Pameran Kecil-kecilan Dulu YaÂ
Dbfy: Hal-hal Mengenai Tubuh dan Keseharian.
Tulisan ini adalah pengantar atau sarana kita untuk saling mengenal. Bagi mapren-mapren semuanya dapat dimungkinkan lebih enjoy & chill menawarkan alaternatif acara di dalam skena seni atau eksistensi anak muda terkhusus pada ekosistem komunitas kreatif. Pada tulisan ini juga disampaikan bagaimana mulanya, proses dan pembacaan kita perihal bangunan aktivitas seni dalam araca "Pameran Kecil-kecilan Dulu Ya" itu.
Seseorang, terkhusus pemuda dan pribadinya tak lepas dari eksistensi. Eksistensi paling sederhana dalam hal ini adalah seberapa individu kehadirannya dapat ditengarai dan mampu mempengaruhi lingkungan sekitarnya. Bahkan gejala eksistensi itu sudah ada Ketika sekadar bagaimana mempersepsikan diri kita sendiri. Eksistensi tak begitu saja berjalan. Dibalik itu, seringkali ada persoalan yang mengiringinya, entah itu stigma, norma, kepenatan rutinitas sehari2, hingga insyekuritas diri. Insyekur tentang tubuh atau penampilan dan apa2 yang dialami menjadi aktivitas sehari2. Â Apalagi kini era dimana banyak yang mengklaim atau merasa dirinya insyekyur, overthinking dan semacamnya, yang kemudian mampu terwakili pada keputusan-keputusan seseorang untuk mengisi feed, menulis caption dan membuat story di medsosnya. Tidak terkecuali apa yang sehari-hari dialami oleh Debby dan Feby. Mereka berdua kali ini mencoba menyampaikan itu ke dalam format dan media ekspresi yang berbeda.
Dua Perempuan yang nampak begitu lekat atau cuma gara-gara kemiripan bunyi vokal dari unsur namanya yang Serupa. Sedengar. Sebunyi. Mereka, Debby dan Feby: Dbfy. Namun, kiranya mereka telah mampu mengintervensi lingkup pergaulannya tentang label kekuatan pertemanan diantara keduannya. Kehadirannya seakan telah mencapai syarat ikonitas yang kuat. Berteman. Penampilan mereka terlihat visualize, artsy. Nyekena. Yang tak lupa  Ishoma dan Mukena. Sekilas dari prejengan, keduannya nampak senada. Iya artinya ini pembicaraan atas lingkup kecil sosial mereka. Dimana dia ada pada lingkungan sosial itu dan medsos kita.
Sepertinya sebab itu juga mereka potensial untuk diojok2i, didorong tentunnya dengan Fasilitasi skenanya, diantaranya yakni tanamkarya, arus darat dan kopi joni. Padahal "ojok" itu kan artinya "jangan" dikali dua tapi malah maknannya bisa "mendorong" klo dalam bahasa inggris itu "encourage". Kasih campur english dikit biar dikira well educated. Ygy..
Nah jadilah mereka diangkut di Pameran ini yang berjudul "Pameran Kecil-kecilan Dulu Ya" digaskan bersama skena tersebut. Pameran telah berlangsung, berlangsung 18-19-20 September 2023 lalu di Kedai Janji Joni Pacet-Mojokerto. Mulai dari perencanaan hingga publikasi dijalankan syagduh dan pasti, khas anak seni, mumpuni. Bukan cuma kebanyakan itu ini haha hihi sana sini.
Di sini dapat kita lihat sepertinya dalam pemilihan judul ini dilakukan praktik Apropriasi terhadap bagian lirik lagu Sal Priadi Mesra-mesranya kecil-kecilan dulu ya. Jika demikian, ini strategi intervensi dalam publikasi yang ciamik. Sepertinya judul yang demikian membuatnya jadi lebih familiar dan menggugah, sebab memori publik tentang lirik itu dapat mudah menguat dalam ingatannya mengenai judul pameran ini. Pemilihan judul ini juga mampu memberikan nuansa romantis ala lagunnya. Kesemuanya terpadu, selaras dengan kondisi sosial area ruang (venue) dan karya yang dipamerkan. Sungguh racikan yang lezat dari event seni untuk disajikan.
Lalu bagaimana mereka berdua memaknai proses itu? Mari kita perhatikan kalimat ini,
"Karna kata e wong2 tema e gausa berat2 jadi yawis to menggambar yg ga berat dan yg berulang, sama ingredient gambarku itu ada benda2 yg aku suka visual e jadi yg disekitarku yg tiap hari tk liat"
Begitu testimoni Feby yang saya nukil dari room chat waktu itu. Ini kiranya yang juga turut menjadikan keseluruhan pameran mereka sebenarnya sangat terkonsep dengan utuh. Sesuai dengan apa2 yang diusung dan dinyatakan disetiap aspek Pameran ini.
Kita juga aganya dapat melacak dari mana dan apa yang melatarbelakangi persoalan dibalik narasi karya mereka. Setidaknya menjelaskan apa sih? Mereka ngapain dengan karyanya dalam Pameran kali ini. Selain dengan mengunjungi, melihat, membaca caption dan menangkap atmosfernya, kita juga dapat melengkapi dengan kepoin medsosnya.
Mari kita amati medsos mereka. Ini seperti prilaku kita kebanyakan hari ini di real life. Real life medsos. Medsos mereka juga, coba aja liat feed postingan mereka @debbyapss  @kukangkebo biar melengkapi kemauan kita untuk membaca karyanya. Tidak jauh dari itu kita akan mendapati kesimpulannya. Bahwa mereka begitu adanya mengekspresikan apa-apa menjadi sikap dan produk seninya.
Iya itulah agaknya eksistensi mereka yang diiringi oleh beragam persoalan. Yang mulanya sumpek di pikiran. Di kamar. Melalui medsosnya coba disampaikan, kemudian abstraksi pikiran itu dikonversi oleh mereka melalui sikap dan bahasa berkarya. Trayeknya kira-kira seperti itu. Kenapa mereka repot2 buat semacam itu? Dijadikan event ini?
Terlihat mulai dari pengelolaan event ini dan bagaimana 2 cewe berkarya, terdapat 3 kata kunci yakni tatakelola oleh tim, karya sebagai representasi dan human security pada karyanya.
Bahas Tatakelola
Saya kira medium kanvas 20x20 cm dan pemilihan venue tak hanya masalah kemudahan teknis dan praktis penghematan ruang. Namun di lain sisi ini adalah pilihan yang mampu menambah nilai dari apa2 yang sedang mereka bagikan kepada audiens. Pemirsa seni. Kita tau bahwa venue pameran,  ruang dan lingkungan sekitar adalah kesatuan ruang yang mampu mempengaruhi psikis, menumbuhkan interaksi, konfigurasi dan membentuk permeabilitas. Demikian masok jarene "Konfigurasi Ruang" Hiller dan Hanson dalam (Darjosanjoto 2007: 12-13), bahwa keterhubungan konfigurasi ruang, gerak dan daya tarik lingkungan. Hubungan manusia tidak hanya ditunjukkan sesuai dengan yang diekspresikan atau dikemukakan, namun bangunan juga mengorganisirnya, konfigurasi meruang, utamanya hubungan publik dan kebutuhan private berhubungan ruang dan akses kontrolnya.[i] Hal itu terlihat pada aspek kesatuan ruang fisik dan soasial pada venue pameran ini. Mari kita cermati bahwa di situ terdapat 3 area atau ruang diantaranya kopi joni, ruang pamer, dan perwarungan yang dimana ketiganya memiliki  lini kepentingan sosial yang berbeda dan mampu terjadi konfigurasi akibat kondisi ruang yang demikian. 3 area itu juga tidak menunjukan kesan batas yang senjang. Ketiga ruang itu memiliki penampilan yang sederhana, menyatu serta mengasosiasikan sebagai area warung/jualan diantara permukiman dan persawanhan (Tuangan) Iki artine acaranya ini kemungkinan besar lebih bisa terekspose. Mudah diterima. Di tambah lagi strategi komunikasi dalam publikasi pameran ini mampu menyatakan sebuah kesatuan karakter/identitas bahasa yang kuat melalui jargon "Mari Mendarat" untuk menyapa segmen publik seni dan praktik apropriasi lirik Sal Priadi "Mersra-mesraannya kecil-kecilan dulu" dalam pemilihan judul pameran.
Â
Pendekatan Representasi dan Human Scurity Versi DbvyÂ
Â
Banyak persoalan mengenai diri menjadi suara dalam muatan seorang dalam berkarya. Mempengaruhinya, menjadi kegelisahan, dan dipilihnya sebagai narasi yang dibangun dalam karyannya. Sebagian besar atau kecenderungan karya mereka masih memperlihatkan figure dan citraan benda2 yang menujukkan penggambaran itu sebagai representasi (fictional dan pictorial) seperti yang dijelaskan oleh Soetisna P. dan Zusfa ( 2018: 13-15).[ii] Artinya  kita melihat karya mereka sebagai citra/image, berhadapan dengan makna dari image dan gambar sebagai citra itu sendiri sedangan kadar fiksional adalah wacana dalam narasi karya yang disimbolkan oleh citraan karyanya.
Sedangkan Human Security dalam narasi karya mereka yang dimaksud adalah kebebasan dari ketakutan, keinginan dan hidup bermartabat, Sally Texania (2020).[iii] Tentu saja dalam konteks saat ini, pada narasi ketidaknyamanan2 ketakutan dan tekanan perihal personal dan sehari2 mereka. Bukan persoalan bangsa dan sejarah yang besar seperti terjadi pada pada sejarah seni dunia seperti pada beberapa karya Mbah Maestro Raden saleh, Picaso, Kehinde Wiley namun bisa saja akumulasi dari berjuta-juta ketakutan dan tekanan itu dapat menjadi human security kelas bangsa juga di era yang akan datang. Kembali ke judul ya bahwa pemeran ini kecil-kecilan. Sebuah identitas yang dilekatkan. Sepertinya memang yang kecil-kecilan itu kecil yang romantis. Layaknya Sal Priadi mengabadikan perasaan romantis pada lirik "Mesra mesraanya kecil kecilan dulu" .
Terlepas dari banyak asumsi dan pembacaan dalam tulisan ini, dengan aktivitas ini tentunya kembeli menguatkan perasaan bahwa kita ga hidup sendiri, ga menjadi yang paling isnyekyur dan ovt dan pastinya secara langsung kita dapat berbagi daya-upaya dan asyiknya hidup ini. Bentuk alternatif lain kita berekspresi, berbagi senyum, canda tawa dan kongkow2. Semuannya menambah derajat kesehatan dan kekerenan kita. Selamat untuk teman-teman semua, Deby dan Feby derajat kesehatan dan kekerenan kalian senantiasa meningkat. Â Â
[i] https://core.ac.uk/download/pdf/12216729.pdf
[iii] https://fisip.ui.ac.id/representasi-human-security-dalam-seni-kontemporer/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H