Sejauh ini latihannya lancar. Matic emang banyak membantu karena tidak perlu perpindahan gigi. Dasar pola pikirmu yang memang sangat exact membautmu lebih jeli melihat urut-urutan tindakan biar motornya tetap melaju stabil. Kita aman. Bahkan kakiku sudah tidak lagi terseret di aspal seperti beberapa menit yang lalu. Mulai kurasakan angin berhembus memasuki celah-celah samping helmku. Bersiul di telinga menyampaikan kesepiannya melihat kita berboncengan sambil tertawa-tawa.
"Yeeeaaa... Aku bisaaa.... Heuh. ternyata segini aja. Gampang." kau mulai sesumbar padahal baru mengelilingi taman dua kali. Itupun belum ada kendaraan lain yang lalu lalang di situ.
"Yakin bisa? Kalo gitu yuk keluar. Kita ke jalan gede."
"Hwaah?? Nggak deh. Jangan malam ini lah Ndi."
"Emang motornya ditaruh di sini aja po? Nggak dibawa pulang?"
"Ya.... itu sih..."
"Yuk. Gapapa. Ada aku :)", upayaku meyakinkan sambil menepuk-nepuk paha dengan maksud menyampaikan pesan bahwa kakiku masih setia menopang laju motor nanti.
"Walaupun pegelnya masih terasa...." gumamku dalam hati lalu kemudian hilang begitu saja tersapu rasa semangat yang sedang panas-panasnya.
Bisa ditebak, malam itu kita gila-gilaan dalam arti yang sebenarnya ala muda-mudi.
Kamu sudah bisa melaju di jalan raya; sesekali berteriak cempreng saat kendaaraan lain menyalip atau mobil di belakang membunyikan klakson.
Aku tahu ini tidak mudah bagimu. Tapi kalau bukan malam ini bisanya, kau bisa saja kehilangan kesempatan latihan mengendarai motor kamu sendiri.