akan bersaing dengan penulis lain yang ingin dapat iklan. Bersaing dengan media manistream, blogger di seluruh dunia yang bergantug pada Google Adsense.

Tetapi ketika blogger fokus pada konten, akan menyasar pada pembaca yang membutuhkan konten tersebut. Dengan terus mempercantik konten, otomatis akan mempositioning diri sendiri.

"Kita musti terus mengevaluasi diri jangan egois, menulis dengan melihat kebutuhan pembaca. Penulis yang merasa dirinya cukup, maka tidak akan bisa menjadi penerang. Apalagi yang terpaku mendapat uang, dijamin tidak menjadi penulis yang besar," ujar Mas Isjet.

Suasana Kompasiana Nangkring di PI ICE BSD-dokpri
Suasana Kompasiana Nangkring di PI ICE BSD-dokpri
-0o0-

Kang Maman Suherman narasumber ketiga, adalah mantan wartawan dari  tahun 1986 - 2003 di Group Kompas Gramedia. Pertama menulis tentang kriminal, sesuai jurusan kuliah di kriminologi.

"Menulis bekerja untuk keabadian (Pram), untuk melawan kebisingan kita perlu teriak keras. Tapi dengan menulis, kita bisa teriak baik dalam diam atau bersuara," kalimat keren ini membuka sesi kang Maman.

Bagi siapapun yang pernah mengalami masa Orde Baru, merasakan bagaimana kebenaran selalu berpihak pada rezim yang sedang berlaku. Ketika era ini tumbang,  mulai tahun 1998 euforia kebebasan berbicara atau berpendapat benar-benar terbuka.

"Pada era Orde Baru, penulis bergerilya untuk berteriak mengabarkan pada dunia. Pada tahun 1986, setiap headline ditongkrongin dari Kementrian Penerangan. Berita mana yang boleh terbit, mana yang tidak boleh dicetak. Ini sangat menyakitkan," tegas Kang Maman Suherman.

Secara khusus Kang Maman menjabarkan alasan, mengapa warga harus menulis;

Menulis Nilai Ekonominya Tinggi

Pria yang kerap menjadi notulen acara televisi berkisah, sudah menulis sejak kelas empat SD. Waktu itu puisi berjudul angsa putih, dimuat di sebuah majalah dan mendapat honor 50 perak--tahun 1974. Ketika sampai sekarang masih terus menulis, honornya jutaan kali lipat dari honor pertama.

Penulis itu Multifungsi

Era sekarang, seorang penulis bisa menjadi editor sekaligus produser bagi diri lewat medsos. Meskipun jurnalis warga, tapi menulislah untuk pencerahan dan pemerkayaan.

Seorang blogger yang hendak publish tulisan, bisa edit sendiri dan  publish sendiri. Melalui media sosial pribadi, tulisannya bisa dipromosikan tanpa biaya alias gratis.

Tulisan Bisa Menjadi Cahaya

Sudah semestinya, sebuah tulisan  menuntun dari kegelapan menuju cahaya (baca dari ketidaktahuan menjadi pengetahuan).  Buku "Habis Gelap Terbitlah Terang" milik Kartini bisa mengabadi, karena menuntun pada pencerahan pembacanya.

Dalam kitab suci Al Qur'an, ayat pertama yang turun adalah Iqro (baca) tapi musti diimbangi dengan qalam (tulis).

"Menulis itu sama dengan membaca sepuluh kali, kita bisa menulis kalau rajin membaca." Tambah Kang Maman.

Pada kesempatan yang sama ada rumus 5 R diuraikan Kang Maman ;

Kalau biasanya kita kenal rumus 5W+ 1H, Menulis juga harus melakukan 5 R

1. Read ;

Tak bisa dipungkuri, membaca adalah pintu segala pengetahuan. Dengan banyak membaca, semakin banyak referensi dipunyai penulis. Akan beda sebuah tulisan, dari seorang yang gemar membaca atau yang tidak suka membaca.

Maka membacalah, agar tulisan memiliki kedalaman dan berwawasan

2. Riset ;  

Kelemahan penulis Indonesia, adalah pada point kurang read dan riset. Menurut data di Unesco, minat baca di Indonesia adalah 1 dari 1000 orang. Artinya dari seribu penduduk, hanya satu orang yang gemar membaca.

Indonesia sebagai negara literasi nomor 60 dari 61, urutan terakhir adalah negara yang tidak terkenal Botsuana. Perpustakaan di Indonesia, adalah tempat tersunyi nomor dua setelah kuburan. Kalau orang sudah tidak senang membaca, akan malas melakukan riset.

3. Realiable;

Yakinkan diri apa yang ditulis benar, zero kesalahan dari semua sisi. Bahkan sampai menulis nama orang, usahakan jangan sampai salah ejaan atau huruf per huruf. Misalnya Rahmat atau Rachmat (pakai CH dan H), memang sama kalau dibaca tapi ada beda pada huruf. Apalagi menulis sebuah informasi, kalau salah yang ditulis tentu fatal akibatnya.

4. Reflecting ;

Sebuah tulisan, adalah cerminan dari penulisnya. Maka seorang penulis, musti memiliki kekayaan dalam sudut pandang. Jangan marah pada orang lain, yang berbeda dalam sudut pandang.

Mencermati poin ini, saya miris mendapati kenyataan yang terjadi saat ini. seseorang dengan cepat menghujat, karena berseberangan pendapat dengan dirinya.

5. (W)Rite ;

Menulislah untuk kebenaran, karena hanya kebenaranlah yang membebaskan dari beban (tanggung jawab). Sebuah kebenaran yang tidak dituliskan, tentu tidak akan berpengaruh baik pada banyak orang.

"Dengan mengenal 5 R, maka menulis adalah kebutuhan. Penulis adalah keberantaran budaya, dia menulis untuk dirinya untuk bangsa untuk budayanya. Kalau mau mengenal dunia membacalah, kalau mau dikenal dunia menulislah. Kalau tidak menulis, maka hilang pikiran ditelan sejarah," ujar kang Maman Suherman.

Menulislah yang berbobot dan mendalam- dokpri
Menulislah yang berbobot dan mendalam- dokpri
Menulis di media sosial ada keunikkannya, karena pada tulisan medsos dikejar kecepatan dan ketepatan. Kang Maman Suherman memberi tips, bagaimana tulisan di medsos bisa cepat dan tepat. Apabila demi mengejar kecepatan dan masih ada kelanjutan, maka sebaiknya di akhir artikel diberi keterangan akan bahwa tulisan belum selesai.

"Kata kunci menulis kejujuran, jangan mencampuradukkan antara kata dan nyata," tutup kang Maman.

-o0o-

Acara Kompasiana Nagkring "Saatnya Warga Menulis", semakin meriah dengan kuis dan sesi tanya jawab. Ada usul dari seorang Kompasianers, untuk menghidupkan kembali kanal English. Mas Isjet memberikan jawaban, bahwa dulu memang pernah ada kanal English. Kalau memang dirasa banyak peminat, bukan tidak mungkin akan dihidupkan lagi.

Ada juga penanya, bagaimana trik agar bisa konsisten menulis pada satu bidang. Nah bagi Kompasianers yang masih nulis aneka tulisan, menurut Kang Maman tidak masalah. Baik tulisan spesialis atau generalis, semua akan memiliki jalan sendiri-sendiri. kalau saja terus mengasah potensi, biasanya akan menemukan passion diri sendiri.

"Terus saja menulis, karena proses ini akan mengantarkan diri untuk menemukan passion," jawab Mbak Yayat.

Pada ujung acara adalah pengumuman pemenang live twit, dan hastag #Nangkring sempat masuk Treding Topic--keren. Sore ini saya tiba-tiba merasa beruntung, menjadi bagian keluarga besar Kompasiana. Meski baru bergabung tahun 2014, saya kini memiliki banyak kenalan Kompasianers luar biasa.

Yuk, menjadi warga yang aktif menulis!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun