Mohon tunggu...
Fandi Sido
Fandi Sido Mohon Tunggu... swasta/hobi -

Humaniora dan Fiksiana mestinya dua hal yang bergumul, bercinta, dan kawin. | @FandiSido

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Dua Perempuan

19 Desember 2012   02:29 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:24 808
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kekhawatiran mulai hinggap di hati Davina, pikiran-pikirannya mulai menebak-nebak apa yang mungkin terjadi pada perempuan itu, atau di mana ia sekarang. Ia hanya mendapati bangku panjang itu meninggalkan bekas cekungan warna lebih gelap di satu ujungnya, seperti telah diduduki selama puluhan tahun.

"Oo ... itu namanya Bu Laksmi. O jadi nama aslinya Cut Hajra. Sama semua orang di sini ia tak pernah memberi tahu nama aslinya ...." Pedagang itu merenung sejenak kemudian mukanya tiba-tiba bergejolak.

"Kau tak pernah mendengar radio ya? Bu Laksmi itu pahlawan di kampung ini. Ya ... memang tidak bagi semua orang, tapi menurut saya pasti bagi setiap perempuan."

"Pahlawan ... maksudnya?"

Laki-laki pengusaha parut kelapa itu akhirnya menyediakan dua kursi untuk mereka duduk, menyerahkan pelayanan pelanggan kepada anaknya. Akhirnya, ia menjelaskan kepada tamu perempuan muda yang nampaknya sangat penasaran soal seorang perempuan lain.

"Konon, saya juga tak tahu persis, Bu Laksmi datang ke kampung ini duapuluh tujuh tahun lalu, di masa-masa lengsernya Sukarno. Tak ada yang tahu pasti dari mana asalnya, tapi apa yang dilakukannya di sini, benar-benar membuat semua orang heran!"

"Heran? Maksudnya?" Davina menunjukkan keheranan yang sama.

"Kau lihat bangku kayu di depan itu?" Pedagang itu menunjukkan arah dan Davina mengiyakan. "Itu sudah seperti bangku pribadi Bu Laksmi. Sampai beberapa kali diperbaiki sendiri oleh dia, kadang dibantu kami. Di bangku itu, Tiap pagi Bu Laksmi duduk merajut, kadang membaca buku, kadang memberi makan burung, kadang menghibur anak-anak sekolah yang bersedih. Ia datang jam tujuh dan pulang jam sembilan. Datang lagi sore jam empat dan pulang jam enam."

"Untuk apa ia duduk di situ setiap hari?"

"Tak ada yang tahu pasti, tapi kuyakin, itu ada hubungannya dengan sapu tangan saudagar kaya yang disimpannya!"

"Saudagar kaya?" Davina tiba-tiba teringat sapu tangan itu. Kain tipis berwarna marun dengan renda tipis di pinggirnya, tak banyak motif tapi ada sulaman sebuah nama di sudutnya yang tak sempat ia ingat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun