Mohon tunggu...
Afrilyani
Afrilyani Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Pengalaman Berwisata ke Kawah Ijen

5 Desember 2017   09:33 Diperbarui: 5 Desember 2017   10:15 6526
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pos Keempat (Dokumentasi Pribadi)

Perjalanan selanjutnya dilalui dengan usaha yang keras, dengan saling menyemangati satu sama lain, karena jalur tracking  yang semakin curam, banyak belokan dan rasa dingin yang sampai ke tulang. Jadi ini yang dinamakan naik gunung, lelah rasanya ingin berhenti. Di antara tracking yang curam, ada jalan yang juga landai sekitar 20 meter, di jalan itu kami berhenti duduk di atas pohon besar yang sudah lapuk, sekedar mengistirahatkan kaki. 

Selama beristirahat ada pemandangan langit yang disuguhkan, malam itu bintang sangat banyak, kami terlena akan keindahan tersebut. Ingin rasanya berlama-lama duduk di tempat itu sambil memandang langit, tapi jika terlalu lama beristirahat rasa cape itu akan sangat terasa, sehingga kami memutuskan melanjutkan perjalanan.

Rasanya mungkin hampir 2 jam sudah berlalu sejak kami start untuk mendaki, tapi belum sampai puncak juga, dan salah satu teman saya yang saya ceritakan sebelumnya mengalami keram kaki dan napasnya terengah-engah. Melihat hal tersebut saya dan satu teman saya juga agak panik, karena jika kesehatan teman saya tersebut memburuk, tidak ada yang dapat menolong kami bertiga, karena posisinya saat itu berada di tengah hutan dan pengunjung di belakang atau di depan kami belum ada yang terlihat. 

Akhirnya saya memutuskan untuk berhenti di bawah pohon besar dan menyuruh teman saya untuk makan madu sachet yang saya bawa. Tetapi dia menolak, dia hanya meminta untuk botol minum yang cuma satu untuk kami bertiga, karena persediaan makanan dikumpulkan di dalam tas teman yang sudah naik duluan. Sekitar 15 menit kami ada di tempat itu untuk menunggu teman saya mengatur napasnya. 

Lagi-lagi di tempat itu teman saya bilang untuk berhenti, dan dia ingin kembali ke Paltuding. Saat dia berkata seperti itu kami bertiga diam, tidak ada jawaban untuk menolak atau mengiyakan ajakannya untuk turun. Saya tau saya dan teman yang menemani teman saya yang sakit ingin kami bertiga sampai puncak, tapi kami tidak tega untuk memaksa teman saya yang sakit melanjutkan perjalanan. 

Di situ perasaan saya bingung apa yang saya harus lakukan, saya ingin sekali melihat puncak ijen secara langsung, tapi saya juga takut terjadi apa-apa dengan teman saya. Di kediaman itu ada beberapa rombongan pengunjung yang lewat dan ada satu troli yang dikemudikan oleh 2 pengendara, yang satu mendorong troli dan yang satu lagi menarik troli. 

Kenapa hal itu dilakukan karena penumpang troli adalah pendaki yang lumayan besar tubuhnya. Melihat hal itu sebenarnya saya malu, beban diri sendiri saja sudah mengeluh untuk mendaki, apalagi rasa cape yang dirasakan bapak-bapak tersebut yang membawa beban troli plus penumpang.  Melihat bapak-bapak pengendara troli itu saya  mengukuhkan hati saya bahwa kami bertiga bisa sampai ke puncak. Akhirnya karena paksaan kami berdua, teman saya tersebut mau lagi melanjutkan perjalanan, walaupun dengan langkah yang lambat.

Jalut Tracking by Iqbal Rajaguni (dokpri)
Jalut Tracking by Iqbal Rajaguni (dokpri)

Pengendara Troli by Wilda Aluf (dokpri)
Pengendara Troli by Wilda Aluf (dokpri)
Jam tangan saya sudah hampir menunjukkan jam 5 pagi, tapi perjalanan ini masih setengah perjalan sampai puncak (dikatakan para bapak-bapak pengendara troli). Masih jauh ternyata. Karena itu daripada kami mengeluh, kami mengalihkan perhatian kami dengan jepret-jepret pemandangan gunung lain di sekitar ijen selama sunrise dan menyebarkan kuisioner ke pengunjung yang juga sedang beristirahat. 

Pemandangan di sekitar Gunung Ijen (dokpri)
Pemandangan di sekitar Gunung Ijen (dokpri)
Sekitar 15 menit melanjutkan  perjalanan akhirnya kami sampai di pos keempat, yaitu satu-satunya pos yang menyediakan  warung di tengah jalur pendakian dan kami memutuskan untuk membeli minuman teh hangat sebelum melanjutkan perjalanan.

Pos Keempat (Dokumentasi Pribadi)
Pos Keempat (Dokumentasi Pribadi)
Setelah dari pos empat, sekitar 1 km sebelum menuju puncak kawah ijen menurut saya ini tracking yang berbeda dari jalur tracking sebelumnya. Pada jalur tracking bau asap belerang sudah mulai tercium, lebar jalanan tracking tidak seluas jalur di bawah dan pohon-pohon besar mulai jarang hanya ada pohon-pohon kecil tanpa daun yang rimbun. 

Di jalur ini jika tidak menggunakan masker yang tebal bau asap sangat menganggu pernapasan dan mata juga perih.  Di tengah perjalanan kami banyak bertemu turis asing yang sudah banyak turun, sepertinya mereka sudah biasa dengan rasa dingin jadi baju mereka yang mereka gunakan tidak setebal punya kami dan mereka menggunakan masker tebal yang dilengkapi dengan filter.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun