Para Haji Pelopor Kebaikan di Masyarakat dan Pejuang Kemerdekaan Indonesia
Berikut ini nama-nama para haji yang tercatat dalam sejarah, sebagai pelopor kebaikan di masyarakat dan memiliki peranan penting dalam memperjuangkan kebangkitan dan kemerdekaan Indonesia.
- Haji Samanhudi dan Haji Oemar Said Tjokroaminoto
Lahir di Surakarta tahun 1868, Haji Samanhudi adalah seorang pedagang batik yang sangat perhatian dengan kondisi rakyat, dan menjadi pelopor perjuangan bangsa melalui jalan organisasi. Beliau mendirikan organisasi dagang Sarekat Dagang Islam (SDI) menyikapi kebijakan Hindia Belanda yang memberikan keleluasaan dan prioritas kepada pedagang asing dan Tionghoa untuk berdagang di Indonesia. Didirikan pada tanggal 16 Oktober 1905, SDI menjadi organisasi pertama di Indonesia, meskipun baru tercatat secara administratif pada tanggal 5 April 1909 dengan pembukaan cabang di Batavia/Jakarta dan Buitenzorg/Bogor.
Di bawah komando Haji Samanhudi, organisasi SDI terus berkembang pesat dengan dibukanya cabang di beberapa kota, dan tahun 1912 berubah nama menjadi Sarekat Islam (SI) serta melebarkan sayap perjuangan ke bidang sosial, ekonomi dan politik.
 Haji Oemar Said Tjokroaminoto, atau lebih dikenal sebagai HOS Cokroaminoto adalah tokoh pergerakan nasional Indonesia yang memiliki peranan penting dalam membina tokoh-tokoh yang di kemudian hari sangat berpengaruh dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Lahir 16 Agustus 1883 di Ponorogo, dari seorang wedana yang juga keturunan Kiai Ageng Hasan Besari dari Pondok Pesantren Tegalsari Ponorogo. Beliau memiliki kecerdasan, keberanian dan keterampilan dalam berpidato, tidak heran beliau dijuluki sebagai "Raja Jawa Tanpa Mahkota". Meskipun anak pejabat, beliau tidak segan untuk bergaul dengan rakyat jelata. Ketika beliau meninggalkan pekerjaan sebagai pegawai negeri dan melanjutkan sekolah di Surabaya, dia bekerja menjadi buruh pabrik gula.
Di kota ini HOS Cokroaminoto bertemu dengan Haji Samanhudi, pendiri serta pemimpin SDI. Haji Cokroaminoto meneruskan perjuangan tersebut dengan menjadi ketua organisasi Sarekat Islam. Selain itu beliau juga aktif menulis di surat kabar Bintang Soerabaja, dan membangun kos-kosan sebagai sumber pemasukan. Di kos inilah para pemuda aktivis pergerakan belajar secara langsung kepada beliau. Tercatat nama Soekarno, Darsono, Semaoen, Alimin, Musso dan Kartosoewirjo. Tidak heran beliau juga dijuluki sebagai Bapak Bangsa.
- Haji Agus Salim
Haji Agus Salim adalah seorang tokoh penting dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia yang memiliki peranan penting dalam bidang diplomasi dan hubungan internasional.
Lahir tahun 1884 di Agam Sumatera Barat, sebagai anak seorang Ahli hukum yang bisa menembus puncak karir sebagai Jaksa di Pengadilan Tinggi Riau, Agus Salim beruntung bisa mendapatkan pendidikan Belanda. Beliau anak yang cerdas, bahkan berhasil menjadi alumnus terbaik di HBS (sekolah menengah umum) se-Hindia Belanda. Setelah lulus Agus Salim bekerja sebagai penerjemah di kongsi pertambangan di Indragiri, lalu bekerja di Kedutaan besar Belanda di Jeddah Arab Saudi. Di sinilah beliau berguru kepada Syaikh Ahmad Khatib Al-Minangkabawiy. Â Â
 Kembali ke Indonesia, Haji Agus Salim mendirikan sekolah dasar, menulis dan menjadi redaktur di Harian Neratja, sampai mendirikan surat kabar Fadjar Asia. Beliau juga terjun dalam dunia politik sebagai pemimpin kedua di Sarekat Islam tahun 1915. Sempat menjadi anggota Volksraad (semacam DPR) tahun 1921-1924, dan menjadi anggota Panitia Sembilan dalam BPUPK yang ditugaskan mempersiapkan UUD 1945.
Dikenal sebagai diplomat ulung dan bisa berbagai Bahasa dunia, setelah Kemerdekaan, di tahun 1946 beliau diangkat menjadi Menteri Luar Negeri, dan berhasil membuka hubungan diplomatik dengan beberapa negara-negara Arab seperti Palestina dan Mesir. Dua negara inilah yang pertama kali mengakui Kemerdekaan Indonesia. Pengakuan dan dukungan luar negeri ini membantu mengantarkan Indonesia mendapatkan pengakuan kedaulatan dari Belanda tanggal 27 Desember 1949.
- Haji Ahmad Dahlan
Dilahirkan tahun 1868 di Kauman Yogyakarta dengan nama Muhammad Darwis, putra dari seorang ulama di Masjid Besar Kesultanan Yogyakarta, yang juga keturunan dari Maulana Malik Ibrahim alias Sunan Gresik.
Muhammad Darwis pergi haji di usia 15 tahun, lalu tinggal dan belajar agama di Makkah, kemudian mendapatkan pencerahan dari para pembaharu Islam seperti Muhammad Abduh, Jamaluddin Al-Afghani, dan Rasyid Ridha. Sempat berguru pula kepada Syaikh Ahmad Khatib Al-Minangkabawiy, beliau juga berjumpa dengan tokoh bangsa lainnya seperti Kyai Haji Hasyim Asy’ari pendiri NU dan Syeikh Sulaiman Ar-Rasuli pendiri PERTI.
Pulang ke kampungnya, beliau mengganti nama menjadi Ahmad Dahlan, dan melakukan pembaharuan Islam, dengan mengajak cara berfikir yang lebih rasional dan sesuai perkembangan zaman. Awalnya bergerak di bidang pendidikan, kemudian meluas ke bidang sosial kemasyarakatan, dan kemudian mendirikan organisasi Muhammadiyah pada tanggal 18 November 1912.
Awalnya Kyai Haji Ahmad Dahlan mendapatkan resistensi dari keluarga dan masyarakat sekitar, karena ide dan pemikirannya yang terlalu melewati zaman, namun pada akhirnya dakwah beliau bisa diterima dan berkembang.
Di bidang agama beliau dengan berani mengubah arah kiblat di musholla hasil mempertimbangkan ilmu falak/astronomi yang dipelajarinya, dan mengubah kebiasaan dengan tidak mengadakan pengajian Yasinan ketika ada yang meninggal dunia.
Di bidang budaya, beliau dituduh meniru-niru bangsa Belanda karena memperkenalkan sistem belajar ala sekolah Belanda, dan tidak ragu memakai busana dan alat musik dari Barat.
Organisasi Muhammadiyah terus membangun sekolah, dan rumah sakit, dan giat melakukan dakwah serta pemberdayaan ekonomi rakyat. Muhammadiyah terus berkembang hingga saat ini menjadi ribuan sekolah dan perguruan tinggi, serta masjid dan rumah sakit, dengan jumlah aset 400 trilyunan rupiah. Â
Dari dakwah, sekolah dan rumah sakit Muhammadiyah ini, lahirlah tokoh-tokoh lainnya, ada yang berperan dalam perjuangan merebut Kemerdekaan Indonesia, seperti Soekarno dan Buya Hamka, dan ada pula yang berperan membangun Indonesia setelah merdeka.
- Haji Hasyim Asy’ari
Dilahirkan tahun 1871 di Jombang Jawa Timur dengan nama Muhammad Hasyim Asy’ari, putra dari seorang ulama di Jombang, yang juga keturunan dari Raden Paku alias Sunan Giri.
Setelah nyantri ke beberapa pesantren seperti Pesantren Langitan Tuban, Pesantren Wonokoyo Probolinggo, Pesantren Kademangan Bangkalan, dan Pesantren Siwalan Panji Sidoarjo, Muhammad Hasyim Asy’ari pergi haji di usia 21 tahun. Kesempatan ini dipakai untuk belajar agama di Makkah, dan bahkan dipercaya untuk mengajar di Masjidil Haram bersama tujuh ulama Indonesia lainnya seperti Syekh Nawawi al-Bantaniy dan Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawiy. Di sini beliau berjumpa dengan Kyai Haji Ahmad Dahlan.
Sekembali ke Indonesia, Kyai Haji Hasyim Asy’ari berusaha meningkatkan kualitas umat Islam di kalangan tradisional dengan mendirikan Pesantren Tebuireng pada tanggal 6 Februari 1899. Tebuireng dulunya dikenal sebagai kawasan hitam, karena menjadi sarang perampok, perjudian, pelacuran dan kejahatan lainnya. Awalnya pesantren ini mendapatkan hambatan dari orang-orang yang tidak suka usaha perbaikan tersebut, namun dengan kecerdasan dari Kyai Hasyim dan metode dakwahnya yang arif bijaksana, akhirnya pesantren mendapat penerimaan masyarakat sekitar, dan lambat laun kebiasaan negatif di masyarakat bisa terkikis habis.
Pesantren Tebuireng terus berkembang dan terus melakukan perbaikan dalam metode pengajarannya. Misalnya metode belajar tradisional seperti sorogan dan weton, dikembangkan menjadi sistem madrasi atau sekolah. Bahkan tahun 1929 mulai memasukan mata pelajaran umum meskipun awalnya mendapatkan penentangan dari para wali murid.
Perhatiannya yang besar dalam menjaga tradisi Islam Ahlussunnah wal Jama’ah, mendorong Kyai Hasyim Asy’ari mendirikan organisasi Nahdhatul Ulama (NU) pada tanggal 31 Januari 1926 atau 16 Rajab 1344H di Surabaya. NU menjadi organisasi induk dari berbagai pesantren tradisional. Selain itu beliau juga aktif mengajar, berdakwah, dan menulis untuk menjawab banyak masalah agama dan problematika umat. Kedalaman ilmu dan keteguhan iman membuat beliau termasuk satu di antara sedikit ulama yang berani menolak membungkukkan badan ke arah Utara untuk menghormat kepada Kaisar di zaman penjajahan Jepang.
Peranan terbesar yang telah diberikan kepada negeri Indonesia adalah, ketika Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari mengeluarkan fatwa Resolusi Jihad pada tanggal 22 Oktober 1945, yang isinya mewajibkan umat Islam untuk berjihad mempertahankan dan menegakkan Negara Indonesia dari ancaman penjajahan kembali oleh Belanda.Â
Fatwa ini disambut baik oleh rakyat Indonesia, terbukti dengan adanya perlawanan besar-besaran melawan Belanda dan Sekutunya di Pertempuran Surabaya 10 November 1945. Ini adalah pertempuran terbesar dan terberat dalam sejarah perjuangan Kemerdekaan Indonesia, sehingga diperingati sebagai Hari Pahlawan. Â
 Organisasi Nahdhatul Ulama yang didirikannya terus membesar seiring bertambah dan berkembangnya pesantren di Indonesia. Ribuan pesantren, masjid, sekolah dan perguruan tinggi yang bernaung di bawahnya, yang semuanya berperan untuk memajukan pendidikan di kalangan umat Islam. Beberapa tokoh dari NU banyak berkiprah demi kemajuan Indonesia, ada yang menjadi menteri bahkan ada yang menjadi presiden.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI