Hubungan Kepatuhan Perpajakan Internasional, dengan Mekanisme Pemeriksaan Pajak
1.Apa yang dimaksud dengan Kepatuhan Perpajakan Internasional?
Perpajakan internasional adalah bidang hukum yang berfokus pada bagaimana hukum pajak di berbagai negara berinteraksi satu sama lain. Ini mencakup bagaimana bisnis dan individu memenuhi kewajiban pajak mereka ketika aktivitas mereka melintasi batas negara.
Perpajakan internasional mencakup berbagai isu seperti perjanjian penghindaran pajak ganda, perpajakan perusahaan multinasional, transfer pricing, dan perpajakan individu yang berdomisili di lebih dari satu negara.
Tujuan utama dari perpajakan internasional adalah untuk memastikan bahwa pajak dikenakan secara adil dan efisien di seluruh dunia, dan untuk mencegah penghindaran pajak dan penghindaran pajak internasional.
Kepatuhan dalam konteks hukum dan regulasi adalah merujuk pada proses di mana individu atau organisasi mematuhi hukum, peraturan, standar, dan kode etik yang berlaku . Dalam konteks perpajakan internasional, ini berarti bahwa Wajib Pajak harus memahami dan mematuhi hukum dan peraturan pajak di semua yurisdiksi di mana mereka beroperasi.
Kepatuhan ini mencakup berbagai aspek, termasuk pembayaran pajak yang tepat dan tepat waktu, penyampaian laporan pajak yang akurat dan lengkap, pemeliharaan dokumentasi yang memadai, dan penghindaran penggunaan skema perencanaan pajak yang agresif atau artifisial.
Jika Wajib Pajak tidak mematuhi hukum dan peraturan pajak, mereka dapat dikenakan pemeriksaan pajak dan mungkin dikenakan sanksi atau denda. Sebaliknya, kepatuhan yang baik terhadap perpajakan internasional dapat membantu mengurangi risiko pemeriksaan pajak dan sanksi.
Ini melibatkan pemahaman dan penerapan peraturan yang relevan, serta pengambilan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan bahwa tindakan dan praktik sesuai dengan persyaratan tersebut . Kepatuhan juga dapat mencakup pemantauan dan pelaporan kinerja kepatuhan, serta penanganan jika terjadi pelanggaran kepatuhan .
Kepatuhan pajak merujuk pada pemenuhan kewajiban pajak oleh individu atau organisasi sesuai dengan hukum dan peraturan pajak yang berlaku. Ini melibatkan pemahaman dan penerapan peraturan pajak, pembayaran pajak yang tepat dan tepat waktu, serta penyampaian laporan pajak yang akurat. Kepatuhan pajak juga mencakup pemantauan perubahan dalam hukum dan peraturan pajak dan menyesuaikan praktik pajak sesuai kebutuhan.
2.Mengapa wajib Pajak Harus patuh terhadap Perpajakan Internasional?
Sebagai wajib pajak , harus patuh terhadap kewajiban perpajakannya. Adapun kriteria Wajib Pajak yang patuh terhadap perpajakan internasional meliputi:
1.Memahami dan mematuhi hukum dan peraturan pajak di semua yurisdiksi di mana mereka beroperasi.
yaitu wajib pajak harus memahami dan mematuhi hukum dan peraturan pajak di semua yurisdiksi di mana mereka beroperasi berarti bahwa Wajib Pajak harus memiliki pengetahuan yang mendalam tentang hukum dan peraturan pajak yang berlaku di setiap negara di mana mereka melakukan bisnis. Hal ini mencakup pemahaman tentang tarif pajak, kewajiban pelaporan, tanggal jatuh tempo, dan prosedur lainnya yang relevan. Selain itu, Wajib Pajak juga harus memahami bagaimana hukum dan peraturan ini berinteraksi dengan hukum pajak di negara lain, terutama dalam konteks perpajakan internasional dan transfer pricing.
Kemudian, setelah memahami hukum dan peraturan ini, Wajib Pajak harus mematuhi mereka. Ini berarti mereka harus membayar jumlah pajak yang tepat dan tepat waktu, menyampaikan laporan pajak yang akurat dan lengkap, dan mematuhi semua prosedur dan persyaratan lainnya.Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan pajak di semua yurisdiksi bukan hanya penting untuk memenuhi kewajiban hukum dan menghindari sanksi, tetapi juga dapat membantu Wajib Pajak mengoptimalkan posisi pajak mereka dan mengurangi risiko pajak.
2.Melakukan transaksi dengan harga yang adil dan sesuai dengan prinsip arm's length, terutama dalam konteks transfer pricing antara entitas terkait dalam suatu perusahaan multinasional
yaitu : Wajib Pajak melakukan transaksi dengan harga yang adil dan sesuai dengan prinsip arm's length berarti bahwa harga yang ditetapkan untuk transaksi antara entitas terkait dalam suatu perusahaan multinasional harus sama dengan harga yang akan disepakati oleh pihak-pihak yang independen dalam transaksi yang serupa. Prinsip ini adalah prinsip dasar dalam peraturan transfer pricing internasional dan bertujuan untuk mencegah manipulasi harga yang dapat mengarah pada penghindaran pajak.
Misalnya, jika perusahaan A di negara dengan tarif pajak tinggi menjual barang kepada perusahaan B yang terkait di negara dengan tarif pajak rendah dengan harga yang lebih rendah dari harga pasar, maka perusahaan A dapat mengurangi laba kena pajaknya di negara dengan tarif pajak tinggi, sementara perusahaan B dapat meningkatkan laba kena pajaknya di negara dengan tarif pajak rendah. Ini dapat mengakibatkan penghindaran pajak dan merugikan negara dengan tarif pajak tinggi.
Untuk mencegah hal ini, otoritas pajak di banyak negara menerapkan peraturan transfer pricing yang mengharuskan transaksi antara entitas terkait dilakukan dengan harga arm's length. Jika Wajib Pajak tidak mematuhi peraturan ini, mereka dapat dikenakan sanksi dan denda.
3.Membayar pajak yang tepat dan tepat waktu di semua yurisdiksi yang relevan.
Yaitu Wajib pajak harus membayar pajak yang tepat dan tepat waktu di semua yurisdiksi yang relevan berarti bahwa Wajib Pajak harus menghitung dan membayar jumlah pajak yang benar sesuai dengan hukum dan peraturan pajak di setiap negara di mana mereka beroperasi.
Ini mencakup pemahaman tentang tarif pajak yang berlaku, perhitungan basis pajak, dan penggunaan kredit pajak atau pengecualian yang mungkin tersedia. Selain itu, Wajib Pajak juga harus memastikan bahwa pembayaran pajak dilakukan sebelum batas waktu yang ditentukan oleh otoritas pajak di setiap yurisdiksi.
Pembayaran pajak yang tepat dan tepat waktu adalah bagian penting dari kepatuhan pajak. Jika Wajib Pajak tidak mematuhi kewajiban ini, mereka dapat dikenakan sanksi dan denda, seperti yang dijelaskan dalam Pasal 12 (1). Selain itu, mereka juga dapat menjadi sasaran pemeriksaan dan audit oleh otoritas pajak.
4.Menyampaikan laporan pajak yang akurat dan lengkap, termasuk laporan pajak internasional seperti Country-by-Country Reporting (CbCR) jika diperlukan.
Yaitu Wajib pajak harus Menyampaikan laporan pajak yang akurat dan lengkap berarti bahwa Wajib Pajak harus melaporkan semua informasi yang relevan dan diperlukan untuk menentukan liabilitas pajak mereka. Informasi ini dapat mencakup, antara lain, pendapatan, pengeluaran, aset, dan kewajiban.
Dalam konteks internasional, Wajib Pajak mungkin juga perlu menyampaikan laporan pajak internasional seperti Country-by-Country Reporting (CbCR). CbCR adalah standar pelaporan yang dikembangkan oleh Organisasi untuk Kerjasama dan Pengembangan Ekonomi (OECD) sebagai bagian dari Proyek Base Erosion and Profit Shifting (BEPS).
CbCR mengharuskan perusahaan multinasional untuk melaporkan informasi tertentu tentang pendapatan, laba, pajak, dan aktivitas bisnis mereka untuk setiap negara di mana mereka beroperasi. Tujuannya adalah untuk memberikan otoritas pajak gambaran yang lebih jelas tentang bagaimana perusahaan multinasional mengalokasikan pendapatan dan pajak mereka di seluruh dunia, yang dapat membantu dalam upaya untuk mencegah penghindaran pajak.
5.Memiliki dokumentasi yang memadai untuk mendukung posisi pajak mereka dan untuk membuktikan kepatuhan mereka terhadap hukum dan peraturan pajak.
Yaitu Wajib pajak harus memiliki dokumentasi yang memadai untuk mendukung posisi pajak berarti bahwa Wajib Pajak harus menjaga catatan dan dokumen yang relevan yang dapat digunakan untuk memverifikasi informasi yang dilaporkan dalam pengembalian pajak mereka.
Dokumentasi ini dapat mencakup, antara lain, faktur, kontrak, catatan akuntansi, dan dokumen lainnya yang relevan untuk transaksi atau kegiatan yang dilaporkan. Dokumentasi ini harus disimpan selama periode waktu yang ditentukan oleh hukum pajak di setiap yurisdiksi.
Dokumentasi yang memadai tidak hanya penting untuk memastikan bahwa Wajib Pajak dapat memverifikasi informasi yang dilaporkan dalam pengembalian pajak mereka, tetapi juga untuk membuktikan kepatuhan mereka terhadap hukum dan peraturan pajak. Jika Wajib Pajak diperiksa atau diaudit oleh otoritas pajak, mereka mungkin perlu menyediakan dokumentasi ini sebagai bukti dari posisi pajak mereka.
6.Menghindari penggunaan skema perencanaan pajak yang agresif atau artifisial yang bertujuan untuk menghindari pajak.
Yaitu wajib pajak harus menghindari penggunaan skema perencanaan pajak yang agresif atau artifisial yang bertujuan untuk menghindari pajak berarti bahwa Wajib Pajak harus berhati-hati untuk tidak terlibat dalam strategi yang dirancang untuk mengurangi liabilitas pajak mereka melalui cara yang tidak etis atau ilegal.
Skema perencanaan pajak agresif seringkali melibatkan penggunaan teknik yang kompleks dan rumit untuk memanipulasi hukum pajak dan memindahkan pendapatan dari yurisdiksi dengan tarif pajak tinggi ke yurisdiksi dengan tarif pajak rendah. Meskipun beberapa skema ini mungkin secara teknis legal, mereka seringkali bertentangan dengan semangat hukum pajak dan dapat dianggap tidak etis.
Skema perencanaan pajak artifisial, di sisi lain, melibatkan penggunaan transaksi atau entitas yang tidak memiliki tujuan bisnis nyata dan hanya ada untuk mengurangi pajak. Skema ini biasanya ilegal dan dapat mengakibatkan sanksi yang signifikan jika terdeteksi oleh otoritas pajak.
Dengan menghindari penggunaan skema perencanaan pajak yang agresif atau artifisial, Wajib Pajak dapat memastikan bahwa mereka mematuhi hukum dan peraturan pajak, mempertahankan reputasi mereka, dan menghindari risiko sanksi.
Ada beberapa alasan mengapa Wajib Pajak harus patuh terhadap perpajakan:
1.Kontribusi terhadap Pendapatan Negara
Yaitu bahwa pajak merupakan sumber pendapatan utama bagi pemerintah. Kontribusi terhadap Pendapatan Negara merujuk pada berbagai bentuk pembayaran yang dilakukan oleh individu atau organisasi kepada pemerintah yang digunakan untuk membiayai berbagai layanan publik dan kegiatan pemerintah. Salah satu bentuk kontribusi terpenting adalah pajak. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pajak merupakan sumber pendapatan utama bagi pemerintah dan digunakan untuk membiayai berbagai layanan publik seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan pertahanan. Oleh karena itu, kepatuhan terhadap perpajakan, termasuk perpajakan internasional, sangat penting untuk memastikan bahwa pemerintah memiliki sumber daya yang cukup untuk menyediakan layanan ini.
2.Kewajiban Hukum
Yaitu sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku, setiap Wajib Pajak memiliki kewajiban untuk membayar pajak. Kepatuhan terhadap perpajakan juga mencakup pelaporan pajak yang akurat dan tepat waktu. Kewajiban hukum merujuk kepada tanggung jawab atau tugas yang diberikan kepada individu atau organisasi oleh hukum. Dalam konteks perpajakan, kewajiban hukum dapat mencakup berbagai hal, seperti kewajiban untuk membayar pajak yang tepat dan tepat waktu, kewajiban untuk menyampaikan laporan pajak yang akurat dan lengkap, dan kewajiban untuk memelihara dokumentasi yang memadai. Kewajiban hukum juga dapat mencakup kewajiban untuk mematuhi hukum dan peraturan pajak di semua yurisdiksi di mana individu atau organisasi beroperasi. Jika individu atau organisasi tidak memenuhi kewajiban hukum ini, mereka dapat dikenakan sanksi atau denda.
3.Menghindari Sanksi:
Yaitu  menghindari sanksi dalam konteks perpajakan berarti mematuhi semua hukum dan peraturan pajak yang berlaku untuk mencegah dikenakannya hukuman atau denda oleh otoritas pajak. Sanksi dapat dikenakan jika Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban mereka, seperti tidak membayar pajak yang tepat dan tepat waktu, tidak menyampaikan laporan pajak yang akurat dan lengkap, atau tidak memelihara dokumentasi yang memadai.
Untuk menghindari sanksi, Wajib Pajak harus memastikan bahwa mereka memahami dan mematuhi semua hukum dan peraturan pajak yang berlaku di yurisdiksi di mana mereka beroperasi. Ini dapat mencakup konsultasi dengan penasihat pajak profesional atau menggunakan perangkat lunak manajemen pajak untuk membantu dalam perhitungan dan pembayaran pajak.
Selain itu, jika Wajib Pajak melakukan kesalahan dalam pengembalian pajak mereka, mereka harus segera mengoreksinya dan menginformasikan otoritas pajak tentang kesalahan tersebut. Dalam beberapa kasus, ini dapat membantu mengurangi atau menghindari sanksi.
Jika Wajib Pajak tidak mematuhi kewajiban pajak mereka, mereka dapat dikenakan sanksi, termasuk denda dan bunga. Dalam beberapa kasus, pelanggaran perpajakan dapat juga dianggap sebagai tindak pidana yang dapat dihukum dengan pidana penjara.
4.Membangun Reputasi
Yaitu Membangun reputasi dalam konteks perpajakan berarti membangun citra positif sebagai Wajib Pajak yang patuh dan bertanggung jawab. Reputasi ini dapat dibangun melalui berbagai cara, seperti pembayaran pajak yang tepat dan tepat waktu, penyampaian laporan pajak yang akurat dan lengkap, pemeliharaan dokumentasi yang memadai, dan penghindaran penggunaan skema perencanaan pajak yang agresif atau artifisial.
Reputasi yang baik dapat memberikan berbagai manfaat bagi Wajib Pajak. Misalnya, dapat meningkatkan kepercayaan dari stakeholder, termasuk pelanggan, karyawan, investor, dan otoritas pajak. Selain itu, reputasi yang baik juga dapat membantu mengurangi risiko pemeriksaan pajak dan sanksi.
Namun, membangun reputasi membutuhkan waktu dan konsistensi dalam kepatuhan pajak. Jika Wajib Pajak terlibat dalam perilaku yang tidak etis atau ilegal, seperti penghindaran pajak, ini dapat merusak reputasi mereka dan memiliki konsekuensi negatif jangka panjang.
Bagi perusahaan, kepatuhan terhadap perpajakan dapat membantu membangun reputasi sebagai entitas yang bertanggung jawab secara sosial. Hal ini dapat memiliki manfaat dalam hal hubungan dengan pelanggan, investor, dan pemangku kepentingan lainnya.
3.Bagaimana Hubungan Kepatuhan Perpajakan Internasional, dengan Mekanisme Pemeriksaan Pajak
Kepatuhan Perpajakan Internasional melibatkan beberapa langkah penting:
1.Memahami Hukum dan Peraturan
Yaitu Wajib Pajak harus memahami hukum dan peraturan pajak di semua yurisdiksi di mana mereka beroperasi. Ini termasuk hukum pajak domestik, perjanjian pajak internasional, dan standar internasional seperti Pedoman Transfer Pricing OECD.
2.Pembayaran Pajak
Yaitu Wajib Pajak harus membayar jumlah pajak yang tepat dan tepat waktu di semua yurisdiksi yang relevan. Ini melibatkan perhitungan yang akurat dari liabilitas pajak dan memastikan bahwa pembayaran dilakukan sebelum batas waktu yang ditentukan.
3.Pelaporan Pajak
Yaitu Wajib Pajak harus menyampaikan laporan pajak yang akurat dan lengkap kepada otoritas pajak yang relevan. Laporan ini harus mencakup semua informasi yang diperlukan untuk menentukan liabilitas pajak mereka.
4.Dokumentasi
Yaitu Wajib Pajak harus menjaga dokumentasi yang memadai untuk mendukung posisi pajak mereka. Ini dapat mencakup kontrak, faktur, catatan akuntansi, dan dokumentasi lainnya yang relevan.
Apabila Wajib Pajak tidak mematuhi perpajakan internasional, ada beberapa dampak yang mungkin terjadi:
1.Sanksi dan Denda:
Sanksi dan denda dalam konteks perpajakan adalah hukuman atau penalti yang dikenakan kepada wajib pajak yang gagal memenuhi kewajiban pajak mereka tepat waktu atau dengan benar. Ini bisa mencakup berbagai hal, seperti:
1. Keterlambatan dalam pembayaran pajak: Jika wajib pajak tidak membayar pajak mereka tepat waktu, mereka mungkin dikenakan sanksi berupa bunga atau denda. Tarif dan jumlahnya dapat bervariasi tergantung pada hukum pajak di negara yang bersangkutan.
2.Kesalahan dalam pelaporan pajak: Jika wajib pajak membuat kesalahan dalam pelaporan pajak mereka, seperti mengklaim pengurangan pajak yang tidak sah atau tidak melaporkan semua penghasilan mereka, mereka mungkin dikenakan sanksi atau denda.
3.Kecurangan pajak: Jika wajib pajak sengaja menghindari pajak, misalnya melalui penghindaran pajak atau penggelapan pajak, mereka mungkin dikenakan sanksi atau denda yang berat, dan dalam beberapa kasus, mereka juga bisa menghadapi hukuman pidana.
Wajib Pajak yang tidak mematuhi hukum dan peraturan pajak dapat dikenakan sanksi dan denda. Sanksi ini dapat berupa bunga atas pajak yang belum dibayar, denda administratif, atau dalam beberapa kasus, sanksi pidana.
4.. Pemeriksaan dan Audit:
Pemeriksaan dan audit dalam konteks perpajakan adalah proses di mana otoritas pajak atau auditor memeriksa catatan dan dokumen keuangan wajib pajak untuk memastikan bahwa mereka telah mematuhi hukum dan regulasi pajak yang berlaku.
Pemeriksaan pajak biasanya dilakukan oleh otoritas pajak dan berfokus pada kepatuhan wajib pajak terhadap hukum pajak. Ini bisa mencakup peninjauan pelaporan pajak, pembayaran pajak, dan penggunaan pengurangan atau kredit pajak. Jika ditemukan ketidaksesuaian atau pelanggaran, wajib pajak mungkin dikenakan sanksi atau denda.
Audit pajak, di sisi lain, biasanya dilakukan oleh auditor independen dan berfokus pada akurasi dan kelengkapan catatan dan laporan keuangan wajib pajak. Auditor akan memeriksa bukti dan catatan keuangan untuk memastikan bahwa mereka mencerminkan dengan benar posisi keuangan dan operasi wajib pajak. Hasil audit ini kemudian dilaporkan kepada manajemen perusahaan, pemegang saham, dan dalam beberapa kasus, otoritas pajak.
Wajib Pajak yang tidak mematuhi perpajakan internasional mungkin akan menjadi sasaran pemeriksaan dan audit oleh otoritas pajak. Proses ini dapat memakan waktu dan sumber daya yang signifikan.
4.Reputasi:
Reputasi adalah persepsi atau pandangan umum tentang individu, organisasi, atau produk. Ini adalah gambaran tentang bagaimana mereka dilihat oleh orang lain berdasarkan perilaku, tindakan, prestasi, atau kegagalan mereka di masa lalu. Reputasi dapat mempengaruhi kepercayaan dan dukungan dari pelanggan, investor, karyawan, dan masyarakat umum.
Kepatuhan pajak adalah bagian penting dari reputasi perusahaan. Pelanggaran perpajakan internasional dapat merusak reputasi perusahaan, yang dapat mempengaruhi hubungan dengan pelanggan, investor, dan pemangku kepentingan lainnya.
5.Risiko Pajak Ganda: Jika Wajib Pajak tidak mematuhi peraturan transfer pricing dan perpajakan internasional lainnya, mereka mungkin berisiko pajak ganda, di mana penghasilan mereka dikenakan pajak di lebih dari satu yurisdiksi.
Risiko pajak ganda adalah situasi di mana seorang individu atau perusahaan dikenakan pajak atas penghasilan yang sama oleh dua atau lebih negara. Ini biasanya terjadi ketika individu atau perusahaan tersebut memiliki kewajiban pajak di lebih dari satu negara, misalnya karena mereka tinggal atau beroperasi di lebih dari satu negara.
Risiko pajak ganda dapat menjadi beban yang signifikan bagi wajib pajak dan dapat menghambat perdagangan dan investasi lintas batas. Untuk mengurangi risiko ini, banyak negara telah menandatangani perjanjian pajak ganda untuk mengkoordinasikan aturan pajak mereka dan mencegah pajak ganda.
Perjanjian ini biasanya mencakup aturan tentang di mana penghasilan harus dikenakan pajak, bagaimana menghindari pajak ganda, dan bagaimana menyelesaikan sengketa pajak antar negara.
Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan  secara  objektif  dan  profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk  tujuan  lain  dalam  rangka  melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.  Bukti Permulaan adalah keadaan, perbuatan, dan/atau bukti berupa keterangan, tulisan, atau benda yang dapat memberikan petunjuk adanya dugaan kuat bahwa sedang atau telah terjadi suatu tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukan oleh siapa saja yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
Standar pemeriksaan perpajakan terbagi menjadi tiga kategori utama, yaitu Standar Umum, Standar Pelaksanaan, dan Standar Pelaporan.
1. Standar Umum: Standar ini mencakup prinsip-prinsip dasar yang harus dipatuhi oleh pemeriksa pajak dalam melaksanakan tugasnya. Prinsip-prinsip ini mencakup integritas, objektivitas, kompetensi dan kehati-hatian, kerahasiaan, dan perilaku profesional.
2. Standar Pelaksanaan: Standar ini mencakup prosedur dan teknik yang harus diikuti oleh pemeriksa pajak dalam melaksanakan pemeriksaan. Standar ini diatur dalam Pasal 8 PMK-17/2013 jo Pasal 4 PER-23/2013.
3. Standar Pelaporan: Standar ini mencakup persyaratan dan prosedur yang harus diikuti oleh pemeriksa pajak dalam melaporkan hasil pemeriksaan. Standar ini diatur dalam Pasal 9, 10 PMK-184/2015 jo Pasal 5, 6 PER-23/2013 dan Pasal 12 ayat 2,3 UU KUP.
Tujuan pemeriksaan pajak adalah untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan oleh wajib pajak dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Pemeriksaan pajak dilakukan dengan tujuan untuk:
1. Memastikan bahwa wajib pajak telah memenuhi kewajiban perpajakannya dengan benar dan tepat waktu.
2. Mengidentifikasi dan mengoreksi kesalahan atau ketidaksesuaian dalam pelaporan pajak.
3. Mencegah dan mendeteksi kecurangan pajak.
4. Menyediakan umpan balik kepada wajib pajak tentang kepatuhan mereka terhadap hukum pajak dan regulasi.
5. Meningkatkan kepatuhan wajib pajak melalui efek pendidikan dan penegakan hukum.
Mekanisme Pemeriksaan Pajak adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh otoritas pajak untuk memeriksa dan memverifikasi kepatuhan Wajib Pajak terhadap kewajiban pajak mereka. Proses ini melibatkan pengumpulan dan pengolahan data, keterangan, dan/atau bukti secara objektif dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan yang ditetapkan.
Untuk melakukan pemeriksaan, petugas pemeriksa harus memiliki tanda pengenal pemeriksa dan dilengkapi dengan Surat Perintah Pemeriksaan serta memperlihatkannya kepada Wajib Pajak yang diperiksa. Wajib Pajak yang diperiksa wajib memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak.
Tata cara pemeriksaan diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, yang antara lain mengatur tentang pemeriksaan ulang, jangka waktu pemeriksaan, kewajiban menyampaikan surat pemberitahuan hasil pemeriksaan kepada Wajib Pajak, dan hak Wajib Pajak untuk hadir dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dalam batas waktu yang ditentukan.
Proses pemeriksaan pajak umumnya melibatkan beberapa langkah berikut:
1. Penentuan Objek Pemeriksaan: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menentukan perusahaan atau individu mana yang akan diperiksa berdasarkan berbagai faktor, seperti riwayat kepatuhan pajak, kompleksitas transaksi, dan lainnya.
2. Pemberitahuan dan Persiapan: DJP akan memberikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan kepada wajib pajak. Wajib pajak kemudian harus mempersiapkan semua dokumen dan catatan yang relevan untuk pemeriksaan.
3. Pelaksanaan Pemeriksaan: Tim pemeriksa dari DJP akan melakukan pemeriksaan di kantor wajib pajak atau tempat lain yang ditentukan. Mereka akan memeriksa bukti-bukti fisik, seperti faktur, buku besar, catatan akuntansi, dan dokumen lainnya yang relevan. Mereka juga akan melakukan wawancara dengan manajemen perusahaan dan staf lainnya untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang operasi bisnis dan praktik akuntansi perusahaan.
4. Penyusunan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP): Setelah pemeriksaan selesai, tim pemeriksa akan membuat Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang mencakup temuan mereka dan perhitungan pajak yang harus dibayar atau dikembalikan.
5. Penyelesaian: LHP ini kemudian akan diserahkan kepada perusahaan dan DJP untuk ditinjau dan disetujui. Jika perusahaan tidak setuju dengan temuan dan perhitungan dalam LHP, mereka dapat mengajukan keberatan dan proses penyelesaian sengketa pajak akan dimulai.
Kepatuhan perpajakan internasional dan mekanisme pemeriksaan pajak saling terkait dan berperan penting dalam memastikan bahwa perusahaan dan individu memenuhi kewajiban pajak mereka secara tepat dan adil.
1. Kepatuhan Perpajakan Internasional: Kepatuhan perpajakan internasional merujuk pada pemenuhan kewajiban pajak sesuai dengan hukum dan peraturan pajak yang berlaku di berbagai yurisdiksi di mana perusahaan atau individu beroperasi. Ini melibatkan pemahaman dan penerapan berbagai peraturan pajak, perjanjian penghindaran pajak ganda, dan standar internasional seperti Pedoman Transfer Pricing OECD.
Kepatuhan Perpajakan Internasional merujuk pada pemenuhan kewajiban pajak oleh Wajib Pajak sesuai dengan hukum dan peraturan pajak di semua yurisdiksi di mana mereka beroperasi. Ini mencakup pemahaman dan penerapan hukum dan peraturan pajak, pembayaran pajak yang tepat dan tepat waktu, penyampaian laporan pajak yang akurat dan lengkap, dan pemeliharaan dokumentasi yang memadai.
Dalam konteks internasional, Wajib Pajak mungkin juga perlu menyampaikan laporan pajak internasional seperti Country-by-Country Reporting (CbCR). CbCR adalah standar pelaporan yang dikembangkan oleh Organisasi untuk Kerjasama dan Pengembangan Ekonomi (OECD) sebagai bagian dari Proyek Base Erosion and Profit Shifting (BEPS).
Kepatuhan perpajakan internasional adalah tujuan utama dari mekanisme pemeriksaan. Mekanisme pemeriksaan bertujuan untuk memastikan bahwa Wajib Pajak mematuhi hukum dan peraturan pajak, dan untuk mendeteksi dan mengatasi setiap pelanggaran. Sebaliknya, kepatuhan perpajakan internasional oleh Wajib Pajak dapat membantu meminimalkan risiko pemeriksaan dan audit, dan dapat membantu memastikan bahwa mereka tidak dikenakan sanksi atau denda.
2. Mekanisme Pemeriksaan Pajak: Mekanisme pemeriksaan pajak adalah proses yang dilakukan oleh otoritas pajak untuk memeriksa dan memverifikasi kepatuhan perusahaan atau individu terhadap kewajiban pajak mereka. Ini dapat melibatkan pemeriksaan dokumentasi dan catatan pajak, audit, dan investigasi.
Kepatuhan Perpajakan Internasional merujuk pada pemenuhan kewajiban pajak oleh Wajib Pajak sesuai dengan hukum dan peraturan pajak di semua yurisdiksi di mana mereka beroperasi. Ini mencakup pemahaman dan penerapan hukum dan peraturan pajak, pembayaran pajak yang tepat dan tepat waktu, penyampaian laporan pajak yang akurat dan lengkap, dan pemeliharaan dokumentasi yang memadai.
Dalam konteks internasional, Wajib Pajak mungkin juga perlu menyampaikan laporan pajak internasional seperti Country-by-Country Reporting (CbCR). CbCR adalah standar pelaporan yang dikembangkan oleh Organisasi untuk Kerjasama dan Pengembangan Ekonomi (OECD) sebagai bagian dari Proyek Base Erosion and Profit Shifting (BEPS).
Kepatuhan perpajakan internasional adalah tujuan utama dari mekanisme pemeriksaan. Mekanisme pemeriksaan bertujuan untuk memastikan bahwa Wajib Pajak mematuhi hukum dan peraturan pajak, dan untuk mendeteksi dan mengatasi setiap pelanggaran. Sebaliknya, kepatuhan perpajakan internasional oleh Wajib Pajak dapat membantu meminimalkan risiko pemeriksaan dan audit, dan dapat membantu memastikan bahwa mereka tidak dikenakan sanksi atau denda.
Hubungan antara kepatuhan perpajakan internasional dan mekanisme pemeriksaan pajak adalah saling melengkapi dan memastikan bahwa hukum dan peraturan pajak dipatuhi.
Mekanisme pemeriksaan pajak adalah alat yang digunakan oleh otoritas pajak untuk memastikan bahwa Wajib Pajak mematuhi hukum dan peraturan pajak. Jika Wajib Pajak tidak mematuhi hukum dan peraturan pajak, termasuk peraturan pajak internasional, mereka dapat dikenakan pemeriksaan pajak dan mungkin dikenakan sanksi atau denda.
Sebaliknya, kepatuhan yang baik terhadap perpajakan internasional dapat membantu mengurangi risiko pemeriksaan pajak dan sanksi. Dengan memahami dan mematuhi hukum dan peraturan pajak di semua yurisdiksi di mana mereka beroperasi, Wajib Pajak dapat memastikan bahwa mereka memenuhi semua kewajiban pajak mereka dan menghindari potensi sanksi.
Contoh kasus Pemeriksaan di sebuah Perusahaan adalah :
Misalkan ada sebuah perusahaan X yang bergerak di bidang manufaktur. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memutuskan untuk melakukan pemeriksaan pajak terhadap perusahaan tersebut. Tim pemeriksa akan diberikan Surat Perintah Pemeriksaan (SPP) dan melakukan pemeriksaan di kantor perusahaan tersebut.
Tim pemeriksa akan memeriksa bukti-bukti fisik, seperti faktur, buku besar, catatan akuntansi, dan dokumen lainnya yang relevan. Mereka juga akan melakukan wawancara dengan manajemen perusahaan dan staf lainnya untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang operasi bisnis dan praktik akuntansi perusahaan.
Setelah pemeriksaan selesai, tim pemeriksa akan membuat Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang mencakup temuan mereka dan perhitungan pajak yang harus dibayar atau dikembalikan. LHP ini kemudian akan diserahkan kepada perusahaan dan DJP untuk ditinjau dan disetujui.
Jika perusahaan tidak setuju dengan temuan dan perhitungan dalam LHP, mereka dapat mengajukan keberatan dan proses penyelesaian sengketa pajak akan dimulai.
Referensi:
 OECD (2018). "Tax Compliance Risk Management: A Practitioner's Guide". OECD Publishing.
OECD (2018). "Tax Compliance Risk Management: A Practitioner's Guide". OECD Publishing.
 OECD (2017). "OECD Transfer Pricing Guidelines for Multinational Enterprises and Tax Administrations 2017". OECD Publishing.
OECD (2010). "Transfer Pricing Audits and Risk Assessment". OECD Publishing.
OECD (2016). "Mitigating the Risks of Tax Evasion
Slemrod, Joel; Yitzhaki, Shlomo (2002). "Tax Avoidance, Evasion, and Administration". Handbook of Public Economics.
Sikka, Prem; Willmott, Hugh (2010). "The Dark Side of Transfer Pricing: Its Role in Tax Avoidance and Wealth Retentiveness". Critical Perspectives on Accounting.
"An Annotated Bibliography of Tax Compliance and Tax Compliance Costs". International Journal of Entrepreneurial Behavior & Research. OECD (2010). "Transfer Pricing Audits and Risk Assessment". OECD Publishing.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H