Kami memilih tidak meninggalkan Tukang Nasi Goreng dan berdiri menyandar di tembok, memperhatikan.
Tak begitu lama, Pak guru menyolek tanganku lalu menunjuk ke arah gerobak.
Aku lalu sadar kalau bliau bermaksud menunjukkan tulisan huruf yang tak terlalu bagus namun jelas bunyinya, di bagian dinding atas gerobak sisi ujungnya. Tulisan itu akan tepat berada di depan mata tukangnya saat gerobak didorong.
"DOA IBU" Demikian bunyi tulisan itu sederhana. Aku membacanya dengan lirih. Lalu menengok dan tersenyum kepada Pak guru. Beliau pun mengangguk, tak melepaskan senyum bahagia dari bibirnya. Entah apa yang ada di pikirannya.
Sepuluh menit berlalu....
Suasana kembali hening, nasi goreng magelangan pun raib dari kertas minyak pembungkusnya. Habis dilahap Pak Guru.
"Tadi itu mas penjual nasi gorengnya masih punya Ibu ya, menurutmu?" Pak guru memulai pembicaraan kemudian mengangkat gelas dan meneguk air banyak-banyak. Sudut matanya menyorotku tajam.
"Apa?" jawabku bingung.
"Iya. Tadi itu kan ada tulisannya DOA IBU. Lihat kan tadi?"
"Oh, lihat. Memangnya kenapa Pak?"
"Menurutmu Ibunya masih hidup tidak?"