"Arza Basyahril. Seorang pengantin, lebih tepatnya calon pengantin," jawab Adam dengan menekankan kata "calon" kemudian melanjutkan. "Tiba-tiba menghilang dari rumahnya. Tanpa jejak, tanpa pesan. Pemuda berusia dua puluh dua tahun itu sudah dicari ke seluruh kampung, tapi tidak juga ketemu. Juga tidak ada yang melihat dia pergi meninggalkan rumah pada saat kejadian. Juga tidak ada tanda-tanda penculikan ataupun kekerasan lainnya."
Eno menyimak lebih serius.
"Pihak keluarga mempelai perempuan yang menghubungi kita barusan lewat email. Aku sempat tidak percaya, tapi tanda tangan jelas dan pesan-pesan khusus seperti 'Anda boleh mengacuhkan ini jika tidak percaya' yang ditulis dalam badan pesan itu justru membuat aku percaya sepenuhnya bahwa itu bukan pesan sampah. Dan benar-benar ada orang yang membutuhkan bantuan saya. Maaf Eno, tapi sepertinya orang ini juga tidak percaya polisi." Adam lalu melirik segan kepada sahabatnya.
"Kenapa begitu?"
"Sayangnya komputer itu macet andai kamu bisa baca sendiri pesannya. Jadi di dalam surat elektroniknya ini, seorang bernama Abdul Malik Usman mengaku sebagai ayah mempelai perempuan, yang namanya Marlistya Afriani Usman, menjelaskan bahwa sudah tiga hari Azra menghilang. Sedangkan acara pernikahan mereka akan digelar Sabtu besok, yang berarti tinggal dua hari dari sekarang. Polisi hanya menyebutkan akan menginvestigasi ini, tanpa memberi harapan sedikitpun baik itu tanda-tanda akan menemukan, ataupun petunjuk lain yang memberi ketenangan. Itulah mengapa keluarga itu mengirim pesan ke aku. Mereka juga menitipkan nomor telepon jika sewaktu-waktu ada yang ingin kutanyakan. Dari gaya bahasa dan cara penyampaian pesannya, sepertinya mereka ini keluarga yang cukup berpengaruh, tapi juga tertutup."
"Tahu dari mana mereka tentang kamu?"
"Entahlah. Berita akhir-akhir ini bisa tersebar dalam beberapa menit, kamu tahu. Kasus-kasus yang kutangani kemarin sedikit banyak pasti berpengaruh bagi sebagian orang yang tidak percaya institusi kepolisian. Maaf lho."
"Tidak apa. Lanjutkan. Apa lagi isi pesannya?"
"Bapak Abdul Malik Usman ini sekaligus minta nomor rekeningku, katanya untuk mengirim biaya perjalanan sekaligus setengah dari upah yang jumlahnya lumayan." Sampai di situ Adam menghela napas. "Ya, di satu sisi ada kekhawatiran juga melakoni profesi ini, Eno. Melambungkan harapan orang terhadapku sampai mereka rela mengeluarkan banyak materi, sementara aku belum menjanjikan apa-apa."
"Itu kepercayaan namanya."
"Hm. Bisa jadi. Tapi justru itu yang membuatku risau."