Berkat kepintarannya pula, selapas SMA lolos ke Fakultas Peternakan UGM melalui jalur PBU (Penelusuran Bibit Unggul). Saat kuliah, nyambi menjadi takmir (marbot) masjid. Hal ini dilakukan, untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari.
"Apalagi kalau ada acara, suka dapat banyak makanan dan snack, hehehe" ucap Pak Khuluq sambil mengenang kisah hidupnya.
Kemudian mendekati semester akhir, bertemu adik kelas di fakultas yang sama. Memutuskan menikah saat semester VII, saat ini dikaruniai dua buah hati.
Saat kuliah dilalui dengan ketekunan dan keuletan, Khuluq muda diberi kepercayaan Dekan mengerjakan proyek penelitian skripsi. Tak berhenti disitu, mengikuti KMI (Kreativitas Mahasiswa Indonesia) program dari Dikti. Pun pada saat moment hari raya qurban, dimanfaatkan berjualan binatang kurban.
"Pola pikir saya saat itu, pokoknya bagaimana bisa makan"ujarnya sembari tertawa.
Peternakan Telur Puyuh
Setelah lulus kuliah, sempat bekerja sebentar di perusahaan pakan ternak. Saat ngobrol bersama istri, terkabar cerita memilukan. Peternak burung puyuh di Boyolali, kesulitan menjual hasil ternak kalaupun dijual harganya jatuh.
Permasalahan semakin berat, harga pakan yang terus melambung tidak sebanding dengan kenaikan harga jual telur yang hanya berharga sekitar 70-100 rupiah per butir. Harga sarana produksi ternak susah didapat, kalaupun ada harganya sangat mahal karena pembelian dalam skala yang kecil.
Pada Kalimat ini, saya mendengar nada getir sekaligus getaran semangat. Saya pribadi berpikir, ketika peternak menderita rugi bukankah tengkulak akan merasakan dampaknya dalam jangka panjang. Â Lama-lama tengkulak tidak bisa membeli telur puyuh, karena peternak puyuh tidak bisa berproduksi.
"Awalnya saya tidak ada niat berjualan telur puyuh, murni karena ingin membantu peternak" ujar pak Khuluq meyakinkan.