Mohon tunggu...
Afrisya LailaZakia
Afrisya LailaZakia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya adalah seorang Mahasiswa dari jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar di salah satu Universitas Negeri di Bali. Saya memiliki hobi menggambar, melukis, menulis dan juga membaca.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Kualitas Pendidikan di Indonesia yang Tidak Dapat Menyaingi Negara dengan Populasi Penduduk Sama

12 Desember 2022   11:48 Diperbarui: 12 Desember 2022   12:34 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Disusun sebagai pemenuhan tugas individu Wawasan Kependidikan

Dosen Pengampu: Dr. Kadek Suranata S.Pd., M.Pd. Kons

Disusun oleh :

Afrisya Laila Zakia dengan NIM 2211031004

Kelas 1 A

Pendidikan merupakan suatu proses ataupun usaha untuk mempelajari pengetahuan ataupun keterampilan melalui bimbingan dari seorang tenaga pendidik yang dilakukan dengan cara proses belajar di sekolah ataupun luar sekolah. 

Pendidikan ini dilaksanakan untuk bisa mendapatkan ilmu pengetahuan yang berguna bagi kehidupan kedepannya. Pendidikan juga bisa mengurangi kesenjangan sosial yang terjadi pada sebuah negara, karena dengan seseorang memiliki Pendidikan yang baik dia bisa mengembangkan perekonomian yang ada, bahkan bisa membuka lapangan pekerjaan.

Saat ini Pendidikan di Indonesia bisa dibilang masih harus dikembangkan lagi karena pendidikan di Indonesia sudah sangat tertinggal dari negara maju. Indonesia saat ini menggunakan sistem pendidikan nasional sistem pendidikan nasional ini merupakan keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. 

Dalam pendidikan nasional memiliki beberapa bagian yang saling bekerja sama juga saling mendukung untuk mencapai tujuan pendidikan. Bagian-bagian tersebut yaitu, lingkungan, sumber daya, dan juga masyarakat.

Di negara yang memiliki pendidikan unggul mayoritas masyarakatnya memiliki minat baca yang tinggi. Finlandia merupakan salah satu contoh negara dengan sistem pendidikan yang bagus dan negara dengan minat baca No. 1 di dunia. 

Data tersebut tercatat pada The World’s Most Literate Nation (WMLN), di mana WMLN melakukan riset dengan mendata minat baca pada 61 negara dan ditetapkan bahwa Finlandia adalah negara dengan minat baca paling tinggi di seluruh dunia. Lingkungan masyarakat Finlandia membuat mereka bisa menjadi negara dengan minat baca dan sistem pendidikan yang baik. 

Contohnya yakni pemerintah Finlandia memberikan parsel pada orang tua yang beru memiliki bayi, di dalam parsel tersebut bukan hanya berisi perlengkapan bayi saja tetapi ada juga buku, karena pendidikan awal berasal dari orang tua sehingga pemerintah Finlandia memberikan parsel tersebut. 

Selain itu di Finlandia juga ada tradisi membaca dongeng sebelum tidur, dan dongeng yang diceritakan merupakan dongeng mitologi ataupun folk (legenda), hal ini dipercaya dapat membentuk karakter anak. Lalu siaran televisi di Finlandia diberi subtitle untuk siaran asing, seperti kartun dari luar negeri, hal ini dilakukan untuk meningkatkan minat baca pada anak - anak di sana.

Pada The World’s Most Literate Nation Indonesia berada di peringkat kedua dari bawah, yaitu peringkat 60 dari 61 negara. Hal ini sangat jauh berbeda dengan negara yang hampir sama angka populasinya seperti China dan Amerika serikat. Seharusnya Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk terbanyak no-4 di dunia setidaknya dapat bersaing dengan negara tersebut. 

Rendahnya minat baca masyarakat Indonesia perlu ditingkatkan lagi, karena jika minat baca rendah pendidikan pun akan sulit untuk meningkat. Jika di Finlandia anak usia dini sudah di biasakan mendengarkan cerita dan membaca, lain halnya dengan anak usia dini di Indonesia, terutama pada anak yang sering memegang smartphone. 

Pengaruh smartphone sangat besar pada anak usia dini apalagi jika tanpa pengawasan orang tua, perkembangan motorik maupun fisik anak dapat terhambat jika anak terus menatap smartphone. Biasanya anak yang sering bermain smartphone akan cenderung tidak mau bersosialisasi dengan sesamanya dan lebih memilih untuk memainkan game ataupun menonton tayangan youtube. 

Jika hal ini terus terusan terjadi maka anak akan mengalami kesusahan dalam bersosialisasi dan kesusahan dalam pembelajaran karena akan terus hilang fokus dan memikirkan handphonenya saja. Inilah mengapa minat baca di Indonesia masih rendah, karena anak usia dini bukannya di ajak untuk membaca buku atau mendengarkan cerita tetapi dibiarkan memainkan gawai bahkan tanpa pengawasan dari orang tua.

Untuk lebih meningkatkan minat baca di Indonesia maka pemerintah dan juga para orang tua harus bekerja sama untuk menciptakan kebiasaan baik sebagai dasar untuk meningkatkan minat baca pada anak. 

Pertama pemerintah harus lebih memperhatikan perbukuan yang ada di Indonesia sehingga masyarakat akan lebih mudah dalam mengakses buku, walau sekarang buku bisa diakses melalui smartphone, namun untuk anak usia dini lebih baik membaca pada buku fisik karena selain mengurangi risiko mata minus buku fisik juga bisa melatih anak agar lebih fokus pada satu titik ataupun pada satu hal yang sedang ia baca (Andina, 2016). 

Kedua, pemerintah bisa meniru cara dari Finlandia yaitu memberikan subtitle pada acara TV anak agar anak mau membaca, memang anak usia PAUD akan mulai belajar membaca di sekolah, namun dengan adanya cara seperti itu akan lebih membantu peningkatan minat baca pada anak – anak. 

Ketiga, orang tua harus sering membacakan dongeng ataupun cerita saat anak akan tidur atau bisa juga memberikan lagu anak - anak saat mereka sedang asyik bermain, karena hal ini bisa meningkatkan kemampuan fokus anak untuk mendengarkan dan menambah  kosakata.

Selain itu orang tua juga bisa memberikan bahan bacaan pada anak, misalnya buku dongeng bergambar agar anak bisa  menalar dan juga bisa melatih fokus anak juga, sehingga perkembangan motoriknya bisa terbantu. 

Terakhir ialah pemerintah harus bisa melakukan upaya agar minat baca masyarakat sekarang bisa meningkat, bisa dengan memperbanyak ragam buku bacaan di perpustakaan, memberlakukan aturan membaca sebelum kegiatan belajar selama 15 menit, bisa juga dengan memberikan perpustakaan keliling di daerah – daerah pelosok agar mereka juga bisa membaca dan bisa tumbuh rasa untuk terus membaca, karena sebagaimana kita ketahui bahwa buku merupakan jendela dunia, sehingga dengan banyak – banyak  membaca kita bisa mendapatkan segala informasi yang sebelumnya tidak kita ketahui (Andina, 2016).

Selain minat baca, sistem pendidikan juga berpengaruh pada kualitas pendidikan di suatu negara. Jika mengambil perbandingan, kita bisa membandingkan negara kita dengan negara Finlandia. Jika dibandingkan dengan tahun 1980 sebenarnya pendidikan di Finlandia tidak lebih baik dari Indonesia, namun mereka mampu berkembang pesat  hingga saat ini menjadi negara dengan kualitas pendidikan terbaik. 

Berkembangnya sistem pendidikan di Finlandia tidak luput dari usaha pemerintahnya, yakni pemerintah memberi dukungan penuh untuk memfasilitasi sarana dan prasarana yang dibutuhkan, menyediakan pendidikan gratis untuk semua guru,  sehingga rata – rata guru yang mengajar sekolah dasar bisa lulusan magister bahkan doktor pendidikan (Adha, 2019).

Selain itu pendidikan di Finlandia bisa berkembang pesat hingga saat ini tak lepas juga dari  peran pemerintah yang mengupayakan dan memberikan dukungan serta fasilitas pendidikan pada semua masyarakatnya sehingga masyarakat di  Finlandia tanpa terkecuali dapat merasakan pendidikan dan sekolah gratis, dan juga Finlandia merupakan negara yang memberikan kesetaraan dalam bidang pendidikan.

Sebenarnya Finlandia merupakan negara yang juga menganut paham ajaran dari Ki Hadjar Dewantara yang lebih mengutamakan proses, kegiatan pendidikan yang berpusat pada anak, serta mengutamakan keseimbangan antar rasa, cipta, dan karsa. 

Namun di Indonesia sendiri penerapan konsep  dasar dari  Ki Hadjar Dewantara tidak berjalan dengan baik, dikarenakan tidak selarasnya antar lingkungan sekolah, keluarga, serta masyarakat yang merupakan Tripusat Pendidikan (Muryanti & Herman, 2021).

Sebagaimana kita ketahui saat ini Indonesia masih berganti ganti kurikulum, sehingga ada sebutan “ganti menteri ganti kurikulum”. Saat ini menteri pendidikan kita yaitu bapak Nadiem Makariem, memberikan terobosan baru yakni kurikulum merdeka belajar, di mana pada kurikulum saat ini guru adalah bagian terpenting dalam keberhasilan pembelajaran. 

Pada kurikulum ini guru dan murid bekerja sama, sehingga guru bukanlah satu – satunya sumber ilmu ataupun materi yang diperoleh siswa melainkan mereka juga bisa mencari sumber ilmu dari mana saja, selain itu pembelajaran tidak hanya monoton di dalam kelas namun di luar kelas juga, selanjutnya guru harus bisa meningkatkan daya pikir kritis siswanya sehingga mereka bisa menalar materi yang telah diperoleh (Muryanti & Herman, 2021).

Jika dibandingkan dengan kurikulum Finlandia, pendidikan dasar di Finlandia lebih menekankan pada keterampilan anak dalam bermain dan belajar, lalu lebih diutamakan prosesnya yang dilakukan secara bertahap, tidak seperti di Indonesia yang anak kelas 1 Sekolah Dasar saja sudah harus bisa matematika. 

Konsep pembelajaran di Finlandia sendiri lebih menekankan “learning community” atau kolaborasi antara masyarakat, guru dan juga siswa. Tripusat dalam learning community tidak bisa dipisahkan karena kedua elemen tersebut sangat perlu bekerja sama sehingga bisa mendapat hasil dan tujuan pendidikan secara maksimal (Muryanti & Herman, 2021).

Di Finlandia para tenaga pendidik harus melewati seleksi yang ketat dan mereka yang berhasil lolos di setiap lembaga pendidikan merupakan lulusan Magister (S2) dan dipastikan merupakan lulusan terbaik serta benar – benar sesuai dengan bidang yang di ampunya. Sedangkan di Indonesia sendiri banyak  sekali guru yang mengajar tidak sesuai dengan bidangnya sehingga hal ini berdampak pada penguasaan materi untuk anak didik yang diajarnya, sehingga kualifikasi guru di Indonesia sangat rendah akibat kurang sesuainya bidang yang diajar dengan bidang yang dikuasai oleh tenaga pendidik tersebut. Sebagaimana kita ketahui bahwa guru merupakan elemen terpenting dalam pendidikan agar peserta didik bisa mendapatkan materi yang sesuai, sehingga jika tenaga pendidik masih tetap tidak sesuai dengan bidangnya maka pendidikan di Indonesia akan sulit untuk berkembang (Muryanti & Herman, 2021).

Selain dari tenaga pendidik fasilitas sekolah sangat didukung oleh pemerintahnya. Sebenarnya pemerintah Indonesia bisa mengikuti cara pemerintah Finlandia untuk mengembangkan pendidikan yang ada saat ini. Namun kembali lagi pada kenyataan bahwa pendidikan di Indonesia sangat sulit di akses, apalagi pada daerah pedalaman. Berbeda dengan di Finlandia yang sangat memperhatikan seluruh peserta didiknya agar memperoleh kualitas pendidikan yang baik serta pemerintah Finlandia menganggap para peserta didik sebagai aset negara yang sangat penting.

Dapat disimpulkan mengapa Indonesia belum bisa melampaui negara dengan negara yang memiliki jumlah penduduk sama dan bahkan negara yang pernah memiliki kualitas pendidikan di bawah Indonesia. Hal tersebut terjadi karena Indonesia masih belum bisa menetapkan kurikulum mana yang akan digunakan dan masih terus saja berganti ganti. 

Selain itu minat baca di Indonesia masih rendah dikarenakan kurangnya penanaman minat baca sejak dini serta kurangnya kualitas perbukuan dan akses pada perpustakaan. Selanjutnya pada kualitas tenaga pendidik yang masih kurang dikarenakan masih banyak tenaga pendidik yang mengajar di bidang yang tidak dikuasai. Selain itu Indonesia juga masih kurang dalam fasilitas pendidikan dan juga belum bisa mengakses penduduk pedalaman agar bisa merasakan pendidikan.

Semua hal itu perlu ditingkatkan lagi dan diubah agar pendidikan di Indonesia bisa berkembang dan memiliki kualitas yang baik. Bukan hanya pemerintah masyarakat juga harus bekerja sama agar kita bisa mencapai tujuan pendidikan yang selama ini di harapkan.

 

DAFTAR PUSTAKA

Adha, M. A., Gordisona, S., Ulfatin, N., & Supriyanto, A. (2019). Analisis komparasi sistem pendidikan Indonesia dan Finlandia. Jurnal Studi Manajemen Pendidikan, 3(2).

Andina, E. (2016). Memotivasi Minat Baca. Majalah Info Singkat Kesejahteraan Sosial, 8(22), 9–12. http://berkas.dpr.go.id/puslit/files/info_singkat/Info Singkat-VIII-22-II-P3DI-November-2016-63.pdf

Muryanti, E., & Herman, Y. (2021). Studi Perbandingan Sistem Pendidikan Dasar di Indonesia dan Finlandia. Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 6(3), 1146–1156. https://doi.org/10.31004/obsesi.v6i3.1696

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun