"Halo, nona muda. Kamu terlihat sangat menawan, apa aku boleh meminjam senyumanmu?"
"Hey, Aku sudah bukan nona muda lagi."
"Tapi kau masih terlihat sama di mataku, masih terlihat cantik dengan ekperesi arogan sama seperti dahulu."
Itulah percakapan kami sekarang dan juga rasa romantis yang dulu pernah aku ucapkan terhadapnya. Ternyata perasaan seperti ini tetap bertahan meski sudah berpuluh-puluh tahun lamanya.
Yapp, tiga puluh tahun yang lalu.
Setidaknya waktu itu jatuh cinta menurutku tidak akan semenarik ini. Seperti hal nya kau menyukainya sementara dan perasaannya bisa tiba-tiba menghilang begitu saja. Entah kapan tibanya, tetapi kehidupan ternyata kadang tak pernah dapat diterka oleh akal manusia.
***
Aku Ben, tahun ini menjadi mahasiswa akhir yang sebentar lagi akan menghadapi skripsi, sidang, dan kelak wisuda. Aku hobi menulis--yang bahkan sering meniru kelakuan para penyair dari sisi keromantisannya atau ke-nyelenehannya. Sebab entah kenapa semakin lama menulis itu dunia kadang menjadi lebih kecil dan waktu di dunia ini juga semakin singkat.
Hari ini selesai dari perpustakaan aku pergi ke taman kampus yang biasanya menjadi tempat bersantai para mahasiswa. Sembari menenteng tas yang bergelembung dan memegang buku puisi karya Amir Hamzah--penyair kesukaanku untuk kubaca nanti. Di taman kadang ramai tapi kadang sepi juga, lebih banyak yang berkumpul di sini biasanya adalah mahasiswa semester baru. Tapi hari ini ternyata cukup sepi karena banyak bangku dan tempat yang terlihat kosong.
Aku berjalan menuju sepertiga taman ini tempat biasanya aku duduk. Namun di sana ternyata ada seorang wanita yang sudah menempatinya. Meskipun aku tetap menuju ke arah sana karena mungkin itu tempat favoritku.
"Halo, nona muda. Boleh aku duduk di sini?" Tanyaku tepat di depan wanita tersebut.