Mohon tunggu...
Agaprita Eunike Sirait
Agaprita Eunike Sirait Mohon Tunggu... Dokter - Salam hangat!

Seorang dokter yang sedang mengejar mimpinya, tertarik dengan kesehatan anak, dan senang menyalurkan pengalaman serta pengetahuannya melalui tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Melirik Pentingnya Vaksinasi MR

27 Agustus 2018   21:22 Diperbarui: 28 Agustus 2018   17:18 2248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Memasuki minggu terakhir di bulan Agustus tahun 2018, satu dari sekian banyak hal yang harus dievaluasi adalah mengenai cakupan kampanye vaksinasi MR bagi anak usia 9 bulan hingga kurang dari 15 tahun di daerah luar pulau Jawa (measles atau campak dan rubella) yang dicanangkan oleh pemerintah.

Sebagai tenaga kesehatan yang turun langsung melakukan imunisasi bagi anak-anak di pelosok timur Indonesia, tepatnya di Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur, saya merasa ada beberapa hal yang harus lebih diketahui oleh masyarakat awam mengenai vaksinasi, khususnya vaksinasi MR ini.

Campak dan rubella sendiri merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dan sangat mudah menular lewat batuk, ingus, dan masuk ke tubuh melalui saluran pernapasan.

Gejala pada penyakit campak cukup berbeda dengan rubella. Pada campak gejala yang biasanya muncul adalah demam disertai batuk maupun pilek, sakit tenggorokan, mata merah, yang kemudian diikuti dengan munculnya bintik-bintik merah di sekujur tubuh.

Penyakit campak ini juga dapat menyebabkan komplikasi seperti diare hingga radang paru-paru. Berbeda dengan campak, gejala pada penyakit rubella tidak khas.

Seringkali gejalanya ringan, seperti demam yang tidak terlalu tinggi disertai ruam kemerahan.

Namun, jika menyerang orang dewasa gejalanya lebih parah, mulai dari nyeri sendi hingga radang selaput otak.

Rubella juga sangat berbahaya jika menyerang ibu hamil karena dapat menyebabkan keguguran dan bayi lahir cacat (disebut juga sindroma rubella kongenital).

Melihat berbahayanya penyakit campak dan rubella, WHO menargetkan untuk mengeliminasi penyakit ini secara total pada tahun 2020.

Untuk mencapai tujuan tersebut, Indonesia menetapkan target jumlah anak yang harus divaksinasi adalah >95% dari seluruh anak.

Bukan hal yang mudah untuk mencapai tujuan tersebut. Berkembangnya isu hoax mengenai anak yang lumpuh setelah diberi vaksin, anak menjadi idiot, serta gosip lain yang beredar luas di tengah masyarakat membuat banyak orang tua tidak mengizinkan anaknya diberi vaksin.

Selain alasan tersebut, kandungan tripsin dan gelatin yang berasal dari enzim babi pada vaksin MR juga membuat umat muslim menolak program vaksinasi ini.

Padahal, MUI pusat sudah mengeluarkan fatwa bahwa vaksin MR ini diperbolehkan karena keadaan yang darurat.

Saya sering mendengar pendapat apatis mengenai vaksinasi MR ini. "Buat apa memikirkan mereka kaum anti-vaksin. Kalau tidak mau divaksin yasudah, risiko ditanggung sendiri." Pendapat seperti ini harus diluruskan.

Program eliminasi campak dan rubella tidak akan berhasil jika banyak yang menolak vaksin, karena imunitas atau daya tahan kelompok tidak akan terbentuk sehingga transmisi virus akan terus berlangsung.

Satu anak saja yang terkena campak sudah dapat menulari sembilan orang anak yang tidak divaksinasi.

Sebenarnya banyak penolakan terhadap vaksinasi juga disebabkan minimnya pengetahuan masyarakat awam mengenai vaksin.

Banyak keluhan dari orang tua adalah anaknya menjadi sakit setelah menerima vaksin. Efek samping seperti demam maupun bengkak pada lokasi suntikan umum terjadi dan tidak berbahaya.

Gejala tersebut dapat ditangani dengan obat penurun panas, maupun kompres dingin pada lokasi suntikan.

Jika muncul reaksi alergi berat yang ditandai dengan penurunan kesadaran, sesak, hal tersebut merupakan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) yang wajib dilaporkan dan akan ditindaklanjuti oleh Dinas Kesehatan yang tentu saja akan menjadi bahan evaluasi.

Namun, sering sebenarnya anak bukan sakit karena menerima vaksin MR tetapi karena penyakit yang sudah ada dari awal namun baru menimbulkan gejala bertepatan saat setelah vaksinasi.

Inilah yang menyebabkan pentingnya dilakukan skrining oleh tenaga kesehatan, khususnya dokter.

Anak-anak yang sedang mengalami penurunan daya tahan tubuh akibat infeksi bakteri, rutin menerima transfusi, atau sedang meminum obat jangka panjang, tidak akan diberi vaksin atau pun pemberiannya ditunda.

Proses menjangkau masyarakat demi pemberantasan MR juga bukan hal yang mudah bagi para dokter, perawat, maupun bidan.

Pada beberapa daerah, di Kabupaten Ngada saja, para petugas kesehatan harus berjalan kaki hingga satu jam membawa semua perlengkapan untuk vaksinasi muali dari coolbox untuk vaksin, alat suntik, hingga safety box untuk membuat alat habis pakai. Satu anak di pelosok pun akan tetap dikejar. Tentu saja dengan perjuangan tersebut respon positif yang diharapkan.

Memasuki minggu kelima pelaksanaan vaksinasi MR, cakupan peserta baru mencapai angka 34% untuk wilayah tempat saya bekerja. Masih panjang langkah untuk mencapai angka 95%. Kerja keras dari petugas kesehatan saja tidak cukup. Tentu perlu kerjasama dengan orang tua, guru-guru, aparat pemerintah, hingga tokoh masyarakat.

Sungguh menyedihkan sebenarnya melihat banyak pasien yang terbaring lemah karena penyakit yang sebenarnya dapat dicegah ini.

Saya sebagai salah satu bagian dari tenaga kesehatan tentu sangat berharap kampanye vaksinasi MR di Indonesia dapat berhasil mencapai target eliminasi penyakit campak dan rubella.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun