"Bagaimana keadaan opung? Sudah membaik belum pung?" tanyaku kepada opung. Dengan ketawa kecil yang ku dengar dari ponsel opung berkata, "Sudah membaik opung, jangan khawatir sebentar lagi juga opung sudah dibolehkan pulang." Mendengar hal itu hatiku aku cukup lega.Â
Pada tanggal 2 November 2018, papah bertelepon kepada mamah untuk memberi tahu bahwa ia akan mengunjungi opung boru ke Medan lusa pada tanggal 4.Â
Pada tanggal 3 November 2018 sore hari, saudaraku berkunjung ke rumahku bersama kedua anaknya. Saat itu aku di rumah bersama adik bungsuku dan ART keluargaku. Saudaraku tersebut ku panggil Kak Sifra. Kak Sifra menidurkan anak keduanya yang saat itu masih bayi di ruang tamu.Â
Aku menemani Kak Sifra sambil mengobrol. "Bagaimana keadaan opung nes? Sudah baikan?" tanya KaK Sifra kepadaku. "Kemarin sih pas telponan opung bilang sudah baikan." jawabku. Mendengar hal itu Kak Sifra mengucap syukur kepada Tuhan. Kami mengobrol di ruang tamu sambil menunggu mamahku pulang kerja.Â
Mamahku yang biasanya tiba di rumah pukul 4 sore, belum juga pulang. Aku dan Kak Sifra khawatir karena mamah tak kunjung tiba di rumah padahal jam sudah menunjukkan pukul 4 sore. Satu jam berlalu dan mamah tak kunjung terlihat. Aku dan Kak Sifra menunggu kehadiran mamah.Â
Hingga jam menunjukkan pukul 05.23 mamah tiba di rumah. Hatiku cukup lega melihat kehadiran mamah. Tetapi mamah berjalan dengan lesu dan langsung duduk di sofa ruang tamu dengan badan yang sangat lemas.
"Opung boru sudah gak ada nes." ucap mamah kepadaku. Mendengar hal itu aku terdiam sejenak. Hatiku hancur bagai gelas yang pecah. Aku berlari ke kamar dan menangis meluapkan kesedihanku.Â
Saudara saudaraku pun datang ke rumah satu per satu. Mereka menguatkan mamahku. Papah langsung memesan tiket pesawat dengan penerbangan malam hari itu juga untuk papah,mamah, dan adik bungsuku.Â
Aku dan adik di bawahku tidak diperbolehkan ikut karena orangtuaku akan berada di sana selama 1 minggu Sedangkan aku dan adikku akan melaksanakan UAS semester ganjil 2 minggu lagi jadi orangtuaku menyuruh kami bersekolah saja.Â
Kakak mamahku yang datang ke rumah malam itu membantu mamahku menyiapkan baju untuk dibawa ke sana. Mamah memberikan uang bekal sekolah untuk aku dan adikku. Mamah dan adik bungsuku pun berangkat diantar oleh pamanku.
Aku sangat sedih karena tidak dapat melihat wajah opung boru untuk terakhir kalinya secara langsung. Aku meminta orangtuaku mengambil gambar opung boru dan mengirimkannya kepada. Saat acara pemberkatan jenazah di gereja, Papah mengirimkan foto opung boru kepadaku. Aku melihat foto itu sepulang sekolah karena sekolahku tidak mengizinkan siswa untuk membawa ponsel ke sekolah.Â