Saat waktu peristirahatan tersebut, kami berbincang-bincang dengan pak Samsudin, pak Ajum dan pak Uned mengenai keadaan kampung Mulyasari tersebut. Seperti jalanan menuju kampung tersebut, infrastruktur kampung tersebut dan hal lain terkait kampung tersebut. Kami juga bertemu dengan mahasiswa lain yang baru saja pulang KKN (Kuliah Kerja Nyata) di kampung tersebut. Mereka juga menyarankan kepada kami untuk tidak menggunakan sepeda motor untuk ke kampung tersebut, karena akses nya yang cukup curam. Informasi tersebut menambah cerita mengenai bagaimana kampung Mulyasari tersebut.
Listrik merupakan hal yang terpenting karena listrik merupakan sumber kehidupan bagi kita semua, pekerjaan kita akan terasa mudah jika kebutuhan listrik terpenuhi. Berbeda hal nya di kampung Mulyasari listrik sebagai alat penerangan baru tersalurkan di akhir 2018 kemarin, sekitar 3 bulan PLN masuk ke desa Mulyasari tersebut. Ketika mendengar pernyataan terebut Kami kaget begitu mengetahui ternyata listrik yang biasanya kami mudah temui ternyata di kampung tersebut tidak ada dan baru ada baru-baru ini.
Seperti pukulan untuk kami bahwa para warga di kampung tersebut untuk mendapatkan listrik saja harus menunggu waktu yang cukup lama untuk di bangun tiang demi tiang listrik sampai di atas sana di kampung Mulyasari. Tetapi yang kami salut dengan masyarakat kampung Mulyasari walaupun berada di tengah-tengah kekurangan, semangat mereka tidak pernah habis. Sebelum listrik mengalir kepada rumah rumah penduduk, warga kampung memanfaatkan air curug atau pun air sungai untuk menggerakan turbin tenaga air yang bisa menghidupkan listrik ke rumah-rumah kampung Mulyasari.
Rasa penasaran kami kian membara setelah mengetahui cerita dari pak Samsudin, pak Ajum, dan pak Uned. Setelah cukup waktu kami beristirahat, kami melanjutkan kembali perjalanan kami ke kampung Mulyasari tersebut. Ditemani oleh pak Ajum kami berjalan kaki menuju atas. Saat diperjalanan menuju Kampung Mulyasari kami juga sedikit mewawancarai Pak Ajum selaku pengontrol curug-curug yang ada di sekitaran Bogor. Beliau bilang di kampong Cibakatul, desa Cibadak sampai kampung Mulyasari sangat aman bebas dari kejahatan, sehingga jika kalian ingin mengunjungi kampung Mulyasari tetapi ingin trekking dan meninggalkan kendaraan kalian jangan khawatir kalian bisa menitipkannya di rumah pak RT Samsudin. Â
Di Kampung Mulyasari sama seperti di kota tetapi yang berbeda dan sungguh ironi, kampung Mulyasari  hanya mempunyai satu sekolah dan hanya ada Sekolah Dasar (SD), pendidikan untuk menggapai cita-cita anank-anak di kampung Mulyasari harus terputus sebab mereka tidak bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya yakni Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Mereka bisa saja melanjutkan pendidikan akan tetapi jarak tempuh antara Kampung Mulyasari dan sekolah sangatlah jauh dan menghambatproses belajar mengajar.
Di SD kampung Mulyasari tenaga pengajar berasal dari para santri yang ada di pesantren serta  Pak Ustadz Kampung Mulyasari, Pak Abi Sofyan atau biasa dikenal Pak Ustadz Salih. Dalam memenuhi kebutuhan mereka sehari hari, masyarakat Kampung Mulyasari mengandalkan kebun mereka mulai dari bertani, berkebun, serta ada juga yang berdagang membuka warung.
Setelah kita berjalan sekitar 2 Jam dari Kampung Cibakatul akhirnya kami tiba di Kampung Mulyasari pukul setengah 5 sore. Kami pun langsung disambut hangat oleh warga kampung Mulyasari dan Pak Ustadz Abi Sofyan yang nantinya menjadi narasumber kita tentang Kampung Mulyasari.
Pak Ustadz Abi Sofyan mengatakan dari segi pendidikan kampung Mulyasari sangatlah tertinggal dan kekurangan tenaga pengajar untuk memberikan ilmu kepada para anak anak sehingga kampung Mulyasari sangatlah masih minim guru serta relawan untuk memenuhi kebutuhan di bidang pendidikan.