Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Petualangan Wimcycle & Anakku

8 Maret 2016   05:42 Diperbarui: 4 April 2017   17:07 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Petualangan Wimcycle (dokpri)"][/caption]"Ayah, Kakak baru keliling naik sepeda sampai kampung sebelah" ujar si sulung kala itu masih kelas dua Sekolah Dasar

Kalimat itu terdengar begitu riang bercampur lelah, tak lama setelah pintu besi di buka. Kaki- kaki berlari mendekati, mengambil posisi merapat dengan tempat saya duduk sembari membaca buku di teras. Tampak sepeda wimcycle kesayangan, disandarkan di dinding dekat tempatnya masuk beberapa saat lalu. Lelaki kecil itu wajahnya merah padam karena kecapekan, namun tak bisa menyembunyikan suka cita.

Sambil meneruskan kisah, tampak usaha mengatur engah nafasnya. Kaos putih tipis dikenakan, terkesan melekat di tubuh akibat keringat. Kepalanya yang semi plontos, basah seperti disiram minyak rambut cair.

"O'ya, kampung yang mana dan sama siapa?" dua pertanyaan terlontar sebagai penawar rasa penasaran

Sebagai ayah wajah ramah tetap dikedepankan, meski sambil menghalau perasaan kawatir. Apalagi anak lanang ini, lazimnya kemana-mana bareng ayah atau ibunya. Kalaupun pergi bersepeda, biasanya cukup di sepanjang jalan perumahan saja.

"Kampung Gang Kembang ayah" Jelasnya "Tadi Kakak sama Bagas, tapi naik sepeda sendiri-sendiri" ngos-ngosan itu belum sepenuhnya reda.

Bagas adalah tetangga usia sebaya, sekaligus sahabat satu kelas sejak TK sampai Sekolah Dasar. Wajahnya yang polos, begitu semangat ingin menunjukkan keberanian. Kami orang tua membiasakan pamit, apabila keluar dari rumah. Apalagi kalau sudah naik sepeda, kami ijinkan hanya seputaran komplek tempat kami tinggal.

Kini lelaki delapan tahun saat itu, bergeser duduk di kursi sebelah ayahnya. Dari bibir mungil cerita runut, tentang kisah yang akhirnya kami namakan "Petualangan Wimcycle". Rute yang dilewati, adalah jalan sempit dekat kebun menyambung  jalan antar rumah keluar di dekat tukang gorengan langganan. Saya lumayan dibuat takjub, mengingat belum pernah sekalipun melewati jalur yang dimaksud.

Ketika duduk di TK B, kakak sudah mulai bisa mengayuh pedal roda dua. Sejak itu hampir tiada hari tanpa bersepeda, meski tetap kami batasi waktu hanya sampai menjelang senja. Pukul lima sore stop main di luar rumah, siap-siap mandi nonton teve menunggu sholat maghrib.

[caption caption="Bersepeda saat masih TK.B (dokpri)"]

[/caption]Keberanian bersepeda juga bertahap, semula hanya di jalanan depan rumah. Kemudian berkeliling satu blok, masih dalam satu kawasan Rukun Tetangga. Kemudian bertambah jauh, ke rumah Bagas yang berbeda Blok. Kami mengijinkan setelah kelas satu, untuk alasan belajar bersama atau meminjam buku.

Tapi sekarang, sudah sampai Kampung sebelah !

Apalagi yang dilintasi lumayan menanjak, lebarnya tak ubah seperti jalan setapak. Saya memang pernah melihat jalan yang dimaksud, tapi belum pernah melewati sekalipun. Konon jalanan itu berhimpit dengan pohon pisang dan tanaman singkong, berakhir di belakang rumah warga.

Pernah suatu pagi tukang sayur bercerita, gerobaknya nyaris terjungkal saat lewat. Akibat sempitnya bahu jalan, tak sanggup menampung jarak dua roda. Kala itu jalan penghubung komplek ke kampung biasa dilalui, kebetulan sedang di perbaiki akibat lubang menganga.

Tapi sudahlah, nyatanya si Kakak pulang dengan selamat. Bahkan saya mengambil sisi positif, petualangan yang dilakoni sebagai cara memumpuk keberanian.

"Wah Kakak  tambah hebat" puji saya tak ingin memadamkan kebanggaanya.

Capek di wajah berangsur sirna, tampak paras itu mengguratkan perasaaan senang. Buah hati ini terlihat nyaman, mendapat tanggapan baik dari ayahnya. Senja berangsur meninggi, hembusan nafas si mbarep sudah teratur.

"Sudah, sana mandi. Lain kali kalau pergi jauh, bilang sama ayah atau bunda " Saya memberi petuah "Jangan pamitnya main ke Bagas, taunya ke kampung sebelah"

Kepalanya mengangguk mantap, setuju dengan kalimat yang didengarkan. Setelah dikira cukup, bangkitlah dari kursi kemudian masuk ke dalam rumah.

"Kakak, buruan mandi sudah sore" suara bundanya terdengar dari ruang belakang

"Iya Bunda" balas kakak setengah teriak

Kisah  Wimcycle

Ketika jagoan kami masuk TK A, ibunya sedang mengandung calon adiknya. Kemudian setelah duduk di TK B, barulah anak kedua kami perempuan hadir menyemarakkan keluarga kecil. Memiliki anggota keluarga baru pasti menyenangkan, pada sisi lain menambah pengeluaran. Tapi bagi saya dan istri tak masalah, toh rejeki dijamin Sang Pemilik kehidupan dan uang bisa dicari beriring usaha. Yang penting bagaimana mengelola pemasukan, sehingga tidak menerapkan peribahasa "Besar pasak daripada Tiang". Setiap pemasukan harus disiplin, dialokasikan pada post pengeluaran semestinya. Tak kalah penting, disiplin menggunakan sesuai bagiannya.

Masalah baru menyeruak, saat kakak minta dibelikan sepeda. Kami ingat Bagas sobatnya, kalau main ke rumah sudah menggowes roda duanya.  Bisa jadi ini menjadi pemicu, lahirnya keinginan itu.

Bukannya kami tak mau meluluskan permintaan, namun post untuk membeli sepeda memang tidak diadakan. Kalaupun ada amplop bertulis kebutuhan tak terduga, pasti maksudnya juga bukan untuk alokasi sepeda.

Sebenarnya di rumah sudah ada sepeda, tapi ukuran dewasa untuk ibunya berjualan kerudung. Butuh waktu cukup lama, menunggu besar si kakak duduk di sadel sendiri dengan sepeda yang ada.

"Doain ayah dapat rejeki yang banyak ya anak sholeh" nasehat sang ibu berusaha mengambil hati

-Ada Masalah, Pasti ada Solusi- Hal ini benar saya dan istri alami, saat berpikir keras bagaimana memenuhi keinginan sepeda. Harapan dan ucapan laksana doa, bisa jadi nasehat istri kala itu ditangkap dan dibawa malaikat menuju Sang Pencipta.

Sabtu sore sedang bercengkrama di ruang tengah rumah ibu, tiba-tiba Pakde (kakak dari istri) yang tinggal di Cilegon datang sekeluarga. Kebetulan kami tinggal beda komplek dengan ibu, sekitar sepuluh menit waktu tempuh dengan naik motor. Setiap akhir pekan, anak-anak diajak menginap di rumah eyangnya.

Malam itu semakin ramai, berkumpul tiga keluarga dalam satu rumah. Setiap ketemu anak-anak bermain bersama sepupu, kami orang tua berbagi cerita merekatkan persaudaraan. Hingga waktu tidur tiba, setiap keluarga masuk kamar masing-masing.

Minggu pagi kami pamit duluan, karena musti menyelesaikan pekerjaan di rumah. Siang hari anak-anak minta jatah diajak jalan,  biasanya ke Taman Kota atau sekedar keliling.

"Eh, sebentar dulu jangan buru-buru" tukas Pakde menahan langkah kami "budhe kunci mobil mana" sambungnya setengah teriak.

-TUIT-TUIT- bunyi alarm tanda pintu mobil terbuka, tak lama budhe muncul dengan tangan masih pada posisi memencet remote. Pakde beranjak dari duduknya, berjalan menuju garasi rumah eyang. Saya dan istri mengikuti, belum paham apa yang akan terjadi. Pakde membuka pintu belakang mobil, sebuah sepeda wimcycle dikeluarkan.

"Sepeda Salsa sudah tak dipakai, daripada mangkrak sebaiknya dipakai Kakak saja" kalimat pakde datar tanpa emosi.

Yap, kalimat terdengar dengan ritme datar ternyata sanggup menghunjam. Saya mendadak kaget, sembari bertukar pandang dengan istri.  

"Ya Rabb, Tuhanku!" Pekik saya bersorak dalam hati. "ALHAMDULILLAH"

Rasanya berada antara percaya tak percaya, mendapati kejadian pagi ini. Saya seperti melesat, tak berjarak dengan tanah tempat berdiri.

[caption caption="Sepeda Wimcycle (dokpri)"]

[/caption]Seingat kami tak pernah, mengabarkan pada siapapun perihal keinginan kakak akan sepeda. Pakde sekeluarga dari Cilegon, juga belum tentu satu/ dua bulan berkunjung.  Pun anak sulung kami, mustahil bercerita mengingat hanya sekali seminggu ke rumah eyangnya.

"Wah terimakasih banyak Pakde" ucap Istri kegirangan, menyambut sepeda yang dituntun ke arahnya.

Sepeda bercat putih pada stang, peleg dan jari-jarinya mengiringi roda berputar mendekati kami. Kerangka didominasi pink bercampur merah tua, pegangan tangan warna ungu terang senada dengan pedalnya. Peyangga depan penghubung stang dan gear roda depan, menempel warna ungu tua.

Bagian sadel sangat cewek banget, berlapis warna pink terang. Kerangka langsing menuju ban belakang, terpasang gambar karakter Disney. Tokoh putri bergaun panjang, lengkap dengan bando penahan mahkotanya.

"Tapi maaf, sepedanya anak cewek" Ujar Pakde seakan bisa membaca pikiran saya.

"Oh, Tidak apa-apa Pakde" sahut saya membesarkan hati Pakde "ini saja sudah bersyukur dan seneng banget, terimakasih banyak Pakde dan Budhe"

Sejak berpindah tangan, sepeda wimcycle resmi menjadi milik kakak. Saya dan istri bernafas lega, tak perlu lagi berpikir dari post mana mengambil uang membeli sepeda. Sepanjang perjalanan pulang, wajah mbarep tak sepenuhnya girang.

"Ayah, itu sepeda gambarnya kok cewek sih " protesnya "kakak kan cowok"

"Tenang saja kak, Ayah akan atur nanti" jawab saya pasang badan.

Petualangan Wimcycle

"Yah, ajari kakak naik sepeda sekarang" teriak mulut mungil tidak sabar

Sore  di jalanan depan rumah, kursus bersepeda dimulai. Tangan kanan saya memegang sadel, tangan kiri berada di stang sebelah kiri.  Kakak  beradai di tempat duduknya, dua kaki mengayuh pedal  sembari  dua tangan menyeimbangkan stang.

Saya agak kerepotan, menahan beban sepeda dan tubuh lelaki kecil ini. Berulang kali dilakukan beberapa hari, bahkan sempat terjatuh hingga betisnya beset. Bola mata bening itu sembab berkaca, menahan luka di bagian kaki. Namun saya ayahnya menyemangati, agar tak kapok belajar mengendarai sepeda.

Saya jadi teringat, baru bisa naik sepeda setelah kelas empat SD. Sepeda pinjaman dari sepupu, karena tak pernah kesampaian memiliki sendiri. Kondisi orang tua kala itu, dengan enam anak yang semua bersekolah. Membeli sepeda tidak masuk daftar, mengingat banyak prioritas kebutuhan lainnya.

Lama- lama intuisi kakak terbentuk, bisa menyesuaikan pedal dan keseimbangan badan. Dalam waktu tiga hari, mulai bisa bersepada sendiri.

Wimcycle tak berubah warna, tetap dengan cat warna pink bercampur merah tua.

Tunggu dulu !

Bujukan maut saya dan ibunya, berhasil meyakinkan sudut pandangnya. Stiker gambar karakter disney dilepas semua, diganti sticker tokoh Hulk, Captain America, Thor, tokoh superhero khas anak lelaki kesayangan. Sadel yang warna sangat perempuan, dilapisi kain agar warnanya netral.

[caption caption="Sepeda wimcycle dengan sticker (dokpri)"]

[/caption]

[caption caption="Sepeda wimcycle dengan sticker (dokpri)"]

[/caption]Beberapa  kali terdengar, anak di gang kembang sempet nyeletuk. "Lu pake sepeda cewek ya" namun pertanyaan itu tak digubris. Kakak tetap dengan aksi Pertualangan Wimcycle, tak ada rasa canggung melintas di depan anak yang meledeknya. Tatapan mata anak yang meremehkan, sama sekali tak mengusik kegiatan bersepeda.

Yak petualangan wimcycle, begitu kata yang kerap digunakan kakak. Setelah bersepeda ke rumah Bagas, mereka berdua keliling komplek kemudian bertahap mulai berani keluar komplek.

Sesekali sepeda pernah ganti ban dalam, atau rantainya minta dikencengin. Saya ajak kakak ke bengkel, agar tahu apa yang dilakukan ketika sepedanya bermasalah. Tukang bengkel sendiri mengakui, "ini sepeda bagus dan kuat ini" ketika melihat merk wimcycle di rangka sepeda.

Sempat ditawar pak bengkel, untuk dijual lagi setelah dicat ulang warna yang sama. Namun dengan sopan menolak, pikir saya kelak bisa dipakai adik perempuannya. Strateginya tetap sama, melepas kembali sticker dan menganti dengan gambar khas cewek (simple yak hehe). Rupanya selain memperbaiki, si bapak melayani jual beli sepeda. Tampak di bagian kiri bengkel, sepeda dipajang berderet menunggu pembeli datang.

Menurut Pak bengkel, sepeda wimcycle cukup popular bagi anak-anak.  Fiturnya cukup lengkap, dengan harga yang sama pada merk lain. Sementara fungsinya lebih komplet, sedang design lebih pada masalah personal.

"Dari sisi harga bisa dibandingkan, sepeda wimcycle cukup terjangkau dan enak dipakai. Apalagi dalam hal gaya, dijamin tak kalah dengan yang lain" Ujar Pak bengkel bersemangat " Perhatikan deh Pak, kalau acara karnaval tujuh belasan, kebanyakan pakai wimcycle" tutupnya.

[caption caption="Petualangan Wimcycle (dokpri)"]

[/caption]Kini petualangan wimcycle Kakak semakin jauh, sebagai orang tua kami tetap mewanti-wanti. Saat duduk di kelas tiga, sudah berani pergi sampai rumah eyangnya. Setiap kali pamit pergi bersepeda ke eyang, segera telepon agar ibu mengabari kalau kakak sudah sampai. Tak lupa juga kami pesan, melewati jalan pintas yang cenderung tidak ramai kendaraan.

"kalau  menyebrang jalan raya, sepedanya dituntun ya sayang" pesan bundanya sebelum jagoan berangkat.

Waktu berputar cepat, seperti roda sepeda wimcycle kakak. Setelah naik kelas empat, jangkauan bersepeda tambah jauh. Sahabatnya semakin bertambah. selain Bagas terdapat nama M.Thoriq, Muhammad, Thoriq AA, Basyar. Kadang anak-anak  sepuluhan tahun ini, kumpul dirumah kemudian selanjutnya bergantian. Rumah masing-masing anak relatif cukup jauh, bisa sampai duapuluh atau tigapuluh menit bersepeda. Kesamaan hoby bermain bola pula, membuat sekawanan sahabat ini ikut club bola. Bersepeda menjadi cara, untuk pergi bersama ke tempat futsal setiap akhir pekan.

[caption caption="Kakak bersama sahabat di club bola (dokpri)"]

[/caption]Terus terang, secara pribadi saya memiliki keinginan memiliki sepeda wimcylce baru. Tapi akan saya persembahkan buat Si Petualang wimcycle, yang kini semakin besar dan tinggi. Sementara sepeda sekarang, waktunya diestafetkan  anak kedua yang mulai masuk TK. Sebagai ayah saya cukup memakai sepeda lama, bisa gantian dengan ibunya kalau tidak dipakai jualan.

Sepeda wimcycle lebih dari sekedar roda dua, khususnya buat saya tentu buat kakak. Jiwa berani anak saya  terbentuk, berkat petualangan wimcylce.  Sikap ringan tangan juga diperlihatkan, terutama saat dimintai tolong. Bundanya tak lagi segan, dibelikan garam, minyak atau keperluan masak lain. Kakakpun sigap membantu, dan kembali dengan cepat.

"Yah, kakak pamit mau ngerjain tugas di rumah Muhammad" Sulung ini terlihat makin tinggi saja.

"Sebelum ashar harus sudah di rumah" balas saya.  Ujung hidungnya mendarat dipunggung tangan saya, sembari mengucap salam.

Begitulah kisah "petualangan wimcycle", bagaimana kisahmu?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun