Mohon tunggu...
Rd.Agah Handoko
Rd.Agah Handoko Mohon Tunggu... Jurnalis - Wartawan Bodrex

Diam itu emas, tapi jika diam mu di injak bicaralah agar mereka diam

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kisah Penangkapan Pa-i, Bandit Legendaris Asal Cibarusah

18 Juli 2024   09:43 Diperbarui: 18 Juli 2024   09:49 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Delpher/koran jaman kolonial Belandanput sumber gambar

Ada yang menarik dalam cerita jurnalis era kolonial pada saat meliput tentang kejahatan di Wilayah Mr. Cornelis (Jatinegara), Cibarusah, Lemahabang, Bekasi dan Karawang. 7 april 1937.

Dalam pengalaman tersebut, ia menganggap itu adalah perjalanan patroli pembersihan wilayah yang indah, menangkap penjahat dan gerombolan kriminal yang sering membuat nyawa dan harta benda tidak aman.

Jurnalis langsung berkeliling bersama tentara Hindia Belanda. Mereka ikut terjun langsung sekaligus mewawancarai petugas perihal pemberantasan tersebut.

Si jurnalis berada di sana, saat itu  sang pewarta tersebut dipersenjatai, tidak hanya dengan atribut jurnalistik biasa yang terdiri dari kertas, pensil, dan kamera, tetapi juga dengan pistol  berisi peluru dan tampak berbahaya, dan mereka diliputi ketakutan terbesar sepanjang perjalanan.

Tetapi ia membesarkan hatinya sendiri, bahwa hampir tidak mungkin sebuah mobil yang dikendarai orang Eropa akan dihentikan oleh penjahat jalanan di jalan raya, apalagi sekarang para pembegal tersebut tahu bahwa ada tentara di mana-mana, tetapi dia juga masih merasa hal tersebut, ia sendiri tidak pernah tahu.

Dugaannya benar, disepanjang jalan mereka tidak menemukan sekelompok kriminalitas. Sang jurnalis bisa bernafas lega karena dia tidak perlu menggunakan senjata yang diberikan padanya, yang dia sendiri pun tidak bisa cara menggunakannya.

Jurnalis itu mengatakan masyarakat sangat terkenan secara mental oleh teror para bandit sehingga kata "jahat" melekat pada pribadi sang bandit. Jurnalis itu mengumpamakan jika para bandit bagai "seekor bangau di atas katak".

Dalam perjalanan Sang Jurnalis merasa aneh karena masih banyak warga kampung yang berkeliaran pada malam hari menyusuri kegelapan jalan dalam kawasan yang dianggap rawan dan berbahaya. Awalnya ia pikir itu adalah sekelompok penjahat yang akan merampok mereka Ternyata itu adalah kepala keluarga yang pulang kunjungan bersama anak dan istrinya.

Sang Jurnalis mengabarkan jika saat itu hujan deras dan jalan di Cibinong dan Cibarusah. Seluruh tempat terendam banjir dan beberapa tempat sangat berlumpur sehingga sang sopir sejenak merasa ragu apa ia dapat melewatinya.
Dengan berbagai upaya akhirnya berhasil pula melewati kubangan berlumpur dengan bahkan sisa telapak kaki si pejalan kaki pun masih ada balasnya.

Dalam perjalanan itu, si Jurnalis mengaku kaget dengan moral masyarakat. Mereka di sumpahi orang-orang di sepanjang jalan setiap kali mobil mencipratkan air. Mungkin airnya mengenai badan para pejalan kaki.

Mereka salah menganggap, ternyata penduduk di wilayah ini bukan orang yang paling lemah lembut seperti kebanyakan yang orang katakan, padahal mereka merasa bahwa yang mengendarai mobil tersebut adalah petugas yang bertanggung jawab atas ratusan penyamun yang  selalu menjadi teror bagi mereka.

Mereka telah melewati jalan Cileungsi,
Program utama pemerintah Batavia adalah penerangan jalan. Jurnalis tersebut bilang penerangan merupakan hal yang sangat berharga.

Saat jurnalis itu sampai pos Polisi Cibarusah, ia meminta  waktu sang komandan, dan setelah ia menunggu beberapa saat, ia diterima di tempat  ruangan komandan. Sebuah ruang kantor yang jarang dilengkapi perabotan, di mana sang komandan duduk di meja tulisnya dengan punggung menghadap ke jendela yang terbuka. Hal ini menunjukkan tidak adanya rasa takut terhadap para penjahat. Ada pertanyaan di hati si jurnalis, mengapa hal tersebut bisa terjadi?

Mungkin si perampok tidak akan berani sampai tangsi! (Pertanyaan itu ia jawab sendiri).
Sang jurnalis menyebut, Komandan polisi lapangan militer, Sub-Letnan Daansesen, tampaknya adalah orang yang menyenangkan dan senang mengobrol, meskipun ia memiliki pengalaman yang kurang menyenangkan dengan wartawan.

Letnan Daansesen telah diperbantukan ke Cibarusah sejak bulan Januari yang lalu dan pengumuman ini mempunyai efek yang agak menggelikan bagi jurnalis, karena meskipun para jahat baru benar-benar mulai mengangkat kepala mereka pada bulan Februari, jika memang ada sistem geng yang terorganisasi dengan baik, maka tidak ada gunanya.
Ia mengatakan bahwa hal itu tidak terjadi dalam waktu satu bulan, seolah-olah para perampok telah menunggu Letnan Daansen yang panakut itu untuk mengambil alih tangsi di Cibarusah.
Ia tidak dapat menyalahkannya,  faktanya bahwa sang letnan belum mengenal wilayah tersebut secara maksimal dalam tiga bulan.
Namun pada akhirnya ia tidak datang untuk meminta Letnan Daansen mempertahankan kebijakannya dan ia segera terlibat dalam diskusi tentang pemberantasan geng kriminal.

Mulai saat itu, akan ada rencana sekitar tujuh brigade dari Cikeas hingga Cibeet. 150 orang tersebar di wilayah tersebut dan karena divisi pasukan polisi selalu berpindah-pindah, mereka selalu menjadi ancaman bagi para pejuang kriminal.

Dalam hal itu, tentara mungkin tidak akan lagi menghadapi banyak kelompok penjahat dan tugas utama mereka adalah menangkap tersangka dan memulihkan ketenangan hanya dengan kehadiran mereka.
Belakangan ini, masyarakat tidak lagi sepenuhnya mengetahui identitas para perampok tersebut.
Di barak Cibarusah, terdapat sembilan belas tahanan dikurung dan kemungkinan ada sekitar tiga orang yang ternyata dianggap tidak bersalah. Namun, ada wacana penyisiran guna penangkapan lebih lanjut akan terjadi secara perlahan tapi pasti.

Pemimpin utama geng di Cibarusah adalah target utama, yang harus menjalani hukuman dua puluh tahun penjara di Cirebon, mungkin karena pembunuhan yang dilakukan selama penggerebekan geng, tetapi dapat melarikan diri.

"Akan sangat berharga bagi saya jika saya dapat memberi tahu Anda pada saat itu bahwa saya telah menangkap penjahat itu," kata Letnan Daanses kepada junalis. Ia ingin mempercayainya dan akan sangat bermanfaat bagi kami juga jika bisa untuk merilisnya!

Oleh karena itu, penjara Hindia Belanda yang keropos sekali lagi saksi dalam pembersihan teror rampok.
Bukan hanya tentara yang diperbantukan sementara saja yang berpatroli. Polisi lapangan militer juga rutin keluar pada malam hari.
Sang letnan mengaku bahkan pernah bentrok dengan komplotan geng, namun sayangnya hal itu selalu terjadi pada jarak yang sedemikian jauh sehingga kemungkinan terjadinya bentrokan jarak dekat di malam yang gelap gulita sangat kecil.

Letnan bercerita baru-baru ini patroli 3 orang detektif, berpakaian seperti orang kampung biasa, ditemani "mandor" menemukan sekelompok rampok.
Ketika seruan datang, 'Di sini, polisi militer,' para petugas polisi berdiri diam, namun segera setelah itu tembakan dilepaskan dari pihak mereka. Polisi militer tidak berhenti merespons dari serangan gerombolan yang jauh lebih besar segera mendekati.

Namun nyali mandor menciut saat melihat gerombolan itu, dan ia pun melarikan diri melewati sawah. Hal itu terbukti fatal karena geng yang mengejar kemudian menemukannya dan mencincangnya hingga berkeping-keping. Seandainya pria itu tetap tenang terhadap polisi militer, tidak akan terjadi apa-apa. Sekarang tentu saja polisi lapangan militerlah yang harus disalahkan atas kematiannya.

Di antara sembilan belas tahanan ada seorang pria dengan dua luka, kata komandan, "Saya tidak diperbolehkan mengatakan luka tembak. Hanya dokter yang bisa melakukan itu, tapi anda (jurnslis) mungkin akan menyebutnya demikian di surat kabar. ."

Orang ini tidak diragukan lagi adalah anggota geng yang bentrok dengan ketiga detektif tersebut.
Saat itu tiga sepeda perlu diangkut ke Lemahabang dengan bus. Komandan bertanya apakah pengemudinya berani.
Laki-laki itu sedikit kesal dan menjawab "tentu tuan."
Sepedanya dimuati, tetapi busnya tidak melaju.
Mengapa kamu tidak pergi?" tanya Letnan Daanses.
"tentu tidak, setidaknya saya minta dua pengawalan darimu, jika tidak ada aku tidak akan melakukannya," pinta pengemudi itu, dan kesimpulannya adalah dia baru mau pergi jika dikawal dua polisi militer bersenjata di sampingnya.

Jurnalis itu juga pergi, tanpa petugas polisi militer, tapi...... dengan pistol kami yang terisi.
Ia sekarang berkendara kembali melalui Cileungsi. Letnan Daansen menyarankan mereka untuk tidak melakukan perjalanan pulang melalui  Cikarang-Bekasi, jurnalis itu ikut karena ingin melakukan wawancara dengan asisten Wedana, yang menangkap salah satu pemimpin geng yang beroperasi di distriknya pada Sabtu pagi.

Disela waktu perjalanan ia sempatkan foto saat warga pulang. Dia harus mengulang memanggil beberapa kali sebelum orang bersedia dan tepat pada saat itulah dia ditangkap oleh lensa foto sang jurnalis.

Sekitar dini hari mereka sampai di rumah Abu Bakar. Beruntung asisten wedana tersebut masih bangun. Dan dia terpaksa keluar meskipun waktu masih menunjukan jam tiga.
"Saya belum tidur selama tiga malam, Tuan-tuan," katanya, "tapi masuklah."
Dia mengizinkan mereka masuk ke kantornya dan memberi tahu mereka bagaimana dirinya sudah lama mengincar Pa-i. Abu Bakar menggunakan jasa mantan mata-matanya, berinisial a.-w. Dengan perjanjian jika tidak dapat dipercaya, dia akan menembaknya.
Ia sudah sering keluar bersama anak buahnya berusaha untuk menangkapnya, namun tidak semudah itu.

Sang asisten wedana bercerita. Pada hari Sabtu Pak Abu Bakar harus bersama Letnan Daansen (untuk membincangkan kerjasama) dan saat mobil membawa istrinya ke Buitenzorg (Bogor), dia berencana mengambil sado.

Sekitar satu kilometer dari barak polisi lapangan, a.-w. seorang laki-laki paruh baya mengemudi di depannya dengan dua orang laki-laki di dalamnya, kecuali kusir.
Dia segera mengenali salah satu dari mereka sebagai buronan Pa-i. Pria ini adalah salah satu yang cocok dengan ciri-cirinya. Orang gemuk yang selalu memakai jubah dengan warna khusus, dengan garis lebar ungu-merah.
Kesulitannya sekarang adalah a.-w. mengenakan seragam dan karena itu akan segera dikenali.
Namun, ia menginstruksikan kusir sado untuk mengemudi secepat mungkin agar bisa menggantikan kemudi. A.-w. Dia bersembunyi sebisa mungkin di belakang kusir dan ketika dia berada dalam jarak satu meter dari targetnya, dia tidak menghiraukan posisi  jurnalis yang berada di dekatnya, kemudian si mata-mata itu meluncur keluar dari sado.
Hal ini menarik perhatian orang-orang yang dikejar, dan Pa-i langsung mengenalinya.
Oo
Namun, baik Pa-i maupun teman yang bersamanya, pria ini membawa senjata curian, tidak dapat berbuat banyak, karena a.-w. segera mengancam mereka dengan pistolnya. Dia meraih kerah Pa-i dan membawa dia bersama.
Saat itu beberapa orang yang lain berhasil melarikan diri, itu sangat memalukan, namun begitu yang terpenting target utama berhasil kena.
A.-w. tidak ingin mengambil risiko bahwa Pa-i, yang diketahuinya adalah salah satu pemimpin di distriknya, jika dia melarikan diri, dan pasti juga dapat membahayakan yang lain.

Polisi lapangan segera berangkat mengejar yang kabur tersebut, namun tentu saja sia-sia. Dia sudah menghilang lari ke tempat yang aman.
Sudah diketahui bahwa Pa-i sangat pasrah setelah penangkapannya. Ia tidak hanya mengakui perannya dalam bencana Cileungsi, namun ia juga menyebutkan nama empat belas anggota gengnya.

Lima dari mereka telah ditangkap pada Minggu malam; Pasti akan ada beberapa lagi dalam waktu dekat.
Pak Abu Bakar baru saja kembali dari perjalanan yang sayangnya gagal, sesaat sebelum kedatangan kami. Sayang sekali," katanya, saya tidak dapat memberi tahu Anda bahwa saya telah menangkap penjahat paling terkenal dari resor saya, bernama Akang. Saya baru saja datang terlambat. Sayangnya, hal ini sering terjadi: tuan-tuan sering mencium baunya. Namun penangkapannya masih tinggal menunggu waktu."
Jurnalis itu bertanya kepada petugas, meminta pendapatnya, bagaimana geng-geng tersebut bekerja. Mungkinkah mereka semua berada di bawah pengawasan satu geng utama?
Pak Abu Bakar tampaknya berpendapat bahwa awalnya hanya ada satu geng utama, yang masih ada, namun hasil dari aksi mereka tersebut perlahan-lahan berkembang sedemikian rupa sehingga geng-geng yang lebih kecil juga bermunculan, beberapa di antaranya mungkin bertindak secara independen.

Namun, tidak diketahui adat istiadat bahwa sebagian dari hasil jarahan harus diberikan kepada pemimpinnya, meskipun dia tidak ikut serta dalam bencana tersebut.
Misalnya, pada saat penangkapannya, Pa-i membawa tas berpernis indah, berisi sebagian hasil rampasan dari banyak perampokan (lima di antaranya dilakukan pada Jumat malam), seperti kain, anting-anting, liontin emas dengan sebuah batu keberuntungan, dll., sementara itu juga ditemukan sejumlah lima belas gulden. Ini adalah bagiannya dari hasil jarahan yang sudah terjual.
Karena para bandit tidak memiliki senjata api, mereka dilengkapi dengan golok setajam silet, yang dapat digunakan untuk mengangkut seseorang ke dunia lain dengan satu pukulan.

Pak Ab Abu Bakar menunjukkan beberapa kepada kami, termasuk Pa-i.
Meski sudah tertangkap Pa-i ingin kabur ke Karawang, namun saat diinterogasi ia mengaku sedang dalam perjalanan ke barak polisi lapangan untuk melihat situasi yang memungkinkan untuk bisa lari.
Pa-i dapat informasi jika Patroli akan dilakukan pada Sabtu malam dan dia mungkin bisa membantu para tahanan melarikan diri. Sebuah angan-angan yang berlebihan.

Kami bertanya kepada a.-w apakah kami boleh mengambil fotonya.
Akhirnya di izinkan, tapi kemudian dia harus mengenakan setelan yang selalu dia pakai untuk menangkap penjahat. Baju hitam, kopeah dilepas oleh asisten wedana tersebut, setidaknya di meski kurang pencahayaan, berhasil pula.
Sayangnya dia tidak bisa melepas kacamatanya karena dia tidak bisa melihat apa-apa, tapi itu tidak terlalu buruk: ada juga penjahat yang memakai kacamata. Pa-i, misalnya, memakainya saat ditangkap.

Apakah kami juga boleh memotret para tahanan. A.-w. pergi sejenak dan kembali untuk mengatakan bahwa boleh.
Kami dibawa ke sebuah gudang di sebelah kantor, di mana dua belas orang duduk bersama, serta beberapa penjaga.

Beberapa dari mereka yang hadir diikat dengan rantai: inilah enam tahanan.
Pertama ia memotret Pa-i secara terpisah, lalu seorang pria muda dengan penampilan yang tidak buruk. Ada tipe penjahat yang lebih buruk, seperti dukun misalnya, yang dengan kasar menyilangkan tangan saat difoto dan memasang wajah seperti di gambar.
Golongan Dukun.

Dukun ini, kata A.-W., bertugas khusus menunjukkan arah mana untuk mendapat sesuatu hasil yang baik. Para pelaku kriminal juga datang kepadanya untuk meminta agar bisa kebal.
Sebelum ia mengucapkan selamat tinggal, ia bertanya kepada a.-w. apakah ada yang tahu siapa yang sebenarnya harus dianggap sebagai pemimpin dari semua palaku kriminal. A.-w. tertawa misterius dan mengatakan "itu masih rahasia."

Namun beliau membenarkan apa yang kami dengar di tempat lain, yaitu: bahwa pimpinan itu pasti haji. Dia menunjukkan kepadanya daftar lain, yang berisi sekitar dua puluh nama pelaku kriminal.

Referensi : Delpher/ Beberapa Koran Era Hindia Belanda Tahun 1937.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun