"Ketika kunti dulu membuang karna itu menjadi pukulan telak bagi hidupnya, ia menyesal sekali melakukannya." Sang ibu semakin terisak, sembari melanjutkan. "Ketika Karna berhasil masuk pada kerajaan dan diangkat sebagai adipati Kunti merasa senang. Namun, dia tidak berada pada pihak saudaranya pandawa melainkan ia bercondong pada kurawa. Kunti dengan pasrah membiarkannya, mungkin itulah kebahagiaan dirinya sehingga kunti tidak bisa berbuat apa-apa." Seketika ibu menutup wajahnya untuk menahan air mata yang terus keluar.
"Lakukanlah nak jikalau memang itu kebahagiaanmu, ibu tidak bisa melarang. Ibu hanya mendoakan agar kau selamat dan bahagia."Â
Ricky diam seketika menatap sang ibu. Air matanya semakin banyak mengalir basah turun pada permukaan wajahnya.
"Aku merasa ini bukan kebahagiaan ibu," ia meneruskan "tapi dengan pekerjaanku ini aku bisa memiliki segalanya." Ricky menjawab dengan sendu.
"Tinggalkan nak, hidup ini bukanlah tentang kekayaan." Â Sang ibu menjawab pelan.
"Tapi ibu…" Belum selesai berbicara ibunya memotong.
"Seseorang yang terus berusaha mengejar materi tidak akan bahagia hidupnya, karena ia tidak akan pernah terpuaskan dengan apa yang sudah dimilikinya." Ibunya berdiri dan menghampiri Ricky. "Percayalah nak, jikalau kamu meninggalkannya kamu akan sampai pada kedamaian dan kebahagiaan yang sesungguhnya tanpa memiliki pekerjaan yang sangat beresiko demikian."
"Apakah sebelumnya ibu tidak pernah mendoakan pekerjaanku ini?" Ia memulai bertanya kembali.
"Tidak nak, ibu mendoakan kebahagiaan dan keselamatanmu. Jikalau kau tidak bahagia tinggalkanlah segalanya, carilah kembali pekerjaan lain yang membuatmu bahagia."
"Ibu..." Seketika Ricky memeluk ibunya dengan erat sembari menangis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H