Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Strategi Perang Sun Tzu dalam Perang Melawan Covid-19

15 April 2020   07:35 Diperbarui: 15 April 2020   07:48 1083
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Strategi Perag Sun Tzu | Sumber gambar: esports.id

Sun Tzu dikenal sebagai salah satu ahli strategi perang terhebat yang pernah ada. Keberadaan sosoknya yang sudah ratusan bahkan ribuan tahun yang lalu itu ternyata hingga saat ini masih dikenang oleh banyak orang, terutama berkat gagasan hebat strategi perangnya. Ide-idenya yang brilian telah diadopsi oleh banyak tokoh dunia untuk memenangi pertempuran yang terjadi pada masanya. 

Tidak hanya itu, hingga saat inipun strategi perang ala Sun Tzu masih terus eksis dipakai banyak kalangan di berbagai lini kehidupan seperti bisnis, politik, dan lain sebagainya. Gagasannya yang universal membuatnya layak untuk diimplementasikan dalam pelbagai bidang. 

Bukan tidak mungkin strategi perang Sun Tzu bisa sangat membantu kita dalam memenangi peperangan melawan virus mematikan COVID-19 yang saat ini tengah marak terjadi. Strategi Perang Sun Tzu mungkin bisa menjadi rujukan perihal apa dan bagaimana yang harus kita perbuat untuk menuntaskan pandemi ini.

Ada sangat banyak kalimat petuah dari Sun Tzu yang mendasari konsep strategi perang. Sesuatu yang barangkali patut untuk kita perhatikan agar langkah yang kita tempuh nantinya mampu berujung manis serta menghindarkan kita dari tindakan mati konyol. Dari sekian banyak petuah strategi Sun Tzu, saya menggarisbawahi beberapa diantaranya yang sekiranya cukup relevan terkait upaya kita melawan pandemi COVID-19. Berikut adalah diantaranya :

Kenalilah musuhmu, kenalilah dirimu sendiri. Maka kita akan memenangi semua pertempuran.

Kalimat ini barangkali merupakan salah satu kalimat paling populer dalam khazanah konsep peperangan dunia. Bahwa mengenali diri sendiri dan juga mengenali musuh yang dihadapi merupakan sesuatu yang pokok dan penting untuk dilakukan. Kita perlu tahu sipa diri kita secara utuh. Apa kelemahan dan kekuatan kita. Demikian juga dengan kondisi pihak lawan. Poin-poin apa saja yang sekiranya perlu kita pahami hingga bisa merumuskan sebuah tindakan yang menjurus pada sasaran secara tepat.

Dalam perang melawan COVID-19, kita perlu tahu batasan diri kita seperti apa. Riwayat kesehatan kita bagaimana. Lingkup pergaulan kita seperti apa. Risiko aktivitas keseharian kita bagaimana. Kita perlu melihat secara rinci hal-hal yang berpotensi "menyakiti" diri kita serta hal-hal yang menjadi sisi keunggulan diri kita. Hal ini penting untuk dilakukan agar kita bisa mengambil langkah yang mengimbangi karakter dari COVID-19. 

Di sini penting juga bagi kita untuk memiliki pengetahuan yang mencukupi tentang COVID-19 itu seperti apa. Apa ancaman yang dibawanya, seperti apa kelemahannya, bagaimana cara kerjanya, dan sejenisnya. Singkat kata, kita perlu tahu banyak hal terkait karakteristik diri kita, lingkungan kita, serta karakteristik dari virus itu sendiri. Tujuannya tidak lain adalah agar kita bisa mengambil sebuah sikap yang tepat, dan langkah yang bijak untuk melawan virus corona ini.

Kebijakan yang ditelurkan pemerintah bisa menjadi sesuatu yang salah atau benar tergantung dengan ketepatan pemahaman mereka terhadap hal ini. Bahkan jangkauannya mungkin jauh lebih komplek ketimbang ranah masing-masing individu. Salah langkah sama artinya menyakiti banyak orang. Seperti terkait kebijakan pembatasan aktivitas antar individu yang apabila diterapkan secara sembrono berisiko menciptakan kekacauan yang pada akhirnya membuat kita sebagai pihak yang kalah.

Kecepatan adalah inti perang. Tuntaskan segera.

COVID-19 dinyatakan sebagai pandemi global oleh Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO baru sejak bulan Maret lalu. Tapi korban terinfeksi kini sudah hampir mencapai 2 juta jiwa. Ratusan ribu nyawa melayang. Begitu cepat dan begitu singkat tapi jumlah korban yang ditimbulkan sudah sangat banyak. 

Mau tidak mau hal ini menuntut kita untuk bergerak lebih cepat. Membuat kebijakan secara cepat, memberlakukan kebijakan secara cepat, melakukan riset obat secara cepat, menciptakan birokrasi cepat, dan sejenisnya. Kecepatan adalah intinya. Semakin lama pandemi ini dituntaskan, maka semakin banyak korban yang bertumbangan.

Kita tidak hanya berjuang untuk bertahan hidup dari serangan virus yang bisa darimana saja berasal. Tapi kita juga berjuang dengan waktu. Diluar sana kita tidak tahu siapa-siapa saja yang menjadi carrier virus ini. Semakin cepat kita mendeteksi dan menanggulanginya maka akan semakin baik. 

Benar kata Bapak Jusuf Kalla, "Lebih Cepat, Lebih Baik." Jika selama ini penyiapan sebuah vaksin butuh waktu hingga menahun, maka pandemi COVID-19 menuntut kita untuk merombak "kebiasaan lama" itu. Beberapa negara seperti China atau Korea Selatan sudah mengupayakan hal itu. Apakah Indonesia akan berupaya melakukan hal serupa? Kita harus bergerak lebih cepat. Bergegas menuntaskan pandemi ini. Karena kalau tidak maka efeknya akan semakin buruk dalam jangka panjang.

Berfikir menang terlebih dahulu baru berperang. Bukan sebaliknya.

Mindset dan keyakinan bahwa kita bisa memenangi perang melawan COVID-19 adalah kunci yang mesti kita pegang teguh. Keyakinan bahwa terinfeksi bukanlah akhir dari segalanya adalah gagasan yang mesti terpatri di benak para korban. Kita harus berfikir bahwa COVID-19 ini bisa dikalahkan. Tanamkan pikiran positif, perasaan positif, dan optimisme bahwa kita akan mengakhiri semua ini dengan senyum kemenangan. Bukan sebaliknya. 

Untuk bisa menyikapi secara demikian, kita butuh dukungan dari semua pihak terutama media. Pemberitaan tentang bahaya COVID-19 memang penting, tapi semestinya hal itu sebatas sebagai informasi untuk mempelajari dan apa yang perlu kita tahu tentang "musuh" kita tersebut. Bukan malah membesar-besarkan pemberitaan tentang ketidakberdayaan, keterpurukan, atau banyaknya korban meninggal dunia. Sudut pandang pemberitaan harus sedikit diubah dengan orientasi menumbuhkan keyakinan bahwa kita bisa menang melawan virus ini.

Pikiran penuh optimisme adalah cara melawan ketakutan. Karena bukan tidak mungkin ketakutan kita terhadap COVID-19 ternyata lebih berbahaya ketimbang COVID-19 itu sendiri. 

Situasi semacam ini membuat kita menghadapi musuh ganda. Musuh COVID-19 dalam artian yang sebenarnya, serta musuh ketakutan yang terpatri di benak kita. Dengan menyingkirkan ketakutan itu maka setidaknya kita telah menyingkirkan salah satu musuh yang bisa menjerumuskan kita dalam keputusasaan. 

Selain itu, kita mesti memahami cara kerja hukum gaya tarik (Law of Attraction). Semakin kita mengkhawatirkannya maka apa yang kita takutkan itulah yang justru akan terjadi. Pikirkan yang positif, rasakan optimisme, dan yakinkan diri bahwa kita akan baik-baik saja. Dengan catatan kita tidak menganggap remeh situasi serta bersikap waspada, maka seharusnya tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

Seranglah dimana mereka tidak bertahan, untuk memastikan kemenangan.

COVID-19 ditengari sangat lemah ketika berada diluar tubuh inangnya. Mereka bisa dibunuh dengan mudah saat masih berada diluar tubuh seseorang. Dalam hal inilah gaya hidup bersih memiliki peranan penting. Cuci tangan dengan sabun bisa membunuh virus yang menempel di tangan. 

Menyemprotkan cairan disinfektan pada tempat-tempat yang ditengarai menjadi tempat menempel virus juga merupakan cara yang tepat untuk membunuh virus diluar "teritorinya". Pada saat virus berada diluar tubuh, itulah periode dimana virus bisa menginfeksi siapa saja sekaligus saat dimana virus bisa dibasmi dengan mudah.

Bertahanlah dimana mereka pasti menyerang, untuk menjaga diri kita tetap teguh.

Senada dengan pernyataan sebelumnya bahwa virus bisa menginfeksi siapa saja saat ia berada diluar tubuh inang. Dalam hal ini proteksi diri perlu dilakukan. 

Mengenakan masker, melakukan social distancing, dan melakukan beberapa anjuran lain dari pakar kesehatan merupakan cara bagi kita untuk bertahan dari kemungkinan infeksi virus. Dalam hal inilah Alat Pelindung Diri (APD) terasa begitu penting, khususnya bagi mereka yang sering bersinggungan dengan virus seperti petugas media yang merawat para pasien COVID-19.

Tanpa dukungan logistik memadai kita akan kalah.

Pemberlakukan kebijakan seperti Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) atau mungkin lockdown merupakan cara yang paling banyak ditempuh untuk meredam persebaran virus corona. Akan tetapi dibalik kebijakan itu ada sebuah ancaman terkait keterbatasan asupan kebutuhan logistik. Rakyat masih butuh makan biarpun mereka dikenai kebijakan karantina wilayah. 

Kita tidak hanya sedang berjuang mempertahankan kesehatan dan kemungkinan terinfeksi virus, tetapi juga harus bertahan memperoleh asupan makanan yang memadai. Jangan hanya demi alasan meredam virus lantas dukungan logistik ini diabaikan. Dukungannya tidak hanya sebatas pada penyediaan bantuan uang tunai atau kartu pra kerja, tapi memberikan kesempatan pedagang kecil untuk mendapatkan penghasilan harian atau pekerja kantoran pabrikan agar tetap memperoleh gaji juga penting untuk dilakukan.

Terkecuali memang aturan pembatan pemerintah tetap menjamin pasokan logistik aman maka sah-sah saja mengerasi pemberlakuan kebijakan itu. Kalau melihat realitas yang terjadi belakangan ini, tanpa berlakunya aturan karantina wilayahpun sudah banyak pengusaha yang menjerit dan merumahkan karyawannya. Pedagang kecil kehilangan pendapatan. 

Percuma saja membatasi persebaran COVID-19 jika pada akhirnya angka kematian meningkat akibat kelaparan, atau angka kriminalitas meningkat akibat kesulitan ekonomi. Urusan perut itu vital. Dan yang bermasalah dengannya belakangan ini jumlahnya kemungkinan lebih banyak dari sebelumnya. Sanggupkah kita memenangi perang sedangkan aspek logistik saja tidak terurus?

Mengatur hati dan pikiran untuk tetap tenang dan disiplin ditengah kekacauan.

Kalut, khawatir, takut, dan sebagainya. Semua pikiran serba tidak jelas sepertinya tiba-tiba melanda otak kita. Anggapan bahwa sekarang adalah saat paling buruk dalam kehidupan. Meski mungkin benar tapi seharusnya kita tetap menjaga hati dan pikiran agar tetap tenang. Karena Tuhan kita tidak akan pernah menurunkan ujian melebihi batas kemampuan yang kita miliki. Ingat, Ia bukanlah Dzat yang zalim pada hamba-Nya. Bersama kesulitan ada kemudahan. Tinggal kuncinya sekarang adalh bersabar terhadap segala situasi. Inilah bagian dari ujian yang mesti kita jalani sebagai seorang manusia.

Tetap berfikir jernih dalam menghadapi segala situasi merupakan cara terbaik untuk mendapatkan kemenangan. Jangan kalut. Bangkitkan kreativitas. Usaha ini itu mampet, tapi pasti ada peluang lain untuk bangkit dan meraih hasil terbaik. COVID-19 telah memaksa kita untuk berubah. Ia telah mendisrupsi cara pandang lama kita agar bersikap lebih baru. Berubah untuk melakukan tindakan dan langkah-langkah yang lebih berani. 

Kita bisa belajar dari beberapa platform aplikasi online yang justru menemukan momentum emasnya justru dikala kondisi sulit. Jikalau kita bersedia berfikir sedikit lebih keras dari biasanya, mungkin kita akan mendapatkan inspirasi yang tidak disangka-sangka. Kuncinya adalah tetap tenang dan kita akan mendapatkan imbalannya.

Jangan ulangi cara-cara meraih kemenangan

Kita butuh melakukan sesuatu yang berbeda dari biasanya. Dalam melawan virus COVID-19 kita mungkin perlu melakukan pendekatan yang berbeda ketimbang saat menghadapi virus-virus lain yang muncul sebelumnya. Demikian juga sikap kita dalam keseharian pun harus disesuaikan dengan tuntuan kondisi. Ketika satu langkah ternyata tidak efektif untuk mencapai tujuan, maka langkah yang lain harus dicoba. Yang berbeda, yang lain dari biasanya.

Apabila misalnya kebijakan seperti lockdown dirasa kurang efektif maka tidak ada salahnya untuk mencari alternatif pendekatan lain. Apabila PSBB dinilai belum mampu memberikan kemaslahatan kepada banyak orang, maka tidak salahnya dimodifikasi. Ada banyak hal yang mungkin kita perlu tinjau ulang dari semua yang terjadi saat ini. Sun Tzu memberikan wejangan bahwa jangan melakukan cara yang sama setiap kali kita berupaya untuk menang. Cari yang lebih efektif, yang lebih efisien, yang lebih minim efek buruk.

Salam hangat,

Agil S Habib 

Refferensi:
[1]; [2]; [3]; [4]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun