Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Open Desperation, Apa yang Terjadi di Balik Ramai Tagar "Desperate" di LinkedIn?

9 Oktober 2024   11:20 Diperbarui: 9 Oktober 2024   11:23 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keterbukaan di LinkedIn sering kali direspons dengan dukungan dari jaringan profesional, menciptakan solidaritas kolektif. | Ilustrasi gambar: freepik.com / rawpixel.com

Bagi sebagian orang, open desperation justru menjadi kesempatan untuk membangun personal branding yang lebih kuat. Mereka menunjukkan bahwa mereka adalah individu yang tidak takut menghadapi tantangan, bahkan saat berada di titik terendah. Namun, bagi yang lain, hal ini bisa memperlemah kredibilitas mereka di mata calon pemberi kerja atau rekan kerja.

Mengubah Keterbukaan Menjadi Kesempatan

Keterbukaan di LinkedIn bisa menjadi pedang bermata dua. Bagi mereka yang mampu memanfaatkannya dengan bijak, ini bisa menjadi cara untuk menunjukkan sisi manusiawi dari diri mereka di dunia yang semakin digital. Ketika dilakukan dengan hati-hati, berbagi kesulitan bisa menciptakan narasi yang lebih kompleks tentang siapa kita sebagai profesional. Dalam konteks ini, tren open desperation bisa dilihat sebagai evolusi dari cara kita membangun hubungan profesional di era digital.

Sebagaimana dikatakan oleh penulis besar, Leonard Cohen: "There is a crack in everything, that's how the light gets in." (Ada retakan di segala hal, di sanalah cahaya masuk). Keterbukaan terhadap kerentanan adalah bagian dari proses pertumbuhan, dan di LinkedIn, retakan ini mungkin adalah peluang bagi cahaya baru---dukungan, solusi, atau bahkan karier baru.

Apa yang bisa kita pelajari dari open desperation ?

Fenomena open desperation mengajarkan kita pentingnya menyeimbangkan antara menunjukkan kerentanan dan tetap menjaga profesionalisme. Di era di mana identitas digital kita menjadi bagian dari personal branding, keterbukaan ini bisa menjadi alat untuk membangun jaringan yang lebih otentik. Namun, seperti yang kita pelajari dari tren ini, keberanian untuk terbuka harus dibarengi dengan kehati-hatian.

 

Keterbukaan terhadap kerentanan di LinkedIn adalah pedang bermata dua; bisa menjadi peluang atau ancaman tergantung pada konteks. | Ilustrasi gambar: freepik.com / rawpixel.com
Keterbukaan terhadap kerentanan di LinkedIn adalah pedang bermata dua; bisa menjadi peluang atau ancaman tergantung pada konteks. | Ilustrasi gambar: freepik.com / rawpixel.com

Tren open desperation di LinkedIn tidak hanya tentang pencarian pekerjaan, tetapi tentang pencarian makna dalam dunia kerja yang penuh ketidakpastian. Pada akhirnya, ini bukan sekadar tanda putus asa, tetapi tanda perubahan budaya yang lebih luas dalam cara kita berkomunikasi dan terhubung secara profesional di era digital.

Maturnuwun,

Agil Septiyan Habib

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun