Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Planmaker99, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Dua Sisi Makna Ramadan

1 April 2023   09:31 Diperbarui: 1 April 2023   09:44 594
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ramadan tahun ini adalah ramadan pertama anak saya belajar menunaikan ibadah puasa. Usianya baru menginjak 5 tahun 3 bulan, tapi dia cukup antusias untuk menjalankan puasa layaknya orang-orang dewasa.

Meskipun baru sebatas puasa setengah hari saja, akan tetapi hal itu sudah membuat hati saya senang sekaligus bangga karena untuk anak seusianya sudah mau berpuasa.

Sebenarnya tidak bisa dibilang mudah juga saat mengajaknya berpuasa. Sebagai anak kecil yang pintar bicara, ada saja alasan yang ia utarakan untuk menyangkal. Alasan yang lucu, dan kadang mengada-ada.

Namun, akhirnya ia luluh juga manakala Umi-nya memberikan iming-iming hadiah mobil-mobilan seperti yang ia rengekkan beberapa hari sebelum puasa.

"Kalau nanti Aa ikut puasa, Umi janji akan beliin Aa mobil-mobilan deh." Ujar Umi-nya beberapa waktu lalu.

"Iya udah deh. Nanti aku puasa. Tapi janji ya dibeliin mobilan." Timpalnya dengan logat polos khas seorang bocah.

Hari pertama setengah berhasil ia jalani. Lha, kok setengah berhasil? Iya, karena saat ia sedang bermain di rumah temannya, tiba-tiba ia melihat sang teman sedang asyik makan nuget.

Layaknya anak kecil yang mudah kepingin, ia pun langsung mengangguk ketika diberikan sepotong nuget yang tanpa pikir panjang langsung habis dilahapnya.

Ketika sang nenek yang biasa mendampinginya bermain melihat itu, maka ditegurlah si cucu, "Nak, kok makan sih. Kan lagi puasa." 

Sambil cengesesan anak saya tadi cuma bilang, "Aku lupa Mbah Uti." Tapi bukannya dihentikan, malah dihabiskan sepotong nuget tadi.

Mbah Uti-nya cuma bisa ketawa dan geleng-geleng kepala melihat tingkah cucunya waktu itu.

Setelah belajar dari kegagalan puasa hari sebelumnya, anak saya pun memulai kembali puasa di keeseokan harinya. Alhamdulillah kali ini berhasil.

Besoknya lagi gagal lagi. Katanya haus, gak kuat, karena tidak sahur. Padahal tidak sahurnya karena dia  susah banget dibangunin.

Melihat anaknya yang masih belum menampakkan tanda-tanda sukses berpuasa, uminya pun kembali mengingatkan akan potensi hadiah yang akan diterima nanti kalau dia berpuasa. Meski dengan cara sedikit "mengancam" sih.

"Kalau Aa gak puasa lagi, nanti gak dapat THR dari  umi lho."

Sejak saat itu anak saya terlihat lebih tabah dan kuat menjalankan ibadah puasa setengah harinya.

Menanam Kebiasaan

Ramadan kali ini bagi saya pribadi terasa sangat berbeda dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Meski sebenarnya pada setiap momen ramadan selalu saja ada hal-hal baru yang terjadi.

Tapi kali ini saya merasakan betul bagaimana menjadi seorang ayah yang berkewajiban untuk mendidik anak-anaknya.

Disamping menunaikan ibadah puasa, saya juga menjadikan momen ramadan ini untuk menambah intensitas ibadah sholat anak saya.

Jika sebelumnya ia hanya mau mengerjakan sholat maghrib saja, kini saya mulai mengajaknya untuk menunaikan sholat isyak juga.

Sebenarnya, pada waktu-waktu terdahulu ajakan serupa juga saya lakukan. Tapi yang namanya anak kecil sering susah-susah gampang saat diajarkan hal-hal baru.

Namun, momentum ramadan terasa pas sekali untuk menambah porsi latihan ibadah wajib itu. Mengajaknya sholat, di masjid pun saat di rumah.

Terkadang saat siang Mbah Uti-nya juga mengajak untuk menunaikan sholat dhuhur dan ashar. Meski angin-anginan juga anaknya saat mengikuti ajakan si Mbah.

Tapi bagaimanapun, kali ini saya masih menargetkannya untuk menunaikan sholat maghrib dan isyak terlebih dahulu. Pelan-pelan. Kelak, jika dirasa sudah siap saya pun akan meningkatkan porsi belajarnya lagi.

Bulan ramadan merupakan kesempatan berharga untuk memulai kebiasaan baik. Khususnya kebiasaan menunaikan ibadah yang sifatnya ritual seperti sholat dan juga puasa.

Antara Imbalan dan Kebiasaan

Saya kira cukup banyak diantara kita yang menikmati momen ramadan ini dengan iming-iming pahala berlipat ganda.

Sepuluh hari pertama bulan ramadan umat muslim akan mendapatkan rahmat. Sepuluh hari kedua Allah akan memberikan maghfiroh atau diampuninya dosa-dosa. Dan setiap muslim yang beribadah di sepuluh hari ketiga bulan ramadan akan dibebaskan dari api neraka.

Ada begitu banyak imbalan yang Allah janjikan.

Inilah momen dimana beribadah satu hari bisa mendapat ganjaran laksana ibadah seribu bulan. Pokoknya sekarang adalah momen obral pahala dari Sang Pencipta.

Tapi, dari sudut pandang yang lain bulan ramadan sejatinya merupakan momen emas untuk membangun kebiasaan baik pada setiap diri seorang muslim.

Ketika anak saya kelak sudah terbiasa menunaikan ibadah sholat wajib, maka itu akan terasa lebih bernilai ketimbang apapun.

Anak saya melihat imbalan sebagai motivasi awalnya untuk belajar beragama. Sedangkan saya sebagai orang tua melihat bahwa sebuah momen istimewa haruslah dimanfaatkan lebih dari sekadar ajang mengeruk imbalan sebesar-besarnya.

Inilah momen membentuk pribadi baru yang jauh lebih berkualitas dibanding sebelumnya. Makna ramadan bisa dilihat secara berbeda oleh setiap orang. Tetapi, selama itu sama-sama memantik ridho-Nya seharusnya tidak jadi masalah.

InsyaAllah.

Maturnuwun,

Agil Septiyan Habib

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun