Mohon tunggu...
Fandi Sido
Fandi Sido Mohon Tunggu... swasta/hobi -

Humaniora dan Fiksiana mestinya dua hal yang bergumul, bercinta, dan kawin. | @FandiSido

Selanjutnya

Tutup

Drama

Cuplikan Awal: Buku Putih

1 Juli 2012   15:55 Diperbarui: 13 Juli 2015   15:31 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

BUKU PUTIH

Sorotan terarah ke gedung KPK. Enam lantai dengan sinar matahari barat menerpanya miring. Bunyi deru lalu lintas dari kejauhan.

1.INT. LOBI – SORE – LUKMAN, DEPUTI, ORANG GILA

Lukman, paruh baya dengan setelan rapi tanpa jas ataupun dasi. Lengannya kemejanya tergulung sampai ke siku. Di belakangnya, deputi dan seorang sekretaris sigap mengikuti. Kepatuhan yang wajar.

DEPUTI


Kita tidak bisa merahasiakan ini selamanya, Pak.

LUKMAN


Iya,saya mengerti. Tapi untuk saat ini tolong dirahasiakan dulu. (siap menelepon)

Pintu utama yang tak pernah tertutup masih sesak, namun orang-orang nampak menyingkir karena seseorang berpakaian lusuh dan tak terawat masuk tanpa alas kaki. Langkahnya terhuyung. Bibirnya basah karena air liurnya seperti meleleh. Beberapa kali memegang pecinya.

Orang gila menabrak dan menyergap lengan Lukman. Berhenti di situ. Matanya tajam, kalimatnya teratur.

ORANG GILA


Ada harta berharga di bawah gedung ini. Sebuah rahasia!

Lukman menatap heran. Telepon tak lagi menempel di telinganya. Ia lalu menatap dua pengawalnya bergantian, melihat sekeliling. Orang-orang sama herannya.

DEPUTI


Hati-hati, Pak. Mohon kasih jalan.

ORANG GILA


Kelak, akan terbongkar rahasia penting yang membuat gedung ini diperebutkan banyak orang. Anda ketua KPK. Waspadalah!

Dua petugas menyergap orang gila itu. Terseret mundur keluar, ia mengeluarkan teriakan berkali-kali. Meracau tentang rahasia, bawah tanah, dan ketua yang baru. Orang-orang heran dan berlalu.

2.INT. KABIN BELAKANG MOBIL – SORE - LUKMAN, DEPUTI

Pintu tertutup nyaris bersamaan. Lukman memastikan bawaannya lengkap. Sementara deputinya memeriksa keamanan standar. Jendela digedor-gedor dari luar. Kamera menempel di kaca. Mulut bergerak-gerak tapi tak terdengar apapun selain bunyi udara keluar dari lubang pendingin.

LUKMAN


Apa-apaan tadi itu?

DEPUTI


Hanya orang gila, Pak. Tidak perlu dipikirkan.

LUKMAN


Dia menyebut-nyebut soal rahasia.

DEPUTI


(Berdeham, tersenyum)

LUKMAN


Apa maksudnya itu?

DEPUTI


Bukan apa-apa, Pak. Presiden sudah menunggu. Kita tiba di sana lima belas menit lagi. Pak, (menyeru ke sopir) ambil jalur paling cepat ya.

3.INT. RUANG RAPAT KABINET – MALAM - LUKMAN, PRESIDEN, KEPALA BIN

Suasana ramai namun tenang. Tak banyak yang berani bilang sesuatu kecuali saling berbisik. Beberapa menteri curi-curi membuka telepon genggam di balik meja. Presiden memasuki ruang rapat dikawal dua ajudannya. Hadirin berdiri, termasuk Lukman yang duduk di meja berlabel KPK. Kepala BIN, seragam perwira polisi, tersenyum kemudian duduk persis di depannya. Hadirin duduk satu detik setelah presiden menyilakan.

Lukman melihat ke arah Kepala BIN. Ada kejengkelan lama yang kembali menyeruak. Perwira tinggi itu senyum membuatnya semakin jengkel.

Sorotan berganti ke wajah presiden. Lemak menyelimuti wajahnya, menonjolkan dua kantung mata yang sama beratnya. Kalimat yang teratur membuka pidato.

PRESIDEN


Sebaiknya langsung saja. Ada ancaman dalam negeri yang mendesak  untuk kita selesaikan. Datang begitu cepat, saya ingin kita menyelesaikannya juga dalam waktu cepat.

KEPALA BIN


Pak presiden, mohon maaf.

PRESIDEN


Silakan.

KEPALA BIN


Kami sudah kaji masalah ini, dan statusnya sudah dinaikkan ke level ‘terorisme’.

PRESIDEN


(menghela napas, berpikir.)

Menteri mulai saling pandang. Beberapa berbisik tanpa banyak tahu duduk perkaranya.

LUKMAN


Pak Presiden, Pak Kepala BIN, Maaf. Tapi apa yang kita bicarakan di sini?

Presiden melihat ke arah Ketua KPK itu. Teringat bahwa pejabat satu itu baru saja kembali dari luar negeri setelah kunjungan diplomasi selama satu minggu.

KEPALA BIN


Wah, Anda ini sepertinya terlalu banyak nonton berita ya selama ke luar negeri. Ada situasi krisis yang sangat rahasia di sini. Menyangkut keamanan nasional.

LUKMAN


Oke. Saya sudah terlalu banyak mendengar rahasia di sini. Ada apa sebenarnya?

PRESIDEN


Pak Lukman, saya mengerti posisi Anda. Singkatnya, data rahasia kita telah dibobol.

LUKMAN


Data apa? Seberapa berbahaya?

PRESIDEN


(melihat ke arah Kepala BIN dan beberapa pejabat)


Ada berkas-berkas sejarah yang baru ditemukan. Itu diyakini menyangkut skandal presiden-presiden kita yang terdahulu. Kalau terbuka ke publik … (bersandar)

KEPALA BIN


Dipercaya. Kalau ini terbongkar, negara bisa kacau sampai ke akar-akarnya.

Lukman terkejut.

LUKMAN


Dan kita rapat dengan orang sebanyak ini?

Presiden menyadari ada benarnya pernyataan Ketua KPK itu. Ada tiga puluh lebih pejabat negara di ruangan itu. Kebanyakan tidak mengerti dan sebagiannya tidak peduli. Presiden menyadari ada kesalahan, tapi situasi sudah terlanjur genting.

PRESIDEN


Pak Lukman. Ada sebuah buku. Sampulnya putih. Dipercaya saat ini tersimpan di sebuah ruangan di gedung Anda. Itulah rahasia yang dicari banyak orang. Buku rahasia setiap kepala negara. Buku putih pemerintahan kita sejak orde lama. Ya Tuhan, sebentar lagi Hari Kemerdekaan. Sepertinya seseorang sengaja menakut-nakuti kita.

LUKMAN


Di gedung KPK?

Semua mata tertuju kepada pejabat yang baru enam bulan menduduki kursi Ketua KPK itu. Tak ada kalimat lanjutan. Presiden dan pejabat lainnya menunggu konfirmasi. Tapi nampaknya Kepala BIN yang paling merasakan kemenangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Drama Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun