"Jadi hampir pasti saat ini ia tinggal bersama ayahnya. Tidak jauh dari sini." Pak guru menutup hipotesanya sambil tersenyum dan kembali meneguk air putih di depannya.
"Ooooo...." Aku lagi-lagi hanya bisa mengangguk.
"DOA IBU itu pasti sangat penting baginya. Itulah kekuatan seorang anak yang diwariskan oleh orangtua, bahkan setelah sang orangtua meninggal."
"Speechless saya." kataku terkagum-kagum.
"Apa? Spiker?"
"Tak bisa berkata-kata, Pak, maksudnya."
"Ohh... tak bisa berkata-kata. Ya terang saja! wong dari tadi kamu cuma ndengerin saya kok. Saya yang paling haus. kamu sih terima-terima saja. Otak anak muda memang seharusnya diisi hal-hal seperti ini sebelum tidur, jangan bayangan atau lamunan tentang cewe mulu, yang belum tentu bisa digebet besok. Hahaha...."
"Nyindir kena banget nih Pak guru." pikirku.
Jam berdentang tepat di pukul 00:00. Waktunya menggelar karpet dan menyambut mimpi.
Keesokan paginya, secara tak sengaja kutemukan foto di lantai depan kamar Pak Guru. Seorang perempuan tua dengan anak laki-lakinya yang mirip Pak guru waktu kecil. Di balik kertas itu ada tulisan "Selamat jalan, Ibu tersayang."
Yogyakarta, November 2010, tengah malam.