Seolah baru beberapa waktu lalu layar televisi menjadi satu-satunya pusat hiburan dan informasi publik untuk melihat berbagai fenomena ataupun peristiwa yang terjadi nun jauh di sana. Namun dalam sekejap semua seperti berubah begitu saja.Â
Meskipun masih menjadi primadona sebagian masyarakat, televisi lambat laun semakin ditinggalkan. Khususnya oleh para generasi baru yang lebih nyaman dengan memperhatikan layar gawai mereka.Â
Berita-berita yang dulu terlihat begitu nyaman dinikmati melalui lembaran koran atau surat kabar kini pun semakin dirasa kurang praktis. Lebih enak membaca berita terbaru melalui laman media sosial, situs portal berita, dan sejenisnya. Hal ini merupakan sebagian kecil dari potret bergesernya arus zaman di mana semua didesain serba lebih praktis, lebih mudah, lebih efisien, dan seterusnya.
"Kompeksitas era digital yang menjadi bagian hidup kita saat ini bisa jadi sebenarnya terbentuk oleh sesuatu yang sangat sederhana namun terangkai dan terkolaborasi satu sama lain. Bahkan zaman pun bisa berubah drastis oleh karena fungsi 'if' yang menjadi pondasi penyusunnya."
Dulu kita melihat seseorang memiliki handphone saja terasa luar biasa. Kini, bahkan seorang balita pun bisa saja memilikinya. Kita bisa melihat perkembangan yang sangat luar biasa di bidang teknologi informasi selama kurun waktu beberapa tahun terakhir.Â
Profesor Rhenald Kasali mengatakan bahwa saat ini merupakan salah satu masa perubahan zaman terbesar yang pernah terjadi sepanjang sejarah. Seolah-olah terjadi lompatan luar biasa dari zaman analog menuju zaman digital.Â
Kita bisa melihat betapa besarnya eksistensi digitalisasi khususnya selama periode pandemi seperti sekarang. Mereka yang menjadikan teknologi digital sebagai komandan terlihat lebih nyaman menjalani periode sulit seperti sekarang.Â
Para pelaku bisnis digital disebut-sebut menikmati "kue" keuntungan yang sangat luar biasa sementara pelaku bisnis lainnya tengah kembang kempis mempertahankan eksistensi dirinya masing-masing.
Pilar-pilar teknologi digital seperti big data, artificial intelligence, cloud computing, internet of thing, app, dan sebagainya benar-benar menunjukkan tajinya dengan sangat luar biasa. Mereka yang menyadari zaman telah bergeser lantas berbondong-bondong mentransformasi dirinya sendiri.Â
Mereka menyadari bahwa pilihannya hanyalah berubah atau mati. Dalam hal ini opsi perubahan itu adalah dengan mengedepankan pilar-pilar teknologi digital sebagai penyangga sekaligus penopang utama.Â
Sepertinya kita tengah melihat sebuah era baru yang lebih canggih, lebih kompleks, dan lebih modern daripada era terdahulu yang pernah kita lalui.Â
Padahal jika ditilik lebih jauh sebenarnya kecanggihan teknologi digital yang kita saksikan sekarang ini "hanya" dibentuk oleh sekumpulan fungsi "If" yang terkoneksi dan terintegrasi satu sama lain sehingga membentuk jalinan yang sistematis, kompleks, serta tersruktur rapi. Hasil akhirnya adalah sistem tata kelola baru yang termanifestasi ke dalam pilar-pilar teknologi digital tadi.
"If.."
Beberapa waktu lalu ada sebuah berita luar biasa di China perihal tertangkapnya seorang pelaku kejahatan selepas 20 tahun ia melakukan aksi kejahatannya itu. Padahal jeda waktunya sudah sangat jauh, 20 tahun. Padahal sang pelaku kejahatan pun sudah melakukan operasi plastik sehingga terlihat jauh berbeda dengan penampakan dirinya yang dulu. Tapi ternyata ia berhasil ditangkap.Â
Apa yang menjadi kunci keberhasilan pihak keamanan di negara tirai bambu tersebut sehingga berhasil mengungkap kasus kejahatan yang terus menjadi misteri selama 20 tahun?
Ternyata itu berkat jasa dari Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan yang berhasil mendeteksi wajah seseorang melalui titik-titik unik pada wajahnya. Titik-titik unik tersebut bahkan tidak akan berubah meski dilakukan operasi plastik sekalipun (Tulisan Dahlan Iskan, disway.id : Pembunuh Fa-Lao).
AI memang sangat luar biasa karena berhasil membantu aparat hukum mengungkap kasus yang sudah begitu lama. Namun yang lebih luar biasa lagi adalah cara kerja AI itu sendiri. Ia mendeteksi titik-titik unik dari tubuh seseorang melalui rekaman gambar yang ditangkap oleh kamera yang tersebar luas di segenap penjuru.Â
Gambar yang ditangkap oleh kamera kemudian dianalisa satu persatu dan dicocokkan dengan big data yang ada. Apabila terjadi kecocokan maka ia yang terdeteksi akan ditindak lebih lanjut. Dalam hal ini si pelaku kejahatan 20 tahun lalu itu telah menjadi "korban" kehebatan AI.
Bagaimana AI bisa melakukan analisa sedemikian akurat dengan objek amatan yang luar biasa banyak itu? Penjelasan detailnya mungkin akan sangat rumit dan kompleks. Saya pun belum tentu bisa menjabarkannya secara jelas dan rinci. Namun secara sederhana cara kerja AI adalah berdasarkan fungsi logika "jika".Â
Katakanlan misalnya untuk kasus pendeteksian titik-titik unik pada wajah seseorang. "Jika" beberapa titik yang "disyaratkan" untuk mendeteksi identitas seseorang cocok dengan record pada big data maka ia akan "tervonis" sebagai "yang dimaksud". "Jika" kombinasi dari beberapa titik-titik unik tersebut ternyata tidak atau jauh kecocokannya dengan data pada pusat database maka ia adalah orang lain.Â
Proses itu dilakukan terus-menerus dan satu persatu. AI melakukan pencocokan satu persatu antara Daftar Pencarian Orang (DPO) dengan tangkapan kamera yang tersebar di berbagai penjuru itu. Apabila kita pernah menggunakan Microsoft Excel dan mengoperasikan fungsi "If", mungkin akan lebih mudah untuk memahami logika AI dalam menjalankan tugasnya.
"If" adalah penjebatan segala kemungkinan yang akan terjadi dari setiap situasi dan kondisi. Katakanlah jika "turun hujan" maka seseorang akan memakai "jas hujan". Â Sedangkan jika "tidak turun hujan" maka seseorang memiliki kemungkinan lain yaitu mengenakan "baju biasa", "telanjang", "mengenakan kaos", dan masih banyak lagi yang lain.Â
Keberadaan kemungkinan lain yang lebih banyak memunculkan "If" yang lain sehingga sebuah kondisi menjadi lebih terarah dan terfokus. Dan hal ini berlaku untuk beragam hal dengan tingkat kompleksitas yang bervariasi.Â
Dalam konteks AI, big data, cloud computing, app, dan sejenisnya "If" adalah fondasi yang mendasari cara kerja pilar-pilar teknologi digital. "If" berkolaborasi dan berkorelasi dengan segenap elemen lain sehingga menciptakan sesuatu yang luar biasa sehingga mewakili kecerdasan manusia dalam rupa yang lebih tidak mengenal lelah dan juga tidak mengenal waktu.
Pernah menggunakan layanan daring seperti Gojek atau Grab? Saat melakukan pemesanan kita umumnya memasukkan lokasi kita saat ini dan lokasi mana yang dituju. Algoritma sistem yang dibangun oleh Gojek dan Grab kemudian membaca instruksi tersebut dengan mengimplementasikan cara kerja "If" tadi.Â
Pertama, jika kita adalah seseorang di wilayah Mall Taman Anggrek melakukan pemanggilan driver Gojek atau Grab, maka driver yang merespok adalah orang-orang yang berada di sekitaran daerah itu dalam radius yang ditentukan oleh sistem.Â
Misalnya request kita tadi hanya bisa direspon dalam radius 2 kilometer saja. Sehingga driver yang berada di kawasan Mall Ciputra Tangerang tidak akan turut merespon. Algoritma tersebut dibangun sedemikian rupa sehingga semua bisa dilakukan dengan lebih praktis dan mudah.
Coba kita ingat masa-masa ketika kita memanggil taksi dahulu. Kita menelepon operator taksi dan menyampaikan pemesanan. Sang operator pun kemudian menghubungi driver dan menanyakan siapa yang berada pada lokasi terdekat dari pemesan. Driver yang merespon maksud dari operator lantas meluncur menuju lokasi kita yang melakukan pemesanan taksi.Â
Proses semacam itu dimasa kini sudah diwakili oleh sistem yang terkoneksi. Sehingga prosesnya menjadi lebih cepat dan praktis. Cukup dengan menginstal sebuah app tertentu maka sesuatu yang kita butuhkan bisa ditindaklanjuti dengan lebih mudah dan praktis.
Kita kini sudah menyaksikan betapa zaman telah berkembang dengan sangat luar biasa. Semua kebutuhan dengan mudah dipenuhi cukup dengan mengakses layar gawai di genggaman tangan kita. Padahal kedahsyatan itu terjadi dengan dipelopori oleh sebuah tulisan pendek "If". Namun efek yang ditimbulkannya ternyata amatlah besar.Â
Dalam hal ini kita mungkin harus melihat betapa sesuatu yang luar biasa dan memiliki kompleksitas tinggi itu pada dasarnya disusun oleh sesuatu yang amat sederhana. Mirip dengan materi alam semesta yang sejatinya hanya dibentuk atom yang saling terkoneksi. Â
Salam hangat,
Agil S Habib
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H