"Won gue bersihin masjid dulu ya". Sito bangkit berdiri dan meninggalkan Wondo.
Wondo berdiam diri bersandar pada tembok dinding tembok. Ia masih memikirkan kekalahannya tadi malam dan berniat untuk membalaskan dendamnya. Namun saat ini tidak memiliki uang, bahkan siang tadi usaha mencopetnya tidak berhasil.
Dari jauh halaman masjid terlihat sebuah kotak amal. Matanya tertuju dan terus memperhatikannya. Pikirannya sudah tidak karuan. Tidak ada lagi pertimbangan apapun Wondo bangkit dan menghampiri kotak amal tersebut.
Melihat situasi keadaan aman ia bergegas membawa kotak amal tersebut. Kotak amal yang besar cukup sulit untuk disembunyikan bahkan dari balik baju yang dikenakannya. Dengan tenangnya ia berdiri dan berjalan tanpa mempertimbangkan keadaan yang terjadi di sekitar. Ia mulai berjalan keluar halaman masjid. Dari dalam masjid Sito melihat Wondo keluar dengan membawa kotak. Ia menaruh curiga dengan apa yang dibawanya.
"Wondo jangan…" Sito berseru dan langsung keluar masjid berusaha untuk mengejarnya dan mulai mendekat.
Melihat keadaan mencekam ia lari dengan cepatnya. Teriakkan Sito mengundang perhatian jemaah juga para warga di sekitar. Sito semakin dekat mengejar Wondo hingga akhirnya ia mampu menghentikan langkahnya.
"Berikan kotak amal itu Won". Napasnya terengah, "aku yang nanti disalahkan."
"Tidak aku ingin membalas dendam judiku." Jawab Wondo geram.
Sito langsung meraih kotak yang dipegang Wondo, tarik ulur terjadi. Namun apa daya usaha Sito untuk mendapatkan kotak itu musnah. Wondo yang berperawakan besar mudah sekali untuk mendorongnya hingga Sito terjungkal. Wondo langsung membuka kotak amal tersebut, pundi-pundi uang di dalamnya diambil semua. Kemudian kotak amal itu diberikan kembali kepada Wondo.
"Maaf teman." Wondo langsung berlari meninggalkan Sito.
"Jangan Won." Suaranya sendu, air matanya mulai menetes.