"Aduuuh...baru aja gajian, kok br tanggal 10 udah tongpes sih? Nabung aja susah, gimana mau punya rumah?" Kalimat ini terluncur dari pembicaraan saat makan siang bersama dengan rekan karyawan suatu institusi.
Pasti sering kita dengar celetukan: "Mau Kaya? Jangan jadi karyawan." Menurut hemat saya, karyawan bisa menjadi orang yang kaya lahir dan batin. Kaya dengan perencanaan yang baik, cara dan hati yang baik.
Anda ingin mapan secara finansial? Ingin hati tenang meski tanggal sudah memasuki tanggal 20-an? Ingin terlepas dari saldo Minimal Balance setiap akhir bulan? Berapapun usia anda sekarang, setelah anda tentukan apa tujuan anda, anda harus mulai memikirkan "apa yang harus saya lakukan". Beberapa tips yang dapat saya sharing:
Jujur yuk
Layaknya perusahaan, kita adalah interpreneur bagi diri masing-masing. Untuk itu kita perlu jujur menganalisa dari gaji yang diterima, berapa uang yang keluar dalam satu bulan. Buat pos-pos seperti :
- Pos Manohara : istilah eksekutif muda untuk  Makan, Nonton, Hura-hura
- Pos Pangan, Sandang, Papan : angsuran kredit rumah, sewa kost, biaya makan, susu anak, uang belanja
- Pos Tabungan/ investasi : angsuran tabungan pendidikan/asuransi/installment plan
- Pos Sumbangan : tiap bulan ada sumbangan wajib misal zakat/infaq/persepuluhan
- Pos lain-lain : disesuaikan dengan karakteristik masing-masing
Cukup dibuat dalam format excel sederhana saja, tanpa menggunakan rumus-rumus nan rumit.
Diagnosis yuk
Setelah dirinci secara lengkap dalam pos-pos, cara termudah adalah membuat persentase masing-masing pos pengeluaran terhadap total yang sudah dikeluarkan. Pangkas pos-pos yang bisa dipangkas/diperkecil dengan mengingat kunci ini :
Kebutuhan VS Keinginan
Kebutuhan : sesuatu yang diperlukan oleh manusia sehingga dapat mencapai kesejahteraan, sehingga bila ada diantara kebutuhan tersebut yang tidak terpenuhi maka manusia akan merasa tidak sejahtera atau kurang sejahtera. Misal : pakaian standar.
Keinginan : sesuatu tambahan atas kebutuhan yang diharapkan dapat dipenuhi sehingga manusia tersebut merasa lebih puas. Namun bila keinginan tidak terpenuhi maka sesungguhnya kesejahteraannya tidak berkurang. Misal: pakaian bermerk yang mahal tetapi tidak terlalu dibutuhkan saat itu.
Dengan berani membedakan mana kebutuhan dan keinginan, maka kita bisa menentukan skala prioritas, apa saja yang perlu didahulukan dan yang ditunda.
Inflasi? Siapa Takut..
Istilah bekennya untuk menghitung pengaruh inflasi terhadap purchasing power parity/daya beli kita adalah dengan rumus Future Value. Misal :
 Tahun 2018    : inflasi 10%, dan uang awal Rp. 5 juta.
Tahun 2019     : Rp. 5 juta  x 10% = Rp. 5.5 jt,
Tahun 2020 Â Â Â Â : Rp. 5.5 juta x 10% = 6.05 jt, dst
Artinya, dengan asumsi inflasi 10%, apabila anda membeli netbook seharga Rp.5 juta di tahun 2018, dua tahun berikutnya anda harus merogoh saku sebanyak Rp.6,05 juta.
Ini merupakan contoh sederhana. Coba anda bayangkan apabila pos pengeluaran yang harus anda rogoh dari kantong untuk pendidikan anak anda 5-10 tahun kedepan.
Untuk itu, Pos Tabungan masa depan/ investasi perlu dibagi berdasarkan tujuan dan jangka waktunya. Untuk memenuhi pos belanja dasar anda, silahkan menggunakan produk tabungan yang beragam ditawarkan. Kemudian apabila anda memiliki dana lebih, anda bisa melirik produk reksadana/ saham/unit link. Jangan sia-siakan jika ada yang menawarkan fasilitas installment plan reksadana yang dapat mendebet rekening anda sesuai tanggal yang diminta tanpa menggangu waktu bekerja anda karena harus ke cabang bank terdekat untuk proses top up.
Mudah-mudahan sedikit tips pribadi dari saya dapat sedikit memberikan pencerahan bagi sesama karyawan.
Mari kita mulai menjadi konsultan perencanaan yang baik untuk diri sendiri dan keluarga. Mulai dari sekarang. Jangan sampai penyesalan datang di kemudian hari.
Selamat merencanakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H