Meski dewasa ini kita semakin paham bahwa Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) hanyalah sebagian kecil hal yang dijadikan sebagai rujukan pertimbangan menilai kualitas diri calon pekerja.Â
Masih ada kecerdasan emosi dan juga spiritual yang melengkapi atribut kemampuan intelektual seorang calon pekerja apakah layak atau tidak menjadi bagian dari tim kerja tersebut.
Dengan demikian, seorang pencari kerja harus memiliki keyakinan bahwa meskipun ada sisi yang kurang dari dirinya (misalnya terkait IPK yang sedang-sedang saja), sebaiknya hal itu juga diimbangi dengan keterampilan atau keahlian penting lain yang mampu dijadikan nilai tambah perihal keberadaan dirinya. Sesuatu yang menjadikan kita bisa berdaya guna lebih dari orang-orang kebanyakan.
2. Almamater Pendidikan Kurang "Branded"
"Kamu lulusan Perguruan Tinggi mana?", sebuah pertanyaan yang mungkin cukup sering diajukan kepada para orang-orang baru di lingkungan tempat kerjanya.Â
Saat yang bersangkutan menjawab dengan nama-nama dari perguruan tinggi ternama maka respon dari si penanya biasanya adalah "Oh, lulusan UI ya?!", atau "Oh, jebolah UGM ya?!", atau "Oh, alumni ITS!", serta masih banyak lagi respon standar lainnya saat menerima pengakuan dari seseorang yang menunjukkan dirinya berasal dari perguruan tinggi ini dan itu.
Sementara saat jawabannya adalah nama dari perguruan tinggi kurang populer maka responnya adalah, "Di mana itu letak kampusnya?" atau "Di daerah mana kampus itu?", dan sebagainya.Â
Disisi lain, para peminat dari perusahaan multinasional umumnya adalah mereka yang berlatar perguruan tinggi populer. Dan hal ini biasanya rentan membuat seseorang minder dan kalah mental di awal.
Padahal almamater sendiri hanyalah sebuah keuntungan kecil yang tidak menentukan keseluruhan terkait layak atau tidaknya seseorang bekerja di suatu tempat. Kuncinya justru berada pada kemampuan serta keterampilan kita masing-masing.Â
Biarpun berasal dari kampus atau lembaga pendidikan ternama hal itu masih belum bisa menjamin bahwa orang-orang jebolannya akan serta merta berstatus unggul.
Lagipula kita tidak bisa mengeluhkan latar belakang pendidikan dari almamater mana kita berasal. Cukup bagi kita bertekad membuktikan bahwa meski berasal dari perguruan tinggi antah barantah sekalipun kita masih tetap mampu berbuat sesuatu yang lebih baik.