Dampak dari adanya kandungan residu pestisida kimia  pada komoditi ekspor Indonesia  terjadi  pada tahun 2012.  Sebanyak 200 ton ekspor kopi Indonesia ke Jepang ditolak oleh badan karantina Jepang karena kopi Indonesia mengandung bahan aktif pestisida yang melebihi ambang batas maksimum residu. Kopi tersebut mengandung karbaril 0,1 millilgram sedangkan batas maksimum yang diperbolehkan adalah 0,01 millilgram. Senyawa kimia tersebut merupakan bahan aktif pestisida yang digunakan untuk mengendalikan hama (Maulana, 2012).
Bertindak bijaksana
Hendaknya kita belajar dari masa lalu sehingga tidak masuk ke dalam lobang yang sama. Keamanan pangan memang penting, sangat penting. Tapi harus dicapai dengan cara-cara yang berkelanjutan. Saat ini program swasembada diartikan dengan tanam terus tanpa istirahat. Menurut saya pribadi, hal ini tidak bijaksana. Tanah, bumi pertiwi, bukanlah benda mati, kita harus menghormatinya seperti Ibu kandung sendiri. Demikianlah anjuran budaya adiluhung kita.
Kita hidup dari kekayaan sang bunda. Eksploitasi atau menanaminya tanpa  henti, apalagi demi tujuan-tujuan yang tidak mulia seperti nama baik atau prestasi egois adalah tindakan yang gegabah dan serakah.  Hendaknya kita selalu mencari cara-cara  yang lebih santun dan bijaksana. Mulai dari teknologi yang ramah lingkungan sampai pengaturan populasi manusia. Bagaimanapun juga, bumi ini memiliki batasannya juga. Hal ini yang harus kita sadari. Janganlah kita mengorbankan banyak hal penting hanya demi keuntungan materi semata.
Peran Penting Pemerintah
Permasalahan ini memang tanggungjawab kita bersama namun pemerintahlah yang terdepan dalam mencari solusi yang kita perlukan. Pemerintah mempunyai kewajiban untuk membangun dan mendorong kemandirian masyarakat dalam mewujudkan masyarakat yang sejahtera.
Oleh karena itu, setiap solusi yang diambil harus didasarkan pada permasalahan ril masyarakat  dan hasilnya terukur untuk di evalusi. Dan setiap program kegiatan yang dibentuk pemerintah bersama legislator adalah bagian dari solusi tersebut.
Berdasarkan hal inilah kita belajar. Apakah program-program yang ada selama ini telah mampu menjawab permasalahan utama masyarakat kita, apakah mereka semakin mandiri dan sejahtera, apakah mereka semakin peduli terhadap diri, sesama dan lingkungannya?.
Pertanyaan-pertanyaan kita harus realistis dan membumi bukan untuk mencari siapa yang salah tapi mencari apa yang tidak tepat untuk segera dibenahi. Â Oleh karena itu, setiap solusi yang ditempuh haruslah menyentuh setiap aspek kemanusiaan kita.
Seorang humanis abad ini, Anand Krishna, memberikan panduan yang sangat realistis untuk menilai apakah setiap usaha kita, karya kita, Â telah berada pada jalur yang tepat. Â
Bila Kau Hanya Berkarya Demi Kepentingan Pribadi, Tak Pernah Berbagi dan Tak Peduli Terhadap Alam Yang Senantiasa Memberi Maka Sesungguhnya  Kau Seorang Maling.(Anand Krishna. Life Workbook. PT. Gramedia. 2007 )