Mohon tunggu...
agnes bemoe
agnes bemoe Mohon Tunggu... -

penulis, 42 tahun, tertarik pada masalah humaniora, seni, sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Pulang Dalam Tanda Kutip

29 Maret 2014   20:07 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:19 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13960730961091470019

Dalam resensi saya untuk buku “Remah-Remah Kehidupan” saya menulis:

Fidelis dengan sangat pas menggunakan kata-kata sehari-hari yang langsung terasa dan tertangkap. Fidelis mengisinya dengan kehalusan rasa dan ketulusan. Saya rasa kejeniusannya terletak pada kemampuan untuk menggunakan kata-kata yang “biasa” menjadi dalam bermakna serta menjaga agar puisi cinta ini tidak jatuh pada barisan rayuan gombal semata.


Saya rasa saya masih akan menggunakan kata-kata yang sama untuk menggambarkan cara kemampuan FRS mengelola emosinya sendiri (dan mempermainkan emosi pembaca).

“Pulang” terdiri dari 24 bab pendek-pendek. Terus terang, awalnya saya menyangka buku ini adalah kumpulan cerpen dengan satu tema besar. Ini karena bab-babnya yang relatif pendek untuk sebuah bab dalam novel. Selain itu POV yang diambil untuk setiap bab pun berbeda-beda.

POV berbeda dalam satu novel memang bukan hal baru. Namun, karena cerita dalam satu bab-nya pendek, saya merasa tidak ada hubungan langsung antara satu cerita dengan cerita lain, kecuali suatu tema besar.

Terlepas dari teknik penulisan yang eksperimental itu, cerita-ceritanya sendiri sungguh luar biasa. Duapuluh empat cerita yang berputar pada keluarga Nathan-Martha, masing-masingnya sungguh kuat menggambarkan pesannya. Saya kagum pada kemampuan FRS menjaga kualitas setiap ceritanya. Ada satu-dua bab yang saya anggap agak lemah, “Buku Doa” misalnya. Tapi untuk cerita ini saya “memaafkan” karena ada twist kisah Amir Sjariffoedin yang menurut saya keren sekali.

Novel ini diawali dengan “Rumah Masa Kecil” yang menggambarkan kegalauan Martha menjelang operasi di payudaranya. “Pulang” yang dijadikan judul novel ini adalah salah satu bab yang menggambarkan kepulangan Martha dari rumah sakit, selepas operasi itu.

Menurut saya, biarpun ada beberapa cerita yang seolah-olah mengajak pembaca untuk pulang secara harafiah (pulang ke rumah, pulang kampung, dll), seperti di cerita-cerita “Kakek”, “Menyimpan Sakit”, “Malam Tahun Baru, “November”, FRS tidak sedang menggunakan kata “pulang” hanya untuk makna denotatifnya saja. FRS mengajak saya untuk jauh mengunyah makna “pulang”. (Sudah saya peringatkan kan, ini resensi yang subyektif).

Ketika membaca buku ini saya sedang dalam keadaan sakit (seperti Martha). Empat bulan saya “invalid” dan hampir dua bulan saya ditangani oleh seorang psikiater (benar, seorang yang bergelar SpKJ, bukan hanya psikolog) karena depresi.

“Pulang” bagi saya adalah kembali ke keluarga. Keluarga bagi saya bukan hanya karena darah melainkan siapa yang benar-benar tulus menyayangi, menemani, dan memperhatikan kita. Martha memiliki Nathan. Untunglah saya juga punya orang sebaik Nathan di sisi saya. Tapi, bila anda pernah sakit, anda pasti tahu bahwa tidak mudah melihat keuntungan seperti itu. Kadang-kadang yang ada di depan hidung kita tidak tampak oleh mata karena kesuntukan pikiran.

Saya memahami sekali ketika dalam cerita “Syukur” Martha berkata:

“Iya… Setelah aku sadari, ternyata derita sakit yang kita alami bisa semakin parah karena rasa takut yang menguasai pikiran kita. Kepala sampai sakit, Than, setiap hari aku disiksa pikiranku sendiri, memikirkan sesuatu yang belum tentu akan terjadi.”


Saya paham karena saya mengalaminya langsung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun