Pertanian di Indonesia sejauh ini masih dianggap sebagai sektor yang kurang menjanjikan, profesi masyarakat kelas bawah, dianggap sebagai bidang yang ketinggalan zaman, dan identik dengan kemiskinan.Â
Padahal jika dilihat lebih dalam ternyata sektor ini memiliki peranan yang sangat penting dalam menjaga stabilitas ekonomi bangsa sekaligus memiliki peran strategis terhadap pembangunan citra Indonesia di mata dunia.
Sektor pertanian yang tidak terkendali mengakibatkan perekonomian terganggu. Inflasi bahan pangan merupakan ancaman nyata yang bisa menggerus daya beli masyarakat, mengganggu tingkat kesejahteraan, serta mempengaruhi angka kemiskinan.Â
Oleh karena itu, selama beberapa tahun terakhir ini pemerintah atau dalam hal ini Kementerian Pertanian (Kementan) terus menggencarkan kebijakan pembangunan pertanian. Hasilnya mulai terlihat dari adanya peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB) sektor pertanian sebesar 47% dari tahun 2013 hingga 2017 [1].Â
Laju inflasi rata-rata bahan makanan juga mengalami penurunan sebesar 2,87% dari rentang periode 2009 -- 2013 sampai rentang periode 2014 - 2018 [2]. Â Kita patut memberikan apresiasi kepada pemerintah karena berhasil menurunkan angka kemiskinan di Indonesia dari 26,58 juta jiwa pada tahun 2017 menjadi sekitar 25,95 juta jiwa pada Maret 2018 [3].
Jumlah penduduk miskin di Indonesia memang bisa dikatakan berkurang dari tahun ke tahun. Namun masih belum semua masyarakat kita hidup sejahtera. Seseorang disebut miskin apabila berpenghasilan Rp 401.220 atau kurang per bulan [4].Â
Dengan nilai tukar rupiah terhadap dollar per 03 Mei 2019 sebesar Rp 14.252 per US$ [5], maka seseorang disebut miskin apabila penghasilannya paling besar hanya US$ 28,15 per bulan atau US$ 337,82 per tahun.Â
Jika kita mendambakan Indonesia menjadi negara maju pada tahun 2036 mendatang sebagaimana yang dicanangkan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), maka pendapatan per kapita nasional haruslah sama dengan atau lebih dari US$ 12.056 atau sekitar Rp 171,8 juta per tahunnya [6].Â
Sedangkan hingga tahun 2018 pendapatan per kapita Indonesia baru mencapai US$ 3.927 atau sekitar Rp 56 juta per tahunnya. Dalam hal inilah sektor pertanian mengemban peran strategis terhadap pembangunan citra Indonesia sebagai negara maju.
Mengutip pernyataan dari ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Muhammad Nawir Messi, "Untuk Indonesia bangkit naik kelas menjadi kelompok negara berpendapatan tinggi, ekonomi Indonesia harus tumbuh 7,5% per tahun."[7].Â
Sedangkan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ari Mulianta Ginting dalam jurnalnya yang berjudul "Analisis Pengaruh Eksport Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia" sebagaimana yang dirilis melalui http://jurnal.kemendag.go.id, diketahui bahwa ekspor memiliki pengaruh besar terhadap pertumbuhan ekonomi suatu bangsa [8].Â
Dengan demikian, untuk memastikan pertumbuhan ekonomi yang pesat sehingga berujung pada peningkatan pendapatan per kapita masyarakat maka ekspor harus dioptimalkan. Komoditas-komoditas yang potensial harus diberdayakan sebaik mungkin sehingga menjadi daya dukung positif bagi perkembangan ekspor Indonesia.
Potensi Eksport Pertanian Indonesia
Data analisis ekspor yang dibuat oleh BPS pada bulan Februari 2019 menunjukkan nilai ekspor Indonesia sebesar US$ 12,56 miliar, dengan kontribusi ekspor nonmigas sebesar US$ 11,45 miliar dan US$ 1,11 miliar untuk ekspor migas.Â
Sektor non migas lebih mendominasi ekspor yang mana disana sektor pertanian berkontribusi sebesar US$ 0.23 miliar (2,01%), industri pengolahan US$ 9,42 miliar (82,27%), dan hasil tambang US$ 1,80 miliar (15,72%) [9]. Berdasarkan data ini sektor pertanian hanya berperan sebesar 2,01% saja terhadap ekspor non migas kita pada periode Februari 2019, atau masih tertinggal oleh dua sektor non migas yang lain.
                                         Â
Meskipun ekspor sektor pertanian saat ini masih terbilang kecil, akan tetapi potensi yang dimilikinya cukup menjanjikan. Peluang untuk mengoptimalkan sektor pertanian ini juga masih sangat terbuka lebar, terutama jika melihat tren ekspor sektor pertanian beberapa tahun terakhir yang mana sejak tahun 2016 hingga 2018 mengalami peningkatan sebesar 29,7% [11].Â
Hal ini menandakan bahwa sektor pertanian sangat berpotensi untuk dikembangkan sebagai sektor andalan ekspor. Komoditas pertanian kita sangat beraneka ragam, mulai dari kopi, teh, karet, rempah-rempah, buah-buahan, coklat, kapas, tembakau, dan lain-lain yang punya peluang besar untuk menguasai pasar internasional.Â
Dengan kesuburan tanah yang kita miliki tentunya hal itu menjadi keuntungan tersendiri bagi pertanian kita.  Selain itu, kesempatan menembus pasar ekspor juga terbuka lebar seiring adanya  ACFTA (ASEAN-China Free Trade Agreement).Â
Sebutan sebagai negara agraris juga masih kita emban mengingat pertanian merupakan sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja. Berdasarkan data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) pada bulan bulan Agustus 2018, sebanyak 28,79% penduduk Indonesia bekerja di sektor ini [12].Â
Apabila sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja ini kita galakkan maka akan memberi kontribusi sangat signifikan terhadap perbaikan ekonomi bangsa.
Problem Pertanian Indonesia
Dibalik kesuburan tanah yang kita miliki, beraneka ragamnya komoditas pertanian yang kita punyai, dan  besarnya potensi sektor pertanian yang ada di negara kita harus diakui bahwa sektor pertanian juga masih menyimpan berbagai persoalan yang harus segera diselesaikan. Produktivitas sektor pertanian kita masih tergolong rendah.Â
Sebagai contoh, untuk tanaman kopi yang tergolong sebagai salah satu komoditas andalan ekspor saja produktivitasnya hanya mencapai 0,77 ton per hektar dibandingkan potensinya yaitu sebesar 3 ton per hektar [13]. Â Untuk bisa bersaing secara kompetitif pada level ekspor, produktivitas yang tinggi merupakan sesuatu hal yang penting. Produktivitas yang tinggi akan menurunkan rasio biaya dan meningkatkan margin keuntungan.Â
Dengan kata lain produktivitas sangat berpengaruh terhadap daya saing sektor pertanian kita di level dunia. Bagaimana mungkin pertanian kita mampu bersaing dengan negara-negara seperti Jepang, Tiongkok, Australia, dan negara-negara dengan pertanian maju lainnya apabila produktivitasnya saja masih rendah?
Produktivitas sektor pertanian tidak akan bisa meningkat apabila faktor-faktor pendukungnya masih belum membaik. Apa saja faktor-faktor pendukung pertanian yang perlu diperhatikan?
Man (Manusia)
Sumber Daya Manusia (SDM) bekualitas adalah syarat mutlak untuk menuju produktivitas pertanian yang tinggi. Didalam sektor pertanian ini, Sumber Daya Petani (SDP) berkualitas adalah wajib hukumnya.Â
Bagaimanapun juga petani adalah pelaku yang mengeksekusi langsung pertanian kita serta menjadi orang terdepan dalam memastikan hasil pertanian. Jika mereka menunjukkan kinerja yang baik maka hasil pertanian yang dihasilkan juga baik, demkian juga sebaliknya.
Material (Sarana-Prasarana)
Komponen yang mendukung proses pertanian diantaranya adalah lahan (tanah), air, cahaya, iklim, bibit, dan pupuk. Lahan pertanian dari waktu ke waktu terus menyusut akibat adanya alih fungsi lahan. Sedangkan untuk air kita mungkin memiliki stok yang melimpah, hanya saja pengelolaannya belum maksimal sehingga masih banyak pertanian kita yang mengalami kendala irigasi.Â
Sedangkan untuk cahaya dan iklim mungkin kita harus banyak bersyukur karena bumi Indonesia diberikan sinar matahari yang cukup dan iklim yang bersahabat untuk pertanian. Barangkali yang memerlukan perhatian lebih adalah terkait keberadaan benih berkualitas serta ketersediaan pupuk.
Machine (Mesin atau Teknologi)
Pertanian kita masih banyak mengandalkan pengelolaan secara tradisional seperti membajak sawah dengan kerbau, atau memanen hasil pertanain secara manual dengan sejumlah tenaga manusia.Â
Padahal di negara-negara pertanian maju seperti Jepang proses pengelolaan lahan pertanian sudah mengandalkan mesin teknologi terbaru yang bisa mereduksi waktu proses. Efisiensi waktu proses sangat penting artinya bagi produktivitas pertanian.
Method (Pengelolaan Pertanian)
Menggarap sektor pertanian bukanlah semata tentang menanam atau merawat komoditas pertanian saja. Cara pengelolaan pun harus mendapatkan perhatian. Bertani di dataran tinggi tentu berbeda perlakuannya dengan bertani di dataran rendah.Â
Metode bertani tidaklah sama di setiap tempat ataupun stagnan pada setiap waktu karena ada banyak hal yang perlu disesuaikan. Contohnya, dengan kondisi jumlah lahan pertanian yang terus menyempit maka ada pola bertani secara hidroponik.
Money (Uang atau Pemodalan)
Untuk menciptakan petani berkualitas membutuhkan biaya pelatihan, penyuluhan, atau pendidikan formal. Untuk mendukung sarana prasarana pertanian memerlukan biaya seperti riset untuk membuat benih berkualitas, subsidi pupuk, pembangunan infrastruktur irigasi, dan modernisasi pertanian.Â
Selain itu, dalam rangka memperbaiki aspek teknologi pertanian juga membutuhkan investasi yang tidak sedikit. Mesin untuk mengolah lahan pertanian tidaklah murah, begitu juga mesin untuk memanen hasil pertanian. Sebagian besar teknologi pertanian kita pun masih harus mendatangkan dari negara lain.
Menuju Pertanian Indonesia Maju
Mungkin hambatan dan tantangan yang dihadapi oleh sektor pertanian kita masih cukup banyak dan beragam bentuknya. Akan tetapi hal ini seharusnya tidak membuat kita menyerah, malah justru semakin terpacu untuk mencapai hasil terbaik. Produktivitas adalah masalah kompleks yang tidak terbatas pada salah satu faktor saja dalam menyelesaikannya. Semua faktor harus diperhatikan setara.
Sumber Daya Petani (SDP) harus ditingkatkan kualitasnya. Salah satu caranya adalah dengan memenuhi kuota tenaga penyuluh pertanian satu orang untuk satu desa potensi pertanian.
Terkait dengan luas lahan pertanian yang terus berkurang, kolaborasi petani untuk "menggabungkan" lahan pertanian mereka menjadi satu area tanam bisa dijadikan alternatif solusi. Pengggabungan ini akan mengefisienkan proses pertanian dibandingkan jika para petani tersebut "berjalan" sendiri-sendiri.
Research and development bibit pertanian harus lebih dioptimalkan lagi agar varietas yang dihasilkan unggul dalam kuantitas serta kualitas.
Ketersediaan pupuk harus dijaga, minimal dengan subsidi pupuk yang tepat sasaran serta memberikan pelatihan kepada petani untuk membuat pupuk alternatif dari bahan sisa organik.
Mendorong industri dalam negeri agar memproduksi mesin-mesin pertanian yang berkualitas serta terjangkau.
Menggalakkan kompetisi inovasi pertanian yang berlaku bagi pelaku pertanian sehingga merangsang para petani untuk terus menemukan hal-hal baru dalam mengembangkan pertanian mereka.
Mempermudah akses pemodalan dalam setiap upaya pengelolaan dan pengembangan sektor pertanian.
Memberdayakan Perguruan Tinggi (PT) pertanian untuk turut berperan serta membangun pertanian Indonesia.
Pertanian Indonesia adalah sebuah anugerah luar biasa dari Sang Pencipta kepada kita rakyat Indonesia. Indonesia adalah negara yang gemah ripah loh jinawi. Inilah hadiah terindah yang teramat sayang untuk disia-siakan. Indonesia mampu menjadi negara maju apabila mau mensyukuri hal ini.Â
Mari bersinergi untuk menciptakan kemajuan pertanian Indonesia dan mewujudkan Indonesia maju. Karena kemajuan pertanian Indonesia dan terlebih kemajuan bangsa Indonesia tidak terjadi dengan sendirinya. Kita perlu merencanakannya, kita harus mendesainnya.
Salam hangat,
Agil S Habib
Refferensi :
[1]; [2]; [3]; [4]; [5]; [6]; [7]; [8]; [9]; [10]; [11]; [12]; [13]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H