Hal yang membuat terenyuh, adalah saat hendak mencapai tempat pemandian. Saya musti turun ke bawah masuk ke hutan, hanya untuk menemukan tempat air. Sampai di tujuan saya semakin ternganga, ternyata bukan sungai dengan air jernih yang mengalir dan segar. Saya melihat kubangan air berwarna merah kecoklatan, dan air ini setiap hari untuk mandi saudara-saudaraku di sini.
Saya mengedarkan pandangan ke sekeliling, pepohonan besar tumbuh dan rimbun. Saya menerka sembari menyimpukan, bisa jadi air di hadapan adalah tadah hujan atau mungkin berasal dari akar pepohonan.
Nyamuk yang saya temui lain bentuk maupun rupa, seolah membesar layaknya monster. Kalau menggigit sangat maksimal, ras sakitnya melebihi nyamuk biasa. Tak mengherankan, setelah itu meninggalkan bengkak merah lama lama berubah hitam.
Malam semakin legam mengingat listrik belum ada, tak ada hiburan kecuali nyanyian Jangkrik menemani waktu demi waktu sampai fajar tiba.
Saatnya Bertugas
Wajah-wajah ramah namun asing, melihat kami dengan penuh tanda tanya besar. Saya berpikir sebagai satu kewajaran, apalagi kami team NS adalah pendatang baru. Dengan menarik dua ujung bibir maksimal, senyum ini dominan mengembang sepanjang hari.
Saya menghampiri satu persatu warga, sembari menyebutkan nama. Memperkenalkan diri dengan tokoh agama, tokoh adat dan tokoh masyarakat. Mengadakan kunjungan dari rumah ke ruumah, menjalin keakraban sekaligus mempelajari kebiasaan masyarakat.
Kami belajar menyesuaikan diri dengan pola pikir, agar diterima oleh masyarakat setempat. Â Bagi kami keseimbangan dan pemahaman yang baik dengan warga, menjadi point utama yang harus dimiliki. Â Sebagai bekal paling urgent team NS, sebelum melanjutkan misi kesehatan.
Namun ada kendala saya temui, adalah aksen berbahasa membuat saya agak kesulitan. Meski sudah berusaha sangat keras memasukkan ucapan dalam memori otak, tetap saja tak semulus ketika hendak melafalkan (hehehe).