Mohon tunggu...
Agis Alifia
Agis Alifia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Suka menulis hal hal random, ekstrovert, suka Kdrama :)

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengulas Sekilas tentang "Hukum Perkawinan" di Indonesia

29 Maret 2023   21:00 Diperbarui: 29 Maret 2023   21:11 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nama : Agis Alifia Azzahra 

NIM : 212121018

Kelas : HKI 4 A

Mengulas sekilas tentang " hukum perkawinan " di Indonesia. 

1. Definisi Hukum perdata Islam di Indonesia. Berbicara mengenai hukum Islam di Indonesia, sudah ada semenjak abad ke 7M. Kemudian setelah Republik Indonesia merdeka, yakni pada tanggal 17 Agustus 1945 pemerintah Indonesia melalui Departmen Agama mulai lah merancang atau meluruskan perspesi mengenai pemberlakuan hukum Islam di Indonesia itu. Didalam hukum perdata Islam di Indonesia berisi 2 ruang lingkup yang agar mudah untuk kita pahami, yaitu 1. Lingkup hukum keluarga dan, 2. Hukum.

Contoh yang termasuk lingkup dari hukum keluarga : meliputi permasalahan keperdataan, misalnya tentang : perkawinan, masalah kewarisan, perceraian,hukum wasiat dan hukum perwakafan. kemudian dalam ruang lingkup hukum berisi aturan tentang jual beli, tentang hak kebendaan, prosedur pinjam meminjam, kerjasama, mudhorobah, dan masih banyak lagi. 

2. Perkawinan dilihat dari UU Nomor 1 tahun 1974 dan Kompilasi hukum Islam. Perlu kita ketahui, menurut UU Nomor 1 tahun 1974 asas tentang perkawinan adalah asas monogami, diperbolehka bagi laki -- laki jika ia ingin menikah i perempuan lain dengan alasan -- alasan tertentu, dan pastinya harus ada izin dari istri pertama nya, misalnya karena istri pertama tidak bisa memberikan keturunan dan meridhoi suami untuk menikah lagi, maka boleh bagi suami melakukan poligami di dalam rumah tangga tersebut.

Tapi mugkin pada fakatnya sekarang, tidak ada wanita yang mau di madu, karena kerap merugikan salah satu pihak apabila terjadi poligami. Dan jika suami ini benar -- benar ingin melakukan poligami atas istrinya maka ia harus mengajukan permohonan di pegadilan tempat ia tinggal. Yang pastinya syarat untuk mengajukan permohonan tadi ialah keridho an istri / persetujuan dari istri pertama, suami harus menjamin keperluan hidup istri dan anak -- anak mereka apabila dari istri pertama tadi mempunyai anak. 

Di dalam UU nomor 1 tahun 1974 dijelaskan bahwa perkawinan sah dilakukan menurut agamanya masing -- masing. Perkawinan diizinkan jika laki -- laki dan perempuan sudah cukup umur atau sesuai ketentuan UU mengenai usia nikah, yaitu ber usia 19 tahun. Apabila salah satu dari kedua calon mempelai ada yang belum cukup umur nya, orang tua dari pihak yang bersangkutan bisa megajukan dispensasi nikah di pengadilan dengan alasa mendesak dan ada bukti yang cukup, mengapa pengadilan harus mengabulkan permohonan tersebut. 

Perkawinan itu dilarang apabila keduanya masih berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah ataupun lurus ke atas. Nah, prinsip dari perkawinan sendiri menurut UU nomor 1 tahun 1974 yaitu : tujuan dari sebuah perkawinan ialah membentuk keluarga yang bahagia, keluarga yang sakinnah, mawaddha, dan warohmah. Kemudian, hak dan kedudukan dari isteri seimbang dengan suami.

3. Seberapa penting sih dari adanya pencatatan perkawinan? 

Pasal 2 ayat (2) UU Perkawinan yang berbunyi "tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku" adalah norma yang mengandung legalitas sebagai suatu bentuk formal perkawinan. Pencatatan perkawinan dalam bentuk akta perkawinan (akta otentik) menjadi penting untuk memberikan jaminan kepastian hukum dan perlindungan hukum untuk setiap perkawinan. 

Oleh karena itu, DPR berpandangan bahwa perkawinan yang tidak dicatat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dapat diartikan sebagai peristiwa perkawinan yang tidak memenuhi syarat formil, sehingga hal ini berimplikasi terhadap hak-hak keperdataan yang timbul dari akibat perkawinan termasuk anak yang lahir dari perkawinan yang tidak dicatat sebagaimana ditentukan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

Di mata negara , perkawinan orang musliim yang belum dicatat oleh kantor urusan agama atau KUAdianggap tidak sah , atau bagi orang non muslim yang belum mencatatkan perkawinan ke kantor catatan sipil dinilai jugatidak sah. Pencatatan perkawinan diperlukan untuk melindungi hak warga negara untuk berkeluarga dan untuk mendapatkan jaminandari hukum positif, perlindungan hak -- hak tertentuserta kekuatan hukum bagi suami, istri dan anak.

Sebenarnya dalam perkawinan yang tidak dicatatkan, pihak yang akan sangat terdampak disini adalah sang istri dan anak, pasti ada akibat hukum yang terjadi jika perkawinan nya tidak dicatatkan, semisal mengenai nafkah istri kemudian hak -- hak anak seperti kewarisan dan status keperdataan sang anak. Dalam konteks filosofis, pencatatan perkawinan melambangkan ikatan sosial, keadilan dan kesetaraan, tanggung jawab, kelangsungan hidup manusia dan spiritual. 

Oleh karena itu pencatatan perkawinan harus dilakukan dengan penuh kesadaran dan keikhlasan untuk menjalani kehidupan bersama pasangannya. Dalam arti sosiologis, masyarakat harus menjadi saksi atau mengetahui bahwa pasangan tersebut menikah dan terdaftar di negara agar tidak menimbulkan fitnah.

Pernikahan dalam tinjauan sosiologis : Pada umumnya nikah di bawah tangan di Indonesia dipicu oleh empat faktor, yaitu: Pertama, berbenturan dengan aturan hukum positif.

Pernikahan di bawah tangan dilakukan untuk menghindari birokrasi yang berbelit-belit dan mungkin sulit untuk dilakukan. Selain itu dalam segi yuridis sendiri, perkawinan yang tidak dicatatkan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya karena masyarakat atau pasangan yang ingin menikah tidak mengetahui dan tidak mempunyai kesadaran akan hukum negara tentang perkawinan. Mereka juga tidak mengetahui akan pentingnya dokumen -- dokumen perkawinan atau juga bisa dikarenakan mereka tidak mampu membayar biaya pencatatan perkawinan dan lain-lain.

4. Perkawinan wanita hamil menurut ulama' dan kompilasi hukum islam.

 Didalam kompilasi hukum islam telah diatur beberapa hal mengenai perkawinan wanita hamil dalam pasal 53, yaitu : Seorang wanita hamil diluar nikah, dapat dikawinkan dengan pria yang menghamilinya, Perkawinan dengan wanita hamil yang disebut pada ayat (1) dapat dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya. Dengan dilangsungkan perkawinan pada saat wanita hamil, tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir. Para ulama' fiqh memiliki perbedaan pendapat mengenai perkawinan wanita hamil ini. 

a. madzhab hanafi : perkawinan itu sah, baik si perempuan menikah dengan laki -- laki yang menghamilinya atau tidak, boleh menikah dengan orang lain jika anak yang dikandung itu sudah lahir, dan boleh menikah asal sudah lewat dari masa haid dan suci.

b. madzhab maliki mengatakan tidak sah perkawinannya kecuali dia menikah dengan laki -- laki yang menghamilinya dan dengan syarat harus taubat terlebih dahulu.

c. pendapat madzhab syafi'i dari madzhab syafii ini mungkin yang dikatakan lebih longgar, bukan artinya madzhab syafii melegalkan zina. Menurut madzah syafii wanita yang zina itu tidak mempunyai iddah jadi jika melangsungkan perkawinan nikahnya tetap sah. 

5. Hal yang bisa dilakukan untuk menghindari terjadinya perceraian. 

Alangkah baiknya jika kita sudah siap dan yakin untuk menikah, itu berarti kita sudah harus memikirkan segala bentuk konsekuensi setelah menikah. Jangan sampai gegara hal -- hal yang sebenarnya bisa diselesaikan dengan baik, tapi malah hal kecil itu memacu sebuah pasangan untuk bercerai. Harus ada upaya agar pernikahan bisa tetap langgeng meskipun didalamnya pasti ada ujian dari Allah swt, contoh upaya yang bisa dilakukan misalnya :

selalu menjaga komunikasi antara suami dan istri, menghargai setiap apapun yang dilakukan oleh pasangan kita, yang paling penting jangan sampai ada tindaka kekerasan atau main fisik di dalam rumah tangga, menghindari sikap egois, memperbaiki kesalahan kesalahan, selalu berdoa kepada allah agar dijadikan keluarga yang di ridhoi oleh Allah. 

6. Aneka masalah hukum perdata Islam di Indonesia, karya Prof. Dr. Drs. H. Abdul Manan, S.H, S.IP.,M.Hum,. buku ini menghadirkan macam macam masalah perdata yang menjadi kewenangan pengadilan agama di Indonesia. Diantara tema inti dari buku ini yaitu : problematika nikah fasid dan hubugannya dengan pembatalan nikah dalam pelaksaanan hukum perkawinan Indonesia, pengangkatan anak, harta bersama, hibah, wasiat, hukum waris islam, hukum wakaf, dan sedekah. Inspirasi yang saya dapat setelah membaca buku ini yaitu ternyata banyak sekali problematika keperdataan di Indonesia, baik itu problematika dalam hukum keluarga seperti : 

nikah fasid, pembatalan perkawinan, tentang pengakuan anak, harta bersama dan banyal lagi dan beberapa prbolem -- problem yang berkaitan dengan hukum kebendaan. Yang mana kesemuanya tadi mejadi tugas dari pengadilan agama untuk dapat diselesaikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun