Mohon tunggu...
Agista Nur Syafira
Agista Nur Syafira Mohon Tunggu... Lainnya - Social Media Admin and Marketing

Mencoba menulis sesuai dengan yang ada diotak saya, jadi saran dari pembaca sekalian sangat diperlukan ;)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sebuah Kampung Kecil di Balik Kemegahan Sentul, Jawa Barat

3 Juni 2019   14:26 Diperbarui: 3 Juni 2019   15:16 518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Terkait infrastruktur kampung Mulyasari akses jalan ke kampung mulai terbuka, cuma masih telpot (masih bebatuan) dan ketika kami mendatangi kampung tersebut pun kondisi jalan masih tanah merah yang terlihat seperti baru dibuka. Ada jalan bebatuan yang sengaja ditaruh untuk mempermudah ketika hendak membawa kendaraan, tapi menurut kami untuk kekampung Mulyasari lebih baik kendaraan ditaruh di rumah pak RT kecamatan Cibadak, karena track menuju kampung tersebut sangat berbahaya dilalui oleh kendaraan seperti motor, karena takut tergelincir, mengingat lokasi dan track yang terjal, berbatu dan licin.

Penanganan infrastruktur untuk kampung itu berat menurut pak Deden, sehingga melakukan pembangunannya pun harus sedikit-sedikit. Pihak kecamatan pun mengakui bahwa kampung tersebut dulunya terisolir tetapi saat ini pihak kecamatan terus berupaya untuk membangun sarana dan prasana dikampung Mulyasari. Untuk sekarang kampung Mulyasari sudah tidak bisa dibilang kampung yang tidak diperhatikan karena listrik dan jalan sudah ada, itu pun dari bantuan masyarakat yang memanusiakan manusia lainnya, peduli terhadap sesamanya.

Setelah kami selesai mewawancarai Pak Denden kami segera kembali untuk pulang, saat ditengah perjalanan kami pun berhenti sebentar untuk mendokumentasikan beberapa pemandangan disana tetapi saat sedang mendokumentasikan hujan mulai turun kami pun mempersiapkan jas hujan dan bergegas kembali menggunakan motor tetapi hujan semakin besar kami memutuskan untuk berteduh sebentar sambil memikirkan jawaban-jawaban dari pak Denden dan ternyata masih banyak sekali hal-hal yang masih mengganggu pikiran kami dan sayangnya juga kami tidak meminta nomor ponsel pak Denden. Hujan mulai reda kami segera bergegas kembali untuk melanjutkan perjalanan. Kami juga menyempatkan untuk makan dahulu sebelum perjalanan pulang.

Setelah tau bagaimana kondisi sebenernya kampung Mulyasari, miris rasanya. Pasalnya hal yang membuat miris adalah akses menuju kampung tersebut. Bukan hanya menguras energi dalam perjalanan tersebut harus siap jatuh, karena jalanan yang masih tanah. Apalagi ketika habis hujan turun, jalanan akan semakin licin dan harus lebih berhati-hati. Untuk kondisi rumah di kampung Mulyasari sudah terbangun cukup layak menurut kami. Hal yang memperhatikan lagi pendidikan yang sangat minim, hanya mengandalkan beberapa pengajar untuk mengajar anak-anak di sana.

Harapan kami, semoga kampung Mulyasari dan kampung-kampung lainnya yang masih dalam kategori terisolir mendapatkan sentuhan hangat dari pemerintah. Sehingga kampung tersebut bisa bangun dan merasakan infrastruktur atau pun pendidikan yang layak seperti wilayah lainnya. Informasi dari satu orang ke orang lain cukup membuat suatu kampung akan terbangun. Kita bisa merasakan berbagai infrastruktur mengapa mereka tidak?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun