Jikalau kondisi seperti itu terjadi, maka kita harus bersiap menerima kenyataan pahit sebagaimana pernah alami dahulu. Terkekang oleh syarat "gono-gini" dari IMF yang riskan membuat kita kehilangan kedaulatan menentukan kebijakan.
Sayangnya, itu bukan akhir dari risiko yang ditimbulkan oleh COVID-19. Apabila dalam jangka panjang ternyata kita gagal membayar hutang-hutang yang bejibun jumlanya itu, hal itu riskan membuat kita menjadi negara bangkrut. Berkaca dari Yunani, Argentina, Venezuela, dan beberapa negara lain yang mengalami kondisi bangkrut.Â
Efek yang dialami oleh negara bangkrut diantaranya pasar saham crash, semua lembaga keuangan mengalami kegagalan, program pendanaan pemerintah berakhir, keamanan terganggu, bisnis-bisnis tutup, penjarahan masal, hingga perubahan tatanan sistem pemerintahan.Â
Tahun 1998 Indonesia "hampir" mengalami nasib nahas itu, dan sebuah era pemerintahan yang disebut "order baru" itu menemui "ajal". Berganti dengan era yang dinamai dengan "era reformasi".
Kondisi 2020 semakin pelik. Sengatannya dirasakan oleh banyak negara. Semua pun was-was seiring kemungkinan akhir dari pandemi yang serba tidak jelas. Ditengah situasi semacam itu, setiap negara juga dituntut untuk tetap eksis.Â
Tak ayal hutang pun menjadi jalan keluar. Hutang pun makin menumpuk. Termasuk juga dialami oleh Indonesia. Perkara hutang akan dilunasi dengan cara apa dan oleh siapa adalah urusan nanti. Yang penting adalah sekarang.Â
Syukur-syukur jika pemerintah yang ada sekarang mampu melunasi tunggakan yang dibuatnya tepat sebelum masa baktinya berakhir. Karena akan menjadi sangat "sakit" apabila hutang tersebut kembali diwariskan kepada "rezim" selanjutnya yang tidak memiliki kesepahaman dengan rezeim yang ada sekarang. Lebih sakit lagi apabila hutang-hutang itu mengalami gagal bayar.
Sebagai warga negara tentu kita tidak cukup memiliki kewenangan atas kebijakan-kebijakan semacam itu. Kita hanya bisa mencoba berperilaku cermat dan cerdas di tengah situasi pandemi sembari berharap bahwa pandemi ini segera berakhir.Â
Sehingga tidak perlu lagi pemerintah hutang san-sani untuk tetap mempertahankan eksistensi negara kita. Dan kita harus cukup yakin bahwa semua akan segera kembali membaik seperti semula.
Salam hangat,
Agil S HabibÂ