Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Planmaker99, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Menyusuri Sebab Internal Kenaikan Harga BBM Bersubsidi dan 3 Upaya Strategis Mengatasinya

17 September 2022   05:34 Diperbarui: 17 September 2022   16:57 1089
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
BBM bersubsidi masih menjadi salah satu sumber problematika di Indonesia | Sumber gambar: Kompas.com/Dok.Pertamina

Bahan Bakar Minyak atau BBM masih kerapkali menjadi permasalahan pelik di negeri ini. Yakni tatkala harganya dinaikkan atau saat subsidinya dikurangi. Sehingga berimbas pada merangkak naiknya harga berbagai macam kebutuhan yang lain. BBM naik lagi masalah kembali lagi.

Kenaikan harga BBM bersubsidi hampir selalu terkait dengan kenaikan harga minyak dunia, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, anggaran subsidi yang jebol, dan lain-lain.

Seperti yang terjadi pada tahun 2022 ini dimana anggaran subsidi BBM telah naik sampai dengan 3 kali lipat gegara permasalahan dunia yang berkepanjangan, seperti masa pemulihan akibat Covid-19 sampai dengan perang Rusia-Ukraina.

Namun, sebenarnya kita tidak bisa terus-menerus menuding ketidakpastian global sebagai biang kerok utama dari masalah dalam negeri yang kita hadapi. Kita juga mesti peduli terhadap faktor-faktor lain khususnya kondisi internal yang turut memiliki andil terhadap situasi ini.

Jebolnya anggaran subsidi BBM juga turut ditentukan oleh melonjaknya konsumsi masyarakat. Realisasi konsumsi pertalite tahun 2021 lalu mencapai 23 juta kiloliter. Sedangkan tahun 2022 ini jumlahnya bisa saja mencapai 30 juta kiloliter apabila tidak ada tindakan pengetatan. Secara otomatis hal ini akan semakin memberatkan beban subsidi BBM itu sendiri.

Jumlah kendaraan bermotor yang terus bertambah dari tahun ke tahun menjadi penyebab utama terus melonjaknya konsumsi BBM kita. Kendaraan bermotor yang beredar pada tahun 2017 lalu jumlahnya 118.922.708 unit, kemudian naik menjadi 126.508.776 unit di tahun 2018, menjadi 133.617.012 unit pada tahun 2019, menjadi 136.137.451 unit tahun 2020, menjadi 143.797.227 unit tahun 2021, dan menjadi 149.707.859 unit pada tahun 2022.

Dari 149.707.859 unit kendaraan bermotor tahun 2022 tersebut, sepeda motor mendominasi dengan 119.536.624 unit (79.8%), diikuti mobil pribadi dengan 23.230.797 unit (15.5%), mobil barang 5.501.875 unit (3.7%), kendaraan bus 212.409 unit (0.14%), kendaraan khusus 85.371 unit (0.06%), dan kendaraan bermotor lainnya sekitar 1.140.783 unit (0.8%).

Jumlah tersebut besar kemungkinan masih akan terus bertambah pada tahun-tahun mendatang yang pada akhirnya juga akan menyebabkan konsumsi BBM bersubsidi semakin meningkat. Apabila kondisi tersebut tidak disikapi secara tepat maka gejolak sosial dalam merespon kenaikan harga BBM akan terus berulang dari waktu ke waktu.

Upaya Strategis

Mengapa jumlah kendaraan pribadi terus-menerus bertambah? Salah satu penyebabnya adalah masyarakat menginginkan keberadaan armada transportasi yang nyaman, murah, dan aman untuk dikendarai. Sesuatu yang mungkin bisa didapatkan dengan memiliki kendaraan pribadi.

Pembatasan pembelian BBM bersubsidi bukan solusi yang tepat untuk menuntaskan masalah | Sumber gambar : liputan6.com / merdeka.com / Arie Besuki
Pembatasan pembelian BBM bersubsidi bukan solusi yang tepat untuk menuntaskan masalah | Sumber gambar : liputan6.com / merdeka.com / Arie Besuki
Terlebih transportasi publik yang terdapat di Indonesia masih banyak yang belum memuaskan. Mulai dari kelayakan untuk dikendarai, belum adanya koneksi antar moda, sampai dengan jaminan keamanan bagi para penumpangnya.

Bagi orang-orang yang tinggal di wilayah pinggiran dengan minimnya akses terhadap angkutan umum tentunya tidak ada opsi lain dalam menunjang mobilitas kecuali memiliki kendaraan sendiri. Mungkin ada opsi menggunakan transportasi daring, akan tetapi biasanya muncul pikiran bahwa ongkos sekali jalannya bisa dipakai untuk membeli bensin beberapa liter.

Maka tidak mengherankan apabila dorongan membeli kendaraan sendiri lebih diprioritaskan ketimbang opsi-opsi lainnya.

Dalam hal ini perlu adanya upaya strategis untuk mengantisipasi segala kemungkinan terkait peningkatan jumlah kendaraan bermotor agar konsumsi BBM bersubsidi lebih mungkin untuk dikendalikan atau agar tidak sampai melewati batas anggaran yang sudah ditetapkan sebelumnya.

Setidaknya ada 3 upaya strategis untuk merealisasikan hal ini, yaitu :

  • Memperbaiki Kualitas Layanan dan Meningkatkan Koneksi Antar Moda Angkutan Umum
  • Menetapkan Standar Engineering Produksi Kendaraan Bermotor (Khususnya Mobil) Keluaran Terbaru
  • Melakukan Akselerasi Penggunaan Kendaraan Listrik

1>> Memperbaiki Kualitas Layanan dan Meningkatkan Koneksi Antar Moda Angkutan Umum

Sebagai kawasan terpadat di Indonesia, jumlah pengguna transportasi umum di Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi) menurut catatan Kementerian Perhubungan tahun 2020 lalu prosentasenya baru mencapai 32% saja dari idealnya 60-70%.

Angkutan umum mempunyai peran penting dalam mereduksi jumlah kendaraan pribadi | Sumber gambar : kompas.com
Angkutan umum mempunyai peran penting dalam mereduksi jumlah kendaraan pribadi | Sumber gambar : kompas.com
Maka bisa diasumsikan bahwa sekitar 68% sisanya masih menggunakan kendaraan pribadi sebagai penopang mobilitas atau untuk menunjang kegiatan sehari-hari mulai dari sekolah, bekerja, dan segenap aktivitas lainnya.

Keengganan kita menggunakan transportasi umum sudah menjadi rahasia umum. Terutama karena kompleksnya permasalahan transportasi seperti kemacetan, keamanan dan kenyamanan berkendara, hingga durasi waktu tempuh.

Menurut survei Polling Institute sebagaimana dirilis oleh katadata.com, transportasi umum masih menempati urusan ke-4 moda transportasi yang paling sering dipergunakan. Peringkat pertama diduduki kendaraan pribadi (41.4%), disusul ojek online (28.4%), selanjutnya yaitu taxi online (5.6%), baru kemudian transportasi umum (2.4%).

Mengutip dari laman kompas.com, setidaknya ada 5 alasan utama mengapa masyarakat enggan menggunakan transportasi umum sebagai penunjang mobilitasnya, yakni waktu tempuh yang lebih lama, kondisi sesak dan berjubel, jadwal yang tidak terkendali, keterbatasan waktu operasi, dan biaya yang mahal.

Beberapa hal tersebut merupakan pekerjaan rumah yang mesti dituntaskan oleh semua pihak otoritas terkait. Percuma saja menggembar-gemborkan penggunaan angkutan umum apabila layanan yang diberikan tidak mampu memenuhi ekspektasi pengguna.

Masyarakat akan dengan sendirinya beralih menggunakan transportasi umum apabila hal itu dirasa lebih menguntungkan jika dibandingkan menggunakan kendaraan pribadi. Angkutan umum akan lebih dipilih jikalau hal itu memberikan waktu tempuh lebih cepat. Apalagi jika ditunjang dengan situasi kendaraan yang nyaman untuk ditempati tanpa harus berdesak-desakan.

Hal itu bisa diupayakan dengan jadwal keberangkatan yang padat antar kendaraan sehingga penumpang tidak perlu kejar-kejaran untuk mendapatkan angkutan pertama. Selain itu, ketersediaannya juga sebisa mungkin mampu mengakomodasi waktu mobilitas masyarakat dalam beraktivitas sehari-hari.

Salah satu hal terpenting perihal transportasi adalah terkait biaya. Ongkos yang lebih murah ketimbang saat menggunakan kendaraan pribadi tentu akan menjadi pertimbangan tersendiri untuk lebih mengedepankan penggunaan transportasi publik.

2>> Menetapkan Standar Engineering Produksi Kendaraan Bermotor (Khususnya Mobil) Keluaran Terbaru

Jumlah mobil pribadi pada tahun 2022 ini yang sudah mencapai 23.230.797 unit (15.5%) tentu bukanlah jumlah yang sedikit. Bayangkan apabila semua mobil pribadi tersebut mengonsumsi BBM bersubsidi, maka sudah barang tentu akan sangat menguras kuota BBM yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.

Rata-rata konsumsi BBM mobil setiap tahunnya bisa mencapai 1.500 liter. Dengan jumlah mobil pribadi yang mencapai 23 juta lebih maka bisa dihitung berapa besaran konsumsinya.

Mobil pribadi merupakan salah satu pengonsumsi terbesar BBM bersubsidi yang perlu diperhatikan | Sumber gambar : kompas.com
Mobil pribadi merupakan salah satu pengonsumsi terbesar BBM bersubsidi yang perlu diperhatikan | Sumber gambar : kompas.com
Peraturan pengkhususan jenis mobil tertentu yang diperbolehkan menggunakan BBM bersubsidi mungkin diatas kertas bisa dilakukan. Namun tantangan implementasi di lapangan pasti akan jauh lebih sulit. Apalagi pihak SPBU selaku garda terdepan dalam pendistribusian BBM ke masyarakat merupakan unit bisnis yang berorientasi keuntungan.

Sangat mungkin bagi mereka untuk lebih mengedepankan kecepatan penjualan ketimbang harus memilih dan memilah kendaraan yang boleh dan tidak boleh menggunakan BBM jenis tertentu. Sehingga perlu adanya kebijakan yang menyasar lebih mendasar ketimbang hal itu.

Mendorong proses rekayasa fabrikasi (engineering) di perusahaan-perusahaan produsen mobil mungkin bisa dilakukan. Yakni dengan menetapkan peraturan dimana mobil-mobil keluaran terbaru harus dan hanya bisa mengonsumsi bensi dengan ron tinggi. Atau bahkan untuk mobil mewah hanya bisa menggunakan bensin dengan ron kelompok non subsidi.

Asumsi dasarnya adalah para pemilik mobil adalah mereka yang memiliki kondisi ekonomi mampu. Sehingga terkait BBM pun seharusnya turut bisa menyesuaikan.

Apabila masalahnya adalah bahwa para pemilik mobil juga perlu disubsidi maka sebaiknya menggunakan moda transportasi umum saja. Tentu dengan catatan bahwa layanan yang ada harus memenuhi harapan masyarakat yakni perihal kenyamanan, keamanan, dan keterjangkauan biaya.

Sebenarnya upaya "pemaksaan" dengan mendesain mobil harus menggunakan bensin ron tinggi tidak perlu dilakukan apabila para pemilik mobil bijak untuk menggunakan bensi ron tinggi sehingga kondisi kendaraan menjadi lebih baik secara performa. Hanya saja memang perihal biaya bisa menjadi pertimbangan diatas segalanya.

3>> Melakukan Akselerasi Penggunaan Kendaraan Listrik

Kendaraan listrik mungkin saat ini sudah gencar dikampanyekan dan digemabar-gemborkan. Akan tetapi hal itu masih belum bisa menutupi kenyataan bahwa jumlah pengguna kendaraan listrik masih sangat sedikit. Terutama apabila dibandingkan dengan pengguna kendaraan berbahan bakar fosil.

Kendaraan listrik mungkin akan menjadi solusi jangka panjang dari problematika BBM bersubsidi | Sumber gambar : kompas.com
Kendaraan listrik mungkin akan menjadi solusi jangka panjang dari problematika BBM bersubsidi | Sumber gambar : kompas.com
Per Akhir Juli 2022 yang lalu jumlah sebaran kendaraan listrik baik untuk sepeda motor maupun mobil mencapai 22.671 unit. Sangat jauh tertinggal dengan jumlah peredaran kendaraan berbahan bakar fosil.

Harga kendaraan listrik yang masih cukup mahal menjadi penyebab utama mengapa laju pertumbuhan kendaraan listrik realtif rendah. Disamping itu, stasiun pengisian baterai juga masih sangat sulit dijumpai. Sehingga akan menyulitkan para pemilik kendaraan untuk mengisi daya kendaraannya.

Apalagi saat ini kendaraan listrik masih dalam tahap perkembangan sehingga tidak menutup kemungkinan beberapa waktu mendatang situasinya akan jauh lebih mendukung. Sehingga tugas kita adalah mendorong sarana dan prasarana penunjang kendaraan listrik tersebut agar sesegera mungkin disiapkan.

Mulai dari regulasi hingga kesiapan infrastruktur penunjang. Terlebih edukasi kesadaran masyarakat terkait arti penting menjaga kelestarian alam dengan memberdayakan energi terbarukan.

Info grafis pribadi
Info grafis pribadi

Infografis pribadi/serba-serbi kenaikan harga BBM bersubsidi
Infografis pribadi/serba-serbi kenaikan harga BBM bersubsidi

Salam hangat,

Agil S Habib

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun