Untuk efesiensi kesepuluh biaya ini layak untuk dipikirkan dengan merumuskan program-program pendamping selain evaluasi dan monitoring. Sebaiknya, anggaran yang besar difokuskan pada peningkatan mutu dosen/guru, program pendamping penguatan pendidikan, dengan pelayanan prima mahasiswa/siswa, memperbanyak kegiatan belajar, penelitian, program efesiensiu pola pembelajaran, dan studi empiris bagi siswa/mahasiswa dan sebagainya.
Selanjutnya, untuk efesiensi lagi, bisa saja pendidikan difokuskan kepada mahasiswa/siswa yang benar-benar miskin. Pemerintah memelihara pendidikan dan kecerdasan akal budi untuk segenap rakyat dengan cukup dan sebaik-baiknya. Bahkan biaya belajar harus serendah-rendahnya, dengan pembebasan uang belajar untuk mereka yang tidak mampu. Dalam konteks ini, sebenarnya titik berat sasaran "pendidikan adalah anak-anak yang berasal dari kalangan kurang mampu dan benar-benar miskin".
Dari rangkaian penjelasan di atas, penerapan pajak pendidikan melihat anggaran APBD dengan tetap harus memperhatikan aspek-aspek lain selain pembiayaan SPP. Karenanya, dukungan pemerintah pusat untuk saat ini menjadi prioritas. Sejalan dengan itu, usaha peningkatan sumber-sumber dana lain melalui sektor pajak pendidikan menjadi fokus pemerintah agar APBD tetap stabil. Selain itu, pertimbangan prioritas program terkait kemiskinan, pengangguran, pembangunan intrastruktur dasar, dan penguatan ekonomi lokal tetap diperhatikan dan diutamakan.
Kesadaran pajak bagi insan pendidikan siswa/mahasiswa, guru, dosen, dan tenaga kependidikan yang dilakukan melalui integrasi kesadaran pajak pendidikan dalam kurikulum, pembelajaran dan perbukuan untuk mendukung program pemerintah tentang pajak pendidikan. Mendidik siswa/mahasiswa sebagai calon pelaku ekonomi masa depan menjadi rakyat yang mempunyai kesadaran dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Mahasiswa/siswa mendatang harus memiliki budaya dan karakter berwawasan kebangsaan; cinta tanah air, bela negara, termasuk kesadaran membayar pajak.
Mengingat kepedulian pemerintah dalam dunia pendidikan, dapat dipastikan sangat positif, maka rencana kebijakan pengenaan tarif PPN ini bertujuan untuk menciptakan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Apabila pada tahap pelaksanaan jasa pendidikan premium dikenakan PPN, maka dana tersebut dapat disalurkan dalam bentuk dana BOS kepada sekolah-sekolah yang membutuhkan. Demikian juga, dapat juga dialihkan sebagai subsidi silang untuk membantu sekolah-sekolah yang kekurangan fasilitas pendidikan. Dengan demikian, peluang pemerataan pendidikan itu semakin terbuka lebar.
Mengingat pentingnya pendidikan yang menjadi kontribusi utama dalam pembangunan SDM, maka mutu pendidikan sangat perlu diperhatikan. Melalui fondasi pendidikan yang kokoh dan tepat, akan dapat diwujudkan cita-cita mulia bangsa Indonesia yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 alenia keempat, yaitu untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Berdasarkan uraian di atas, tentunya, rencana penerapan pajak pendidikan menunjukkan bahwa pemerintah tidak serta merta tidak peduli terhadap masyarakat miskin, justru pemerintah sangat fokus dalam menangani perkembangan dunia pendidikan di Indonesia. Dunia pendidikan membutuhkan perubahan paradigma mendasar, pembelajaran, dan kurikulum yang berakibat tata kelola pendidikan baru yang dapat diterima oleh masyarakat. Berbagai tujuan luhur pendidikan telah kandas, terlebih saat pandemik ini. Demikian juga kualitas mahasiswa/siswa membutuhkan penanganan segera. Maka, jangan biarkan beban tersebut makin berat. Melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) pemerintah berupaya mencari berbagai sumber yakni pajak pendidikan yang bertujuan untuk memenuhi penerimaan APBN sehingga dapat membiayai kebutuhan-kebutuhan yang ada. (***)
***Afriantoni - Pengamat Pendidikan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H