Hampir semua negara di dunia mengalami goncangan dahsyat. Tidak terkecuali negara-negara di Asia Tenggara. Indonesia yang pertumbuhan ekonominya sebesar 5,02% di tahun 2019, terpaksa terjun bebas di angka pertumbuhan 2,07% pada tahun 2020[4].
Beberapa negara ASEAN lain juga bernasib sama, bahkan sebagian lebih parah dari Indonesia. Malaysia dari 4,3% (tahun 2019) turun menjadi -5,6% (tahun 2020). Filipina bahkan mengalami pukulan telak dari sebelumnya sebesar 5,9% menjadi -9,5%.
Meskipun di tahun 2021 keadaan membaik tetapi kondisinya belum bisa dibilang pulih. Terutama dibandingkan keadaan sebelum pandemi. Apalagi ketidakpastian ekonomi global juga masih mengintai seiring konflik Rusia -- Ukraina, perang dagang AS -- China, dan sebagainya.
Inilah yang lantas mendorong para pemimpin negara untuk bersinergi dan berkolaborasi dalam  upaya bangkit dari keterpurukan ekonomi pasca pandemi.
"Gelagat" tersebut sudah ditampakkan mulai dari Presidensi G20 Indonesia tahun 2022 lalu yang mengusung tema "Recover Together, Recover Stronger", sampai dengan Keketuaan ASEAN 2023 yang mengusung tema "ASEAN Matters : Epicentrum of Growth" .
Melalui Keketuaan ASEAN 2023 Indonesia mendorong sesama anggota ASEAN untuk mengambil langkah kolektif guna mewujudkan Priorities Economic Deliverables (PEDs), utamanya terkait pemberdayaan ekonomi digital untuk mewujudkan konektivitas sistem pembayaran regional. Hal inilah yang lantas menginisiasi hadirnya RPC.
Revolusi Sistem Pembayaran
Seperti yang kita tahu, negara-negara anggota ASEAN mayoritas adalah "alumni" negara jajahan. Mulai dari Indonesia (dijajah Belanda, Inggris, Jepang), Malaysia (dijajah Inggris), Kamboja (dijajah Prancis), dan seterusnya kecuali mungkin Thailand yang tidak pernah dijajah.
Hal ini setidaknya memberi kita gambaran tentang satu hal, bahwasanya ASEAN memiliki keunggulan sumber daya alam yang membuat iri bangsa lain di luar kawasan. Belum lagi mengenai keindahan alam dan warisan budayanya yang juga punya potensi ekonomi luar biasa tinggi.
Disinilah peran penting RPC dalam mendorong akselerasi pertumbuhan ekonomi kawasan. Kehadiran QRIS antarnegara diharapkan mampu mendukung terlaksananya pembayaran lintas negara (cross-border payment) menjadi lebih cepat, mudah, transparan, dan inklusif.
Jika dikulik lebih jauh implementasi QRIS antarnegara ini bisa dibilang memberi kontribusi cukup besar dalam mendongkrak standar dan kualitas sistem pembayaran lintas batas, seperti :