Mohon tunggu...
A. Dhira N.
A. Dhira N. Mohon Tunggu... Dokter -

Fresh-graduate Medical Doctor knows nothing, but something.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Teman Mabok Pak Gub

12 April 2016   17:44 Diperbarui: 14 April 2016   11:41 2695
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Pak Basuki memang cerdas. Nggak ada yang bisa membantah hal itu. Dia bisa mengambil celah dalam aturan-aturan yang berlaku supaya keinginannya terwujud dengan cara seefektif dan seefisien mungkin tanpa melanggar aturan-aturan tersebut. Coba dipikir! Kejadian Pak Bas memberi suguhan bir buat teman-teman dan pendukungnya tempo hari itu salahnya di mana? Aturan apa yang dilanggar? Wong tamunya milih-milih sendiri mau mimik apa, nggak ada yang dipaksa minum bir juga. 

Cuma kebetulan, di antara teman-temannya itu ada yang suka dan tidak mengharamkan minum bir. Sudah jelas di sana ada banyak minuman lain, air mineral, ada cangkir-cangkir kecil yang kemungkinan berisi teh atau kopi, bahkan ada sekarton susu kemasan, yang katanya jadi minumannya Pak Bas saat itu. Memang ada beberapa kaleng bir yang diminum para tamunya, yang pasti minuman-minuman itu adalah pilihan mereka sendiri.

Media-media yang memang punya kecenderungan untuk memusuhi Pak Bas (+Pak Joko) menyebut kejadian itu sebagai “Pesta Miras”. Walah, tuduhan yang serius sekali saya pikir. Saya membayangkan orang-orang di kampung yang nongkrong di pos ronda bergantian meneguk wedang oplosan energy drink campur spritus karena nggak punya uang buat beli minuman berethanol. Setelah lihat fotonya bayangan saya langsung buyar. Ternyata peristiwa itu malah lebih mirip orang-orang yang sedang rapat santai di rumah Pak Bas. 

Media-media tersebut konon katanya memang hobi mengkafir-kafirkan orang yang tidak sepaham dengan mereka. Terutama Pak Bas yang memang sudah lama jadi musuh bebuyutan mereka. Ini cuma katanya lho. Ibaratnya mereka bilang: “Lho miras ini kan melanggar aturan tuhan! Dengan demikian peminum, penjual, pembuat, istrinya peminum, pacarnya pembuat, bahkan gubernurnya si peminum ini harus saya pentung karena melanggar aturan tuhan (yang saya percayai).” Okelah, brur, apa kata elu ajah.

Miras atau minuman keras sendiri bukan istilah yang baku yang digunakan dalam komunikasi resmi. Minuman keras hanyalah frase yang mengalami peyorasi dari istilah yang paling mendekati, yaitu minuman beralkohol (ethanol). Biar agak unyu, minuman beralkohol ini kita singkat menjadi mihol. Dan kalau ngomongin mihol, aturan yang berkaitan dengan ini dapat dibaca di Perpres no. 74 Tahun 2013 (Perpres bikinan Pak Sus). Dalam Perpres mini sepanjang tujuh halaman itu pada intinya berpesan bahwa mihol harus dikendalikan dan diawasi (tidak dilarang lho, bos).

Lalu kata mereka: “Oh, pokoknya Pak Bas tetep salah, miras, eh mihol kan bisa bikin mabok, merusak pikiran lalu berbuat kejahatan. Pak Bas kan pemimpin, masa pemimpin mengajarkan mabok?” Bahkan seorang Kanjeng Raden Mas Tumenggung menyindir dengan membuat meme “Teman Mabok”.

Ah, siapa bilang? Pak Bas lho minumnya susu. Sebagai pemimpin yang suka mimik cucu dia tidak pernah mencontohkan pada rakyatnya untuk minum bir, karena memang dia nggak suka. Lha tapi kalau tamunya suka dan pengen bir, dan Pak Bas punya, mosok ya ndak dikasih? Lagian ada yang mabok kah sepulang dari rumah Pak Bas kemarin? Kok nggak ada beritanya ya? Orang yang cukup iseng menghitung jumlah kaleng bir di meja Pak Bas melaporkan ada tujuh kaleng bir. Maka timbul pertanyaan: “Butuh berapa banyak bir sih sehingga bisa bikin seseorang mabok?”

Mihol, menurut Perpres tersebut di atas, digolongkan menjadi tiga:

·         Golongan A mihol dengan kadar ethanol sampai dengan 5% (misalnya bir)

·         Golongan B mihol dengan kadar ethanol >5%-20% (misalnya wine)

·         Golongan C mihol dengan kadar ethanol >20%-50% (misalnya whiskey)

Bir (mihol golongan A) dengan kadar 3%-7% dalam satu takaran saji 12oz (341cc) dapat menaikkan level ethanol serum sekitar 15-25mg/dL. Level ethanol serum ini dapat dikonversikan ke kadar alkohol darah dengan mengubah satuannya menjadi g/dL. Kadar alkohol dalam darah (BAC) inilah yang menimbulkan gejala-gejala fisik dan mental pada peminumnya. Peningkatan BAC selain dipengaruhi kadar dan banyaknya mihol yang diminum, juga dipengaruhi kecepatan minum (gelas/jam), usia, jenis kelamin, berat badan, makanan sebelumnya, dan adanya obat yang berinteraksi dengan alkohol. Alkohol diserap terutama di usus halus, juga di lambung dalam jumlah yang lebih sedikit. Kadar puncak dalam darah dapat tercapai dalam 30 menit s.d. 3 jam setelah tegukan terakhir tergantung isi lambung.

Mari kita kembali ke kasus. Pertanyaannya: "Apakah para tamu Pak Bas kemarin minum mihol dengan jumlah yang dapat menyebabkan mabok?" Jawabannya: tidak. Bila dilihat di foto yang sudah diedit beberapa media, terdapat 7 kaleng bir standard dengan volume 330cc di atas meja dengan persebaran yang merata dari ujung ke ujung. dapat diasumsikan tujuh orang tamu peminum bir yang hadir di sana masing-masing hanya minum 1 kaleng, yang artinya < 12 oz, < 1 takaran saji. Pastinya mereka minum bir di rumah Pak Bas tidak dengan perut kosong. Hampir pasti mereka sudah dijamu kudapan/makan sebelumnya. Dengan demikian, baru dalam 1-3jam setelah tegukan terakhir BAC tamu peminum bir tersebut mencapai puncaknya, yaitu sekitar 0.015-0.025g/dL. Lalu, gejala klinis apa yang bisa timbul dengan BAC sekian? Jawabannya: euforia, peningkatan rasa percaya diri, tanpa disertai penurunan kemampuan koordinasi. Gangguan koordinasi motorik yang signifikan baru muncul 1-3 jam setelah tegukan terakhir dari kaleng KEEMPAT, yaitu saat BAC mencapai 0.100-0.125 g/dL. Saya yakin kalau pun misalnya ada tamu yang berniat bertindak tidak tahu diri seperti itu sudah ditempeleng keluar dari rumah Pak Bas sebelum sempat membuka kaleng keempat. Tapi hal ini tidak terjadi, karena tujuh orang itu tahu diri, masing-masing hanya mengambil satu kaleng. Itu pun nggak mesti habis semua.

"Ya memang sekarang nggak mabok, tapi konsekuensi jangka panjangnya kan alkohol bakal merusak kesehatan."

Pernyataan ini juga nggak sepenuhnya benar lho. Memang, konsumsi alkohol berlebihan dapat meningkatkan risiko relatif seseorang terkena sirosis liver (7.5x pada pria dan 4.8x pada wanita), mengalami kecelakaan (1.3x), serta kanker THT dan/atau kanker liver (2.8x pada pria dan 3x pada wanita). Istilah "berlebihan" di sini didefinisikan 4 takaran saji atau lebih, dan secara rutin. Sedangkan konsumsi minimal 3 takaran mihol secara rutin meningkatkan risiko kanker payudara dan hipertensi.

Namun, menurut penelitian, konsumsi mihol dalam taraf ringan-sedang (rekreasional) yaitu 1-2 takaran sehari faktanya malah melindungi seseorang dari beberapa penyakit degeneratif lainnya. Risiko penyakit kardiovaskular misalnya, menurun 30% pada peminum mihol moderat. Risiko munculnya diabetes tipe 2 dan total mortalitas juga menurun. Penelitian lain menyebutkan bahwa konsumsi mihol secara moderat dapat menurunkan risiko penyakit jantung iskemik. Temuan ini terutama bermakna pada populasi di atas 40 tahun. 

Bukan berarti saya mempromosikan minum mihol, terutama bagi yang  belum pernah minum. Belum ada penelitian yang secara ilmiah menganjurkan memulai minum mihol bagi non-drinker untuk memperoleh cardiovascular benefit. Penelitian-penelitian di atas menyebutkan bahwa yang paling banyak mendapatkan cardiovascular benefit adalah mereka yang berusia pertengahan atau yang sudah memiliki risiko kardiovaskular (laki-laki usia >40 tahun atau perempuan usia >50 tahun).

Bagi peminum berat, efek proteksi dari mihol di atas tidak berlaku. Pada populasi ini, keuntungan kardiovaskular yang ada malah tertutupi risiko kematian yang lebih tinggi akibat sirosis liver, kecelakaan, dan kanker. Peminum mihol biasanya juga merupakan perokok berat. Lebih besar kemungkinannya orang tersebut mati karena dampak asap dan racun rokok daripada dampak kronis minum alkohol.

Minum mihol (secara bertanggung jawab) tidaklah berbahaya. Yang berbahaya untuk kesehatan adalah penyalahgunaan dan kemudian ketergantungan alkohol. Bagi laki-laki berusia < 65 tahun konsumsi tidak lebih dari 4 takaran per kali atau 13 takaran per minggu masih diperbolehkan. Perempuan usia berapa pun dan laki-laki yang berusia 65 tahun ke atas konsumsi alkoholnya dibatasi menjadi tidak lebih dari 3 takaran per kali atau 7 takaran per minggu.

Sekali lagi saya katakan, bagi yang memang sebelumnya tidak minum mihol secara rutin, jangan mulai minum mihol secara rutin, misalnya dengan alasan untuk mencari cardiovascular benefit! Bagi yang sudah terlanjur hobi minum mihol, aturlah supaya tidak melebihi batas harian/mingguan yang direkomendasikan! Apabila memang berniat minum mihol pada suatu acara, yakinkan bahwa Anda dapat berhenti saat Anda harus berhenti dan tidak mengemudi sendiri saat pulang. Sebenarnya tempat paling ideal untuk minum mihol memang di rumah sendiri.

Ada satu hal yang perlu diapresiasi pada pertemuan di rumah Pak Bas kemarin. Coba cari satu/dua hal yang biasanya ada di kumpul-kumpul semacam itu! Yap. Di sana tidak ada asbak dan rokok! Di saat Pak Bas dituduh pro rokok dengan tidak mau melarang acara pameran mesin rokok di gedung yang memang bukan milik pemprov, di ajang kongkow-kongkow kemarin beliau bisa membuktikan sebaliknya. Memang Pak Bas sebelumnya sudah melarang iklan rokok di DKI dan juga mulai menegakkan kawasan-kawasan bebas asap rokok di ibu kota. 

Dari belasan orang yang berkumpul kemarin, pastinya ada beberapa orang yang perokok, bahkan mungkin perokok berat. Peristiwa kumpul-kumpul di rumah Pak Bas kemarin menunjukkan kualitas kepemimpinan yang cerdas dan tepat. Beliau dapat mengendalikan kompulsi para perokok sehingga tidak merokok, di saat bersamaan mempersilakan tamunya untuk minum bir, bagi yang berkenan. Mengapa bir dan rokok diperlakukan berbeda oleh Pak Bas? Jelas beda. Minum mihol, sebagian besar dampaknya akan dialami oleh peminumnya sendiri, dampak buruknya pun baru muncul setelah konsumsi alkohol dalam jumlah banyak. Sedangkan asap rokok memberikan semua dampak buruk bagi perokok dan bahkan bagi orang-orang di sekitarnya sejak hisapan/kepulan asap pertama.

Tidak ada penelitian yang menunjukkan dampak positif rokok bagi kesehatan. Tindakan Pak Bas sudah tepat dalam melarang para tamunya merokok, untuk melindungi dirinya, keluarga, dan tamunya yang lain yang bukan perokok. Pak Bas mengerti bahwa asap rokok membunuh perokok dan orang di sekitarnya. Sedangkan minum mihol (secara bertanggung jawab) tidak berbahaya untuk kesehatan, baik untuk peminumnya, maupun orang di sekitarnya.

Saya benar-benar belum bisa menemukan kesalahan Pak Bas dalam acara jumpa fans kemarin. Bahkan dengan sadar beliau mempersilakan tamunya mengambil foto acara tersebut dan mengunggahnya ke media sosial, bahkan saat masih ada kaleng bir di atas meja. Setelah terjadi polemik, dia dengan bangganya menyebut bahwa itu dapat menjadi promosi bagi perusahaan produsen birnya, yang asli Jakarta. Ada yang mengeluh Pak Bas ini omongan dan tindakannya ngawur, tidak pantas dicontoh anak-anak. Ya, siapa suruh anak Anda menonton berita yang ada Pak Bas marah-marah dan bertindak ngawur? Anak Anda adalah tanggung jawab Anda! Berita politik adalah tontonan dewasa yang memang tidak pantas ditonton anak-anak. Bila anak-anak Anda menontonnya, berarti itu salah Anda yang membiarkannya! Lagipula Pak Bas berbicara dan bertindak keras untuk menangani orang-orang lain yang lebih ngawur dan nggak bisa diatur kok. Hal ini ibarat Anda protes kepada Maria Ozawa karena anak Anda yang masih di bawah umur menonton filmnya. Kalau anak Anda setelah ini jadi minum bir, jelas itu salah asuhan orang tua.

Bagaimanapun isu ini telah semakin meningkatkan popularitas Pak Bas di masyarakat. Masyarakat yang cerdas tidak akan beranggapan bahwa Pak Bas mempromosikan kemabukan dan penyakit. Atau justru mungkin hal ini memang sudah direncanakan oleh penggiat media sosial yang bertamu ke rumah Pak Bas malam itu. Mereka mungkin memang sengaja memajang kaleng-kaleng bir di atas meja biar rame, biar Pak Bas makin terkenal cerdasnya. Ah, sudahlah.

 

Referensi:

Perpres Nomor 74 Tahun 2013

Doll R, Peto R, Boreham J, Sutherlan I. Mortality in Relation to Alcohol Consumption: a prospective study among male British doctors. Int J Epidemiol. 2005 Feb. 34(1): 199-204.

Knoops KT, de Groot LC, Kromhout D, Perrin AE, Moreiras-Varela O, Menotti A. Mediterranean diet, lifestyle factor, and 10-year mortality in elderly European men and women: the HALE project. JAMA. 2004 Sep 22. 292(12): 1433-9.

Thun MJ, Peto R, Lopez AD, et al. Alcohol Consumption and Mortality among middle-aged and elderly U.S. adults. N Eng J Med 1997 Dec 11. 337(24): 1705-14.

Pletcher MJ, Varosy P, Kiefe CI, Lewis CE, Sidney S, Hulley SB, Alcohol Consumption, binge drinking, and early coronary calcification: finding from the Coronary Artery Risk Development in Young Adults (CARDIA) Study. Am J Epidemiol. 2005 Mar 1. 161(5): 423-33.

Ruidavets JB, Ducimetiere P, Evans A, Montaye M, Haas B, Bingham A. Patterns of Alcohol consumption and ischaemic heart disease in culturally divergent countries: the Prospective Epidemiological Study of Myocardial Infarct (PRIME). BMJ. 2010. 341:c6077.

Chaves County DWI Program. Blood Alcohol Concentration

WebMD: Blood Alcohol

Masters SB. The Alcohols. B.G. Katzung, S.B. Masters, A.J. Trevor (Eds),. In Basic and Clinical Pharmacology, 11e Chapter 23.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun