Mohon tunggu...
Agita Bakti Wardhana
Agita Bakti Wardhana Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Mahasiswa kelontong bodoh, pemalas, tukang modus.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tunggu Aku di Nirwana "Ayah"

19 Juni 2016   21:06 Diperbarui: 19 Juni 2016   21:15 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

*

Pada hari itu juga jenazah ayah langsung dikebumikan. Para pelayat yang datang berbelawa sungkawa memberikan ucapan duka cita. Terlebih untukku yang saat ini sebatang kara. Aku menangis pada baru nisan yang bertuliskan nama ayah. Semua orang mencoba mendekat dan memelukku agar bersabar menerima kenyataan.

Siang itu terik sekali. Matahari berada pada titik pusatnya dan tepat diatas kepalaku. Sinarnya menyengat dalam kulit. Dengan pakaian hitamku kali ini terasa sekali tubuhku terbakar oleh sinarmya.

Perlahan para pelayat satu-persatu mulai pergi. Hanya aku dan dokter pribadi ayah yang tersisa. Aku masih menangis tersendu-sendu sembari memeluk batu nisannya.

"Ayo Niko kita pulang." Dokter memegang pundakku. "Kita tonton video dari ayah itu ya."

Aku terdiam dan masih menangisi kepergian ayah. Sang dokterpun akhirnya perlahan membangkitkan sedikit mengangkat lenganku. Aku menuruti dan langsung pulang.

Dirumah flash disk dari ayah langsung kutancapkan pada monitor televisi. Ditemani sang dokter aku menonton beberapa video darinya. Ternyata ayah merekam semua kejadian yang terjadi belakangan ini. Adegan ayah yang waktu itu pernah kupergoki itu terekam dengan jelas semuanya.

"Ayah masih ada bukan? Dokter itu berkata lembut. Dia hanya kehilangan raganya saja, jiwanya masih ada dalam kehidupanmu Niko. Dokter menambahkan "dari video tersebut kita bisa melihat betapa sayangnya ayah masih mau mengingatkanmu jikalau kau malas, memberikan motivasi dan segalanya."

Aku terdiam tanpa kata. Video yang kuputar tersebut sangat menyentuh hatiku dalam-dalam.

"Sebelum meninggal dulu dia pernah bercerita tentang nirwana, disitulah dia mulai merasakan sakit dalam tubuhnya. Hingga akhirnya aku datang dan memeriksa. Dan benar, aku memvonis penyakitnya sudah parah dan hanya butuh waktu beberapa bulan lagi." Suara dokter itu semakin sendu "pada saat aku memvonisnya di sisa kehidupannya digunakan untuk merekam ini semua Niko. Ia ingin kamu tidak merasa sendiri dan kesepian, masih ada ayah yang selalu ada dan memberikan hal terbaik untukmu."

"Iya dokter" balasku pelan. "Aku sudah relakan semuanya, dan berjuang menatap kehidupanku selanjutnya. Setelah itu menyusulnya sampai ke nirwana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun