Kali ini Yanuar yang mengangguk. Tentu saja seorang pilot lebih paham ihwal integritas.
"Oh iya. Maaf. Kalau saya boleh membahas kasus ini lagi." Adam menyela singkat ketika kedua tamunya menyilakan dengan ramah.
"Kenapa kalian ingin mengangggap serius surat-surat ini. Apa pentingnya? Maksud saya, Anda bisa saja mengabaikannya dan melanjutkan hidup yang wajar?"
Gina menghela napas.
"Sebetulnya kami juga ingin demikian, Pak Adam. Tapi kejadian yang terjadi akhir-akhir ini memaksa kami untuk menganggap hal ini serius."
Adam tertarik lebih intens lagi kini. "Kejadian apa?"
Gina dan Yanuar saling memandang sebelum mereka menceritakan lebih lanjut. "Sebetulnya sebelum ini kami sudah menerima beberapa kali teror, Pak Adam. Beberapa sudah kami laporkan juga ke polisi tapi sampai saat ini ..."
"Tidak ada tersangka," potong sang suami. Gina kemudian melanjutkan lagi kalimatnya. "Ya, tidak ada tersangka. Kami sempat tenang selama beberapa minggu terakhir, tapi teror itu berlanjut ternyata. Menurut satpam rumah, sering ada lemparan ayam mati dari luar, dengan leher terpenggal. Yang terakhir bahkan lebih mengerikan, karena mereka menaruh bangkai anjing dengan mulut berbusa tepat di depan pintu kami. Entah siapa pengirimnya, kami tak mau berspekulasi."
Adam mengernyitkan dahi. Para tamunya ini seperti punya urusan serius dengan orang-orang yang tidak menyukai mereka.
"Tidak ada petunjuk sama sekali?"
"Ya belum, Pak Adam. Tapi kami berusaha tetap tenang. Kami antar anak-anak ke sekolah setiap pagi dan menyempatkan meminta sopir untuk menjemput mereka sepulang sekolah. Semata-mata untuk mengantisipasi."