Perundungan adalah sebuah benih kejahatan yag jika dibiarkan ruang dan waktu untuk bertumbuh akan membuahkan buah yang pahit bagi setiap individu disekitarnya. Beberapa solusi yang dapat dilakukan oleh seorang siswa dalam memngambil peran untuk mencegah perilaku bullying adalah sebagai berikut:Â
- Komunikasi Terbuka dengan Teman dan GuruÂ
Selalu berkomunikasi dengan teman sekelas dan guru. Jika siswa merasa ada yang tidak beres, mereka harus berbicara dengan orang dewasa yang dipercaya. Membuat hubungan yang baik dengan guru juga bisa membantu siswa merasa lebih nyaman dalam melaporkan perilaku bullying yang mereka saksikan atau alami.Â
Jarang disadari bahwa banyak siswa, baik pelaku maupun korban, mungkin tidak memiliki keterampilan komunikasi yang memadai untuk mengekspresikan perasaan mereka dengan cara yang sehat. Korban bullying mungkin kesulitan untuk mengatakan "tidak" atau meminta bantuan, sementara pelaku mungkin tidak memahami dampak dari kata-kata atau tindakan mereka.Â
Ali bin Abi Thalib menyatakan bahwa Kezaliman akan terus ada bukan karena banyaknya orang-orang jahat, tapi karena berdiam dirinya orang-orang baik. Maka, kemampuan generasi hari ini yang dikenal dengan generasi strawberry yang merujuk pada tingginya sensitivitas emosional namun memiliki ketakutan dalam penilian membuat mereka lemah dalam berkomunikasi dan menyuarakana pa yang mereka alami dan tengah hadapi.Â
- Belajar Mengelola KonflikÂ
Dengan berkembangnya sensitivitas emosional dan ketergantungan terhadap teknologi membuat siswa hari ini mengalami kesulitan dalam mengelola konflik. Dengan banyaknya referensi dan sumber infomasi yang mereka mampu jelajahi di internet, membuat benturan di antara mereka tidak dapat terhindarkan.Â
Pengelolaan konflik ini juga menjadi pembelajaran yang tidak kalah penting dengan pembelajaran akademik. Ini merujuk pada data bahwa tingkat stres di kalangan siswa di Indonesia cukup memprihatinkan. Berdasarkan data yang dihimpun, sekitar 6,1% dari penduduk Indonesia berusia 15 tahun ke atas mengalami gangguan kesehatan mental, yang mencakup stres dan depresi. Pada remaja, khususnya, data menunjukkan bahwa 19% dari mereka memiliki ide untuk melakukan bunuh diri, sementara 45% telah melakukan tindakan menyakiti diri sendiri.Â
Selain itu, penelitian menunjukkan bahwa 1 dari 3 remaja Indonesia berusia 10-17 tahun menghadapi masalah kesehatan mental. Jenis gangguan yang paling umum adalah gangguan kecemasan, dengan prevalensi 3,7%, diikuti oleh gangguan depresi mayor (1%) dan gangguan perilaku (0,9%).
Sebagai sebuah contoh konflik yang marak terjadi dan melibatkan siswa adalah kasus geng motor. Di Sumatera Utara, masalah keterlibatan siswa dalam geng motor telah menjadi perhatian serius. Menurut Polda Sumut, banyak pelajar di bawah usia 20 tahun terlibat dalam aksi geng motor, yang sering kali melibatkan konvoi di jalan raya, serta membawa senjata tajam dan melakukan tindakan yang mengancam keselamatan pengguna jalan lain. Penegakan hukum terhadap mereka akan dilakukan secara tegas, meskipun terdapat mekanisme khusus untuk anak di bawah umur.
Siswa yang terlatih dalam keterampilan ini dapat berperan sebagai mediator di antara teman-teman mereka yang berselisih. Keterampilan ini hanya dapat diperoleh oleh siswa hanya jika ada Kerjasama dengan berbagai pihak, termasuk Sekolah. Kegiatan pembelajaran seperti Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5), Sekolah Ramah Anak, Penguatan peran Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS), dan beragam kegiatan positif dan bermakna di sekolah harus menjadi pilihan dan solusi bagi siswa dalam mencegah tindak perundungan melalui diskusi dan pertemuan yang mematangkan kemampuannya dalam berkomunikasi dan manajemen konflik.Â
Seorang guru sebagai seorang pribadi juga seyogianya mampu menjalankan peran untuk mencegah tindak perundungan di dalam kelas dan lingkungan belajar terlepas dengan penyusunan kebijakan-kebijakan sekolah, sebagai berikut:Â
Memberikan waktu untuk mendengar keluhan dan cerita siswaÂ