Mohon tunggu...
Eko Setiaone
Eko Setiaone Mohon Tunggu... Freelancer - Human-Center Oriented Activism, Participatory Planner, Story Teller, Free man

"Kesalahan besar bangsa ini adalah seringkali melupakan sejarah, dan mengabaikan aspirasi orang-orang kecil. Dunia sudah modern, seharusnya tak menjadi penghalang. Saya memelajari sejarah dan mencari aspirasi dari masyarakat marginal untuk melawan kesembarangan pemerintah/ perusahaan/ pelaku usaha. Dunia tak akan adil jika semua orang menjadi kapitalis"

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Terbunuh Kebijakan Kampus, Aktivisme Harus Lawan dengan Ko-Kreasi

29 Oktober 2019   18:15 Diperbarui: 29 Oktober 2019   18:50 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Dokumentasi tim, 2019

Saya sangat prihatin mendengarnya karena apabila ITB In Move, program dari BEM /Keluarga mahasiswa ITB justru di take over oleh mereka.

Pergerakan mahasiswa, juga bergerak tanpa saling belajar dan mengajari, sehingga yang tumbuh satu-sama lain adalah ego sektoral sesuai apa yang "ia dan kelompoknya (himpunan- unit kemahasiswaan)" yang mereka yakini bahwa itu benar. 

Aktivis, sebutannya, hanya mengambil peran di lingkungan mainnya saja (kampus/ organisasi) tanpa mengambil benar-benar peran yang ia miliki untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan masyarakat hari ini.

Dalam beberapa dialog dengan warga masyarakat di sekitar perantauan, saya melihat pergerakan mahasiswa hari ini sangat etik sekali dalam mendekat. Prinsip-prinsip mereka untuk lebih memudahkan dialog perubahan dengan duduk lesehan bersama warga jadi makin renggang. 

Ada sekat-sekat, antara mahasiswa dan masyarakat yang justru diciptakan oleh model-model kebijakan kampus atau kurikulum penerapan studi yang akan membunuh mahasiswa nya itu sendiri.

Dunia aktivisme kemahasiswaan masih punya pengharapan yang baik, setidaknya untuk beberapa tahun ke depan. 

Dengan catatan, keterbukaan-kolaborasi dan pembelajaran diri, benar-benar melibatkan seluruh kebutuhan dan kepentingan kelompok mahasiswa dan menjadi arah baru.

Mereka yang tidak lolos dalam kegiatan PKM DIKTI/ Seminar dsb bukan berarti mereka adalah mahasiswa yang malas atau justru akademik oriented melainkan bisa saja, faktor-faktor lain seperti ketidakhadiran Kurikulum atau dukungan lainnya (insentif, mentoring karya dan CV dan lain-lain) tak dapat mereka akses. 

Pun mereka yang sering ikut PIMNAS, mereka juga bisa kita katakan seorang aktivis karya karena mereka benar-benar berhasrat menerapkan pengetahuannya ke luar kampus. Khusus untuk para aktivis BEM di kampus hari ini, janganlah mimpi terlalu tinggi dan besar dengan angan-angan gagasan yang makin melahirkan ketidakpastian. 

Banyak aktivis yang akhirnya tak bisa hidup dari kehidupan nya yang selalu "ideal" dengan mengkritik pemerintah di jalan, banyak aktivis yang tak bisa hidup dari mengandalkan proyek/ riset dosen karena mereka juga terkendala finansial yang harus ada tiap waktu. 

Ujungnya, mereka berkoloni dengan pemerintah dan hidup bersama-sama. Ke depan, aktivisme / pergerakan kemahasiswaan harus memberikan pembelajaran diri, membuka seluas-luasnya keterlibatan berbagai lintas sektor dan kepentingan serta mengedepankan semangat kolaborasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun