Mohon tunggu...
Agita Bakti Wardhana
Agita Bakti Wardhana Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Mahasiswa kelontong bodoh, pemalas, tukang modus.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Perbedaan Persepsi antara Menikah ataukah Sukses Dahulu?

12 Juni 2016   12:25 Diperbarui: 30 Agustus 2016   19:39 551
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi : pixabay.com

Jengah sekali dengan berbagai artikel yang beredar di media sosial mengenai tulisan yang mengatakan pandangan antara karir dan pernikahan. Jika dikaji lebih dalam mungkin kita menemukan sebuah permasalahan yang terjadi mengapa sebagian besar orang memiliki pandangan yang berbeda demikian. Pandangan mengenai menikah dahulu dan sukses dahulu sesungguhnya hanya dimiliki pada dirinya sendiri, bukan pada tulisan yang bermakna propaganda seperti yang tersebar di sosial media demikian.

Oke, sekarang kita bahas sebelumnya untuk menilai dua pandangan demikian. Kita telaah lebih dalam lagi mengenai definisi dari pernikahan dan sukses.

Pernikahan, ya kita semua tahu bahwasanya pernikahan adalah upacara pengikatan janji antara dua orang dengan tujuan meresmikan ikatan perkawinan secara norma agama, norma hukum, dan norma sosial.

Sukses, pada dasarnya definisi kata sukses setiap orang memang berbeda-beda. Semua bergantung pada filosofi masing-masing individu yang mengartikannya. Namun secara garis besar sukses bisa diartikan sebagai bentuk pencapaian tertinggi atas keberhasilan yang diraih, setelah melewati berliku-liku perjalanan panjang. Mulai dari persiapan awal, kemudian terjatuh, lalu bangkit kembali, dan berjuang untuk mencapai titik akhir.

Nah sekarang saatnya mencoba menelaah lebih dalam lagi mengenai dua persepsi yang mengatakan menikah dahulu, atau sukses dahulu?

1. Menikah dulu baru sukses.

Sebagian besar orang memiliki pandangan bahwasanya menikah dahulu baru sukses. Mereka yang berpikir demikian biasanya sudah terikat kuat atau ada hal yang sudah tidak dapat lagi ditunda akan hubungannya dengan sang kekasih. Mereka berpedoman bahwa, dengan menikah kita sudah menyempurnakan agama, selanjutnya masalah rejeki di atur oleh Sang Kuasa. Whattttt? Apakah argumen demikian bisa diterima oleh akal?

Hmmmmmmm, miris sekali jikalau jawaban yang kudapat berupa argumen yang rancu seperti demikian. Dimana pada masyarakat yang maju dan berkembang saat ini tidak bisa lagi kita aplikasikan pikiran-pikiran semacam itu yang hanya dimiliki oleh orang tua hingga nenek moyang kita. Ya, pada zaman dahulu memang demikian mungkin, orang menikah pada usia belasanpun banyak sekali. Tetapi kita coba tilik dijaman ini dengan semakin cepat tumbuhnya berbagai teknologi informasi dan komunikasi, apakah kita masih ingin berpikiran demikian?

Langsung saja saya bahas mengenai alasan-alasan orang beranggapan bahwasanya menikah dulu baru sukses dari perspektif yang saya lihat di sekitar.

1. Orang tersebut melakukan pembelaan mengenai dirinya sendiri yang sudah terlanjut menikah, dengan demikian ia harus membela apa yang sudah dilakukannya.

2. Ada unsur teknis yang menyebabkan orang menikah terlebih dahulu, biasanya mereka sudah terikat sekali ke dalam ikatan saling percaya hingga melakukan hubungan yang tidak diinginkan dan berakibat fatal, hingga harus diselesaikan dengan cara pernikahan.

3. Kesamaan visi dan misi antara dua sejoli yang sudah berhubungan lama sekali, biasanya sedari sekolah ataupun kuliah. Dan mereka ingin segera membangunnya bersama dari awal.

Yang berpendapat demikian sekarang saya tanya kepada diri saudara, anda tipe yang mana? Silahkan mengintropeksi diri sendiri.

2. Sukses Dulu Baru Menikah

Sebagian besar orang lainnya berpikiran demikian untuk bisa hidup berbahagia di masanya nanti kiranya kesuksesan perlunya bisa dijadikan modal untuk menikah. Mereka beranggapan bahwasanya untuk bisa menyongkong kehidupan lebih baik dan bermanfaat perlu modal yang besar. Maka dari itu sebagian besar lebih memilih untuk meniti karir sedari bawah agar nanti hidup lebih mapan bersama pasangannya.

Hmmmmmmm, mungkin cukup aplikatif menurut saya atas jawaban yang kebanyakan dilanturkan orang yang melakukan demikian. Namun disisi lain kita juga mengetahui beberapa yang terus mencoba mencari dan haus tidak pernah mencapai titik kesuksesan tertinggi. Mereka terus mengejar sesuatu tidak mengenal kendali hingga akhirnya usianya sudah semakin tua. Sangat disayangkan sekali bukan?

Saya memiliki pandangan mengapa sebagian besar orang melakukan pembelaan atas identitas dirinya demikian, antara lain :

1. Tidak berani mengungkapkan perasaan kepada lawan jenisnya. Peristiwa demikian seringkali tentunya kita jumpai di sekitar kita. Dimana orang tidak berani mendekati dan mengungkapkan bahwasanya dia menyukai seseorang.

2. Terlalu banyak kriteria yang dipilihnya sehingga pasangan yang diharapkan tidak kunjung datang.

3. Minder dengan lawan jenis yang disukainya, fenomena seperti ini kiranya kita lihat dimanapun berada. Misalnya orang yang disukai tersebut ternyata lebih hebat darinya terutama untuk seorang pria, dimana ia terkesan rendah derajatnya dimata wanita.

 4. Terlalu fokus dengan pekerjaannya menyebabkan dia lupa akan sebuah kesempurnaan kehidupan yaitu, dengan diikatkannya sebuah pernikahan agar memiliki keturunan kelak.

Lantas dimana sebenarnya permasalahannya tentang perbedaan pendapat ini?

Menurut pendapat saya, perbedaan pola pikir tersebut menjadi permasalahan ketika tulisan-tulisan yang beredar bermakna propaganda, setelah itu barulah masing-masing pihak yang merasa sependapat melakukan pembelaan atas dasar tulisan yang beredar. Cukup rasional bukan?

Untuk itu kiranya seseorang jikalau merasa bahwa yang dilakukannya benar coba berikan dasar dan pemahaman yang kongkrit, bukan sekedar menyetujui dengan berita yang beredar. Pada sebagian besar orang berhak memiliki pendapat, apalagi jikalau pendapat itu memiliki dasar yang sempurna dan kompeten tentu orang lain akan akan segan untuk menanggapinya. Namun disisi lain jikalau kita tidak memiliki dasar yang jelas dan pasti orang akan membully dan menghujat pendapat yang kita keluarkan.

Sekarang coba introspeksi kembali kesalah pahaman dan perbedaan pendapat yang terjadi di sekitar anda. Sebegitu pentingkah perbedaan pola pikir dengan melakukan pembelaan seperti itu disebarkan? Menurut saya, komitmen dan idealisme yang tertanam dalam diri sendiri itu tidak perlu diumbar dengan melakukan pembelaan, karena sejatinya apa yang kita lakukan itu penuh konsekuensi dan semua konsekuensi itu kita yang menanggungnya sendiri tanpa bantuan orang lain.

Mohon maaf artikel ini saya tuliskan karena berada pada posisi yang netral dan berusaha tidak melakukan penyerangan kedua belah pihak yang memiliki persepsi yang berbeda tentang perihal kesuksesan dan pernikahan.

Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun