Mohon tunggu...
Agita Bakti Wardhana
Agita Bakti Wardhana Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Mahasiswa kelontong bodoh, pemalas, tukang modus.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Jagoan yang Terkalahkan

13 September 2016   20:53 Diperbarui: 14 September 2016   00:05 347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Ga bang, aku tidak mau dipalaki setiap hari makanya aku coba melawannya.” Aku membalas pelan.

“Wah yaudah kalo gini gue gaikut campur, mau kalian berdua apa?” Bang bens bertanya kepada kami.

“Ributlah bang.” Rama menyeringai.

“Gimana don?”

“Ya terserah sih bang, tapi sebelumnya gue gapernah ribut. Tapi kalo sekarang boleh deh.” Jawabku santai.

Seketika kami digiring oleh bang be keluar sekolah. Terdapat sebuah lapangan besar disana, beberapa murid di sekolah yang tahu permasalahanku ini juga turut ikut kesana. Seketika kami saling berhadapan di lapangan yang luas ini.

Kami saling berhadapan, mata Rama langsung melotot tajam padaku. Terlihat ia megepalkan tangannya dengan keras sepertinya sudah tidak sabar ingin menghajarku dengan cepat. Aku tidak membalas tatapan amarahnya kecuali, hanya tersenyum manis kepadanya.

Teman-temanku yang lain sudah mengelilingiku dan rama. Mengadu kami berdua layaknya ayam aduan. Namun ini juga adalah kemauanku yang sudah sangat kesal kepada Rama yang selalu bertindak sewenang-wenang.

Semakin merapat sekelilingku seketika ku jatuhkan tas di punggung juga sepatuku agar tidak menambah beban ketika berkelahi. Ramapun demikian semua sudah diletakkannya, bahkan seragam sekolahnyapun ia lepaskan.

“Silahkan selesaikan dengan kejantanan.” Bang ben berseru kepada kami berdua yang masih berhadapan. “Ini urusan pribadi kalian tidak ada yang boleh ikut campur membantu. Kalian sendiri yang ingin menyelesaikannya dengan cara demikian.” Suaranya lantang ke arahku dan Rama.

Rama semakin tajam menatapku. Giginya nampak menggerigit permukaan bibir. Aku hanya bisa membalasnya dengan senyuman dan langsung memasang kuda-kuda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun