Hal ini semestinya menggelitik kita semua untuk memberikan solusi bagi saudara-saudara kita yang berharap memiliki hunian di kota besar, tempat mereka mencari nafkah. Sebuah solusi yang manusiawi. Bagaimanapun juga orang-orang yang mencari peruntungan di kota besar tetap butuh tempat istirahat.Â
Jangan salahkan mereka yang bersedia membayar tempat sewa seperti kos-kosan 2 x1, karena barangkali memang hanya itu saja opsi yang masuk dalam anggaran mereka. Jangan juga menyuruh mereka kembali ke kampung halaman dan mencari peruntungan disana, karena bisa jadi ladang penghasilan mereka memang hanya bergantung pada keberadaan mereka sebagai "petualang" di kota besar.
Siapapun orang yang bersedia menghuni tempat berukuran 2 x 1 tetaplah manusia yang harus dimanusiakan. Mereka masih bernafas dan hidup. Belum waktunya bagi mereka menempati tempat sekecil itu. Pertanyaannya sekarang, adakah solusi bagi para penghuni tempat kos-kosan itu setelah mendapati bahwa hunian yang mereka tempati ditutup? Barangkali hal ini yang seringkali luput dari perhatian.Â
Seandainya uang sewa sudah mereka bayarkan dan ternyata mereka tidak memiliki cukup anggaran untuk mendapatkan hunian baru maka apa yang harus mereka perbuat? Tidur di emperan toko? Penutupan kos-kosan 2 x 1 disatu sisi memang menghapus praktek bisnis tidak manusiasi.Â
Akan tetapi hal ini semestinya juga dibarengi upaya dari pihak-pihak terkait agar memperhatikan nasib penghuni pasca penutupan. Terutama mereka yang tidak memiliki cukup uang untuk mencari tempat menginap. Minimal mereka ditampung sementara sampai batas waktu tertentu agar tidak sampai terbengkalai tanpa kejelasan. Semoga hal ini memberikan kita pelajaran berharga.
Salam hangat,
Agil S Habib
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H