Davina meneteskan air mata. Duapuluh tujuh tahun. Kesetiaan yang tak mengenal waktu. Ia menyusuri pandang setiap jengkal rumah itu, menggali secuil demi secuil cerita indah yang mungkin ditinggalkan seorang Cut Hajra untuk orang-orang sepertinya. Untuk perempuan yang memutuskan menunggu.
"Bu, maaf." Davina bertanya satu hal yang masih mengganggu pikirannya. Ibu muda penjual sayur itu menyambut ramah. "Kenapa Bu Laksmi tak mau memberitahu nama aslinya ya?"
"Katanya, dia hanya akan mengatakan nama aslinya pada perempuan yang bernasib sama dengannya."
Davina menarik badannya lebih tegap menopang langit. Hatinya hangat seketika.
*
Ilustrasi:Â mikyag.com.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H