Mohon tunggu...
Afriantoni Al Falembani
Afriantoni Al Falembani Mohon Tunggu... Administrasi - Dosen dan Aktivis

Menulis dengan hati dalam bidang pendidikan, politik, sosial, fiksi, filsafat dan humaniora. Salam Sukses Selalu.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pajak Pendidikan dan Strategi Pembiayaan APBD Pendidikan Daerah

24 Juni 2021   15:09 Diperbarui: 24 Juni 2021   15:59 722
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada saat masa pandemi Covid-19 melanda Indonesia, pemerintah tidak tinggal diam. Berbagai insentif dan bantuan diberikan oleh pemerintah. Dalam dunia pendidikan, anggaran sebesar 20% dari APBN atau sekitar Rp550 triliun digunakan untuk beragam jenis peruntukan. Alokasi dana APBN tersebut, sebanyak 27,7 juta siswa dan pengajar mendapat bantuan kuota internet, sepuluh juta siswa mendapat program Indonesia Pintar, lebih dari empat juta siswa dan sekolah mendapat Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), sebanyak 930,5 ribu mahasiswa mendapat bantuan program Bidikmisi, dan lebih dari 290,9 ribu guru non-PNS mendapat tunjangan profesi guru.

Sedangkan berdasarkan data tahun 2020, jumlah satuan pendidikan atau sekolah swasta saat ini di Indonesia mencapai 53.938 sekolah. Terdiri dari 15.556 SD (32,54%), 16.965 SMP (31,45%), 7.061 SMA (13,09%), 10.679 SMK (19,79%) dan 1.677 SLB (3,13%). Angka ini jika dibandingkan dengan sekolah negeri milik pemerintah, maka persentase sekolah swasta adalah, untuk jenjang SD (11,75%), SMP (41,83%), SMA (50,66%), SMK (74,67%), dan SLB (73,88%). Sementara di tingkat pendidikan tinggi, perbandingannya sangat jauh. Statistik Perguruan Tinggi 2019 mencatat, terdapat 3.129 perguruan tinggi swasta (PTS). Sementara negeri hanya 122 PTN atau 3,7% dari total 3.251 perguruan tinggi di tanah air.

Dari data tersebut tampak bahwa kontribusi swasta dalam dunia pendidikan di Indonesia cukup besar. Bisa dibayangkan bagaimana problem mahalnya biaya pendidikan itu dirasakan begitu berat oleh masyarakat saat ini. Mirisnya, kondisi ini memang "diciptakan", ternyata paradigma tata kelola pendidikan mengharuskan hal itu. Sebagaimana diketahui, tata kelola pemerintahan di Indonesia menganut paradigma kapitalistik reinventing government yang secara global diaruskan Barat.

Dalam paradigma ini, pelibatan swasta dan masyarakat dalam pembangunan menjadi trend bahkan keharusan bersama menolong saudara sesaat. Dampaknya, peran negara berkurang bahkan akan menjadi mandul. Maka penyelenggaraan pendidikan oleh swasta pun menjadi andalan dan terus diaruskan. Keterlibatan swasta dalam pendidikan memang tampak membawa kemajuan. Perbaikan kurikulum dan sarana pendidikan pada beberapa lembaga pendidikan swasta. Namun, itu semua harus ditebus dengan biaya tidak sedikit. Sayangnya, tidak sedikit kondisi lembaga pendidikan swasta yang masih jauh dari kualitas baik, meski telah menarik biaya mahal. Negara sendiri minim dalam kontrol dan pembinaan terhadap lembaga pendidikan swasta.

PPN Berkeadilan: Fokus Jasa Pendidikan Mewah

Direktorat Jenderal Pajak atau Ditjen Pajak Kementerian Keuangan memastikan wacana pemberian PPN dalam bidang pendidikan hanya untuk jasa pendidikan tertentu. Dilansir dari infografis yang dibuat bahwa pajak yang akan diterapkan dalam bidang pendidikan tentu tidak berlaku pada semua aspek. Ada ketentuan yang nantinya akan tercantum dalam reformasi sistem PPN. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan memberikan kategori jasa pendidikan yang akan dikenakan PPN sebagaimana tertuang dalam revisi kelima Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Dijelaskan bahwa jasa pendidikan yang bebas PPN di antaranya yaitu pendidikan sekolah seperti PAUD, SD-SMA, perguruan tinggi dan pendidikan luar sekolah. Dalam draft RUU KUP yang beredar tertulis, jenis jasa yang tidak dikenai PPN, yakni jasa tertentu dalam kelompok jasa.

Dengan cara ini, Ditjen Pajak ingin agar insentif pajak yang selama ini digelontorkan pemerintah dapat lebih tepat sasaran. Terkait PPN untuk jasa pendidikan, pemberlakuannya hanya untuk sekolah mewah. Sementara jasa pendidikan yang kegunaannya dimanfaatkan oleh masyarakat banyak tetap tidak akan dikenakan PPN. Pada tahun 2021, pemerintah menganggarkan Rp 550 triliun untuk sektor pendidikan. Selama ini, anggaran tersebut juga turut terpakai untuk fasilitas semua jenis pendidikan, termasuk pendidikan mewah. Sehingga les privat berbiaya tinggi dan pendidikan gratis semuanya sama-sama tidak kena PPN.

Pengenaan tarif PPN terhadap sektor ini akan dikecualikan jasa pendidikan yang mengemban misi sosial, kemanusiaan, dan yang dinikmati masyarakat banyak pada umumnya, misalnya sekolah negeri. Jelas jasa pendidikan yang bersifat komersial dalam batasan tertentu akan dikenai PPN.

Dalam praktiknya, anggaran insentif PPN yang dinilai tidak tepat sasaran ini bukan hanya terjadi di sektor pendidikan. Orang yang mampu bayar justru tidak membayar pajak karena mengonsumsi barang/jasa tidak dikenai PPN. Sebagai solusi kesenjangan ini, pemerintah menyiapkan RUU KUP yang memuat tentang reformasi sistem PPN. Sistem ini diharapkan bisa memenuhi rasa keadilan dengan mengurangi distorsi dan menghilangkan fasilitas yang tidak efektif, sehingga dapat meningkatkan kepatuhan pajak dan optimalisasi pendapatan negara. Kolaboratif dengan stake holders lain di negeri ini.

Penjelasan ini dapat dikatakan bahwa tidak ada pemerintah tidak peduli dengan masyarakat bahkan pemerintah akan mewujudkan rasa keadilan di tengah-tengah masyarakat. Sekalian dengan penerapan pajak pendidikan untuk mengawal pemerintahan agar berjalan semakin sesuai dengan nafas Proklamasi, Pancasila, dan UUD 1945.

Strategi Pembiayaan Pendidikan Daerah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun