Dengan kesuburan tanah yang kita miliki tentunya hal itu menjadi keuntungan tersendiri bagi pertanian kita.  Selain itu, kesempatan menembus pasar ekspor juga terbuka lebar seiring adanya  ACFTA (ASEAN-China Free Trade Agreement).Â
Sebutan sebagai negara agraris juga masih kita emban mengingat pertanian merupakan sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja. Berdasarkan data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) pada bulan bulan Agustus 2018, sebanyak 28,79% penduduk Indonesia bekerja di sektor ini [12].Â
Apabila sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja ini kita galakkan maka akan memberi kontribusi sangat signifikan terhadap perbaikan ekonomi bangsa.
Problem Pertanian Indonesia
Dibalik kesuburan tanah yang kita miliki, beraneka ragamnya komoditas pertanian yang kita punyai, dan  besarnya potensi sektor pertanian yang ada di negara kita harus diakui bahwa sektor pertanian juga masih menyimpan berbagai persoalan yang harus segera diselesaikan. Produktivitas sektor pertanian kita masih tergolong rendah.Â
Sebagai contoh, untuk tanaman kopi yang tergolong sebagai salah satu komoditas andalan ekspor saja produktivitasnya hanya mencapai 0,77 ton per hektar dibandingkan potensinya yaitu sebesar 3 ton per hektar [13]. Â Untuk bisa bersaing secara kompetitif pada level ekspor, produktivitas yang tinggi merupakan sesuatu hal yang penting. Produktivitas yang tinggi akan menurunkan rasio biaya dan meningkatkan margin keuntungan.Â
Dengan kata lain produktivitas sangat berpengaruh terhadap daya saing sektor pertanian kita di level dunia. Bagaimana mungkin pertanian kita mampu bersaing dengan negara-negara seperti Jepang, Tiongkok, Australia, dan negara-negara dengan pertanian maju lainnya apabila produktivitasnya saja masih rendah?
Produktivitas sektor pertanian tidak akan bisa meningkat apabila faktor-faktor pendukungnya masih belum membaik. Apa saja faktor-faktor pendukung pertanian yang perlu diperhatikan?
Man (Manusia)