Mohon tunggu...
Afriza Yohandi Putra
Afriza Yohandi Putra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

NIM : 43223110005 | Program Studi : Sarjana Akuntansi | Fakultas : Ekonomi dan Bisnis | Jurusan : Akuntansi | Universitas : Universitas Mercu Buana | Dosen : Prof. Dr. Apollo, M.Si., Ak.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Penerapan penyebab kasus korupsi di indonesia pendekatan Jack Bologna

15 November 2024   21:05 Diperbarui: 15 November 2024   21:34 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1. Greed (Keserakahan)

Keserakahan menjadi pendorong utama dalam kasus Asabri. Nilai kerugian negara yang mencapai Rp22,78 triliun mencerminkan besarnya ambisi para pelaku untuk mendapatkan keuntungan pribadi tanpa batas. Keserakahan ini terlihat pada tindakan kolusi yang melibatkan pejabat tinggi Asabri dengan pengusaha seperti Benny Tjokrosaputro dan Heru Hidayat.

  • Keinginan Memperoleh Keuntungan Maksimal: Para pelaku memanfaatkan dana investasi yang berasal dari kontribusi prajurit TNI, Polri, dan pensiunan untuk tujuan pribadi. Mereka memilih saham-saham yang memiliki nilai rendah (junk stocks) dan memanipulasi harga saham tersebut, kemudian mengarahkan keuntungan ke kantong pribadi melalui skema penggelembungan harga.
  • Sikap Tidak Memedulikan Kepentingan Publik: Dana Asabri yang seharusnya digunakan untuk kesejahteraan peserta asuransi menjadi korban ambisi pribadi. Para pelaku, baik dari internal maupun eksternal Asabri, lebih memilih untuk mengambil keuntungan besar dalam jangka pendek tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap stabilitas dana pensiun para prajurit.

Keserakahan ini tidak hanya muncul dari individu, tetapi juga didukung oleh budaya organisasi yang permisif terhadap tindakan manipulasi dan penyalahgunaan wewenang.

2. Opportunity (Kesempatan)

Kesempatan muncul karena lemahnya sistem pengawasan internal dan eksternal dalam pengelolaan dana investasi. Beberapa faktor berikut memberikan ruang bagi korupsi untuk berkembang:

  • Sistem Pengawasan Internal yang Lemah

    • Keputusan investasi di Asabri berada di tangan segelintir individu yang memiliki kekuasaan penuh. Sistem kontrol internal yang seharusnya memastikan setiap investasi berjalan sesuai prinsip kehati-hatian tidak berjalan dengan baik. Tidak ada mekanisme yang transparan untuk mengevaluasi apakah investasi tersebut layak atau berisiko tinggi.
    • Manajemen investasi yang tidak profesional membuka peluang untuk manipulasi saham. Dalam kasus ini, saham-saham yang dipilih adalah saham dengan nilai rendah dan mudah dimanipulasi oleh pengusaha yang berkolusi dengan pejabat Asabri.
  • Minimnya Transparansi dan Akuntabilitas

    • Asabri sebagai pengelola dana besar tidak memiliki mekanisme pelaporan yang transparan kepada publik. Hal ini membuat masyarakat, termasuk peserta Asabri, tidak dapat memantau bagaimana dana mereka dikelola.
    • Kurangnya keterbukaan juga membuat pihak luar, seperti lembaga pengawas keuangan, sulit mendeteksi adanya praktik manipulasi.
  • Kolusi dengan Pihak Eksternal

    • Kolusi antara pejabat Asabri dan pengusaha seperti Benny Tjokrosaputro serta Heru Hidayat menciptakan jaringan korupsi yang sangat terorganisir. Dalam kasus ini, saham-saham yang dipilih untuk investasi adalah saham yang dimiliki oleh kedua pengusaha tersebut, yang kemudian dimanipulasi untuk memberikan keuntungan langsung kepada mereka.
    • Adanya konflik kepentingan antara pejabat pengelola dan pihak eksternal semakin memperbesar kesempatan korupsi.

Kesempatan ini semakin diperkuat dengan lemahnya pengawasan eksternal oleh lembaga seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Regulasi yang longgar dan ketidakefektifan dalam memantau aktivitas investasi membuat tindakan korupsi berjalan tanpa hambatan berarti.

3. Need (Kebutuhan)

Kebutuhan para pelaku dapat dikelompokkan menjadi kebutuhan individu dan kebutuhan organisasi.

  • Kebutuhan Individu

    • Gaya Hidup Mewah: Benny Tjokrosaputro dan Heru Hidayat dikenal sebagai pengusaha yang memiliki gaya hidup mewah. Untuk mempertahankan standar hidup tersebut, mereka memanfaatkan dana investasi Asabri sebagai sumber pendapatan tambahan. Dengan mengarahkan investasi ke perusahaan mereka sendiri, mereka dapat mengontrol aliran dana secara langsung.
    • Tekanan Finansial: Meskipun kaya, pelaku seperti Benny dan Heru juga memiliki beban finansial besar dari proyek bisnis yang gagal. Korupsi di Asabri menjadi cara mereka menutup kerugian atau membiayai proyek lain yang sedang berjalan.
  • Kebutuhan Organisasi

    • Tekanan untuk Mencapai Target Investasi: Pejabat Asabri mungkin merasa tertekan untuk menunjukkan kinerja investasi yang tinggi. Dalam lingkungan yang kurang transparan, tekanan ini dapat membuat mereka mengambil jalan pintas, termasuk memilih investasi spekulatif yang sebenarnya tidak menguntungkan.
    • Kebutuhan Dana untuk Menjaga Loyalitas: Dalam beberapa kasus, korupsi juga dilakukan untuk membangun atau menjaga jaringan kekuasaan. Dana dari korupsi Asabri dapat digunakan untuk menjaga loyalitas kolega, mitra bisnis, atau bahkan pihak-pihak yang memiliki pengaruh politik.

Kombinasi kebutuhan individu dan organisasi ini menciptakan motivasi kuat untuk melakukan tindakan korupsi, meskipun risiko yang dihadapi sangat besar.

4. Exposure (Paparan Risiko)

Para pelaku dalam kasus Asabri menggunakan berbagai strategi untuk meminimalkan risiko terungkapnya tindak korupsi mereka:

  • Manipulasi Laporan Keuangan

    • Salah satu cara utama yang digunakan adalah memanipulasi laporan keuangan untuk menyembunyikan kerugian besar dari investasi. Dengan merekayasa nilai aset, laporan Asabri terlihat normal meskipun sebenarnya dana sudah habis diselewengkan.
    • Rekayasa ini juga membuat pengawas eksternal sulit mendeteksi pelanggaran dalam waktu cepat.
  • Kolusi untuk Melindungi Tindakan

    • Pelaku internal dan eksternal bekerja sama untuk menutupi jejak. Kolusi ini memungkinkan manipulasi nilai saham tanpa adanya protes dari pihak-pihak terkait karena semua pihak yang berperan mendapatkan keuntungan.
    • Adanya hubungan dekat antara pelaku dan beberapa pihak yang memiliki pengaruh politik juga memberikan perlindungan tambahan.
  • Minimnya Perhatian Publik

    • Sebagai perusahaan asuransi untuk TNI dan Polri, Asabri tidak menjadi perhatian utama masyarakat umum. Hal ini membuat penyimpangan dalam pengelolaan dana berlangsung tanpa sorotan publik. Paparan risiko baru meningkat ketika kasus ini menjadi perhatian media dan lembaga hukum seperti Kejaksaan Agung.
  • Penyelidikan yang Lama

    • Praktik korupsi di Asabri sudah berlangsung selama beberapa tahun sebelum akhirnya terungkap. Waktu yang lama sebelum investigasi dimulai memberikan cukup waktu bagi pelaku untuk menyembunyikan bukti dan mengalihkan aset hasil korupsi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun