Data dari berbagai lembaga survey menunjukkan bahwa angka mereka yang belum menentukan pilihan itu di kisaran 30 - 40 persen. Mereka adalah pemilih tidak loyal, yang biasanya 'wait and see', melihat dan mempertimbangkan banyak hal sebelum hari H pencoblosan.Â
Mereka tidak terikat dengan primordialisme dan simbol-simbol tertentu. Mereka umumnya adalah pemilih rasional. Jokowi harus menjaga ritme performanya menjelang hari H pemilu untuk bisa meraih simpati para undecided voters ini. Semantara Prabowo-Sandi harus bisa meyakinkan mereka dengan tawaran program yang bisa menjawab kekurangan Jokowi-Ma'ruf Amin.
Data dari Kemendagri, sedikitnya akan ada 14 juta pemilih baru di pilpres 2019 mendatang. Angka ini signifikan. Karenanya mereka bakal menjadi penentu kemenangan. Calon yang bisa menggarap segmen pemilih ini berpeluang lebih besar menjadi pemenang. Jokowi sendiri sejak lama telah menyadari potensi suara dari segemen pemilih milineal ini. Tampilan Jokowi dengan motor gede, sepatu ket, kaos oblong, atau drama 'loncat pakai moge' di Asian Games itu adalah bagian dari kampanye terselubung dalam menyasar pemilih pemula ini.Â
Pada sa'at yang sama, pilihan Prabowo terhadap Sandi yang berusia masih sangat muda dinilai banyak pengamat berpotensi meraih suara kaum milineal lebih banyak, sebagaimana sudah saya bahas sebelumnya. Ke depan, akan kita saksikan kreativitas kedua tim sukses dalam menggaet suara pemilih milenial ini.
Saat ini banyak survey memang masih mengunggulkan Jokowi, termasuk survey LSI terakhir. Ini wajar karena Jokowi adalah incumbent yang sedang menguasai panggung. Jokowi sudah manggung empat tahun. Prabowo-Sandi belum melakukan kampanye apapun. Pertempurannya baru saja dimulai. Bulan-bulan ke depan, kita akan menyaksikan adu strategi kelas wahid dari masing-masing kubu. Mengaca pada pilpres 2014 dimana awalnya survey-survey menyebut gap ketertinggalan Prabowo dari Jokowi lebih 10 digit, tetapi di hari-hari terakhir tim Prabowo-Hatta bisa mengejar bahkan hampir mengalahkan, maka tak mustahil bahwa pada kali ini gap itu sudah semakin mengecil.Â
Apalagi angka survey tak selalu konsisten dengan angka akhir di hari pemilihan. Hasil pilkada Jabar terakhir adalah contoh kasus yang paling nyata. Tambahan lagi, ada poin menarik dari survey LSI itu bahwa Prabowo-Sandi lebih banyak dipilih oleh kalangan dengan pendidikan lebih tinggi. Kaum terpelajar ini seringkali menjadi tempat bertanya di lingkungan mereka. Bukan tak mungkin mereka akan ikut menentukan arah pilihan masyarakat pada hari H pemilihan.
Pilpres 2019 akan berlangsung alot. Suara pemilih di pulau Jawa tetap akan menjadi penentu. Jawa Barat sepertinya masih akan tetap dipegang Prabowo, walau Kang Emil menang dalam pemilihan gubernur. Demikian juga dengan DKI Jakarta. Auranya akan lebih ke Prabowo-Sandi. Tapi, Jawa Timur dan Jawa Tengah akan milik Jokowi-Ma'ruf. Sementara di Sumatera Barat, Jokowi akan tetap kalah signifikan, walau kemungkinan suara Jokowi akan sedikit bertambah dari 2014. Ini adalah hasil usaha tak kenal lelah Jokowi mendekatkan diri ke urang awak.
Walau tentu Jokowi-Ma'ruf tetap berpeluang memenangkan kontestasi pemilihan presiden ini dengan modal suara seperti sekarang, tetapi posisinya masih jauh dari aman.Â
Menurut saya, jika Prabowo-Sandi mampu meyakinkan swing voters yang terlanjur kecewa dengan performa pemerintah dan meyakinkan para pemilih pemula dengan program yang menarik dalam beberapa bulan ke depan, dan jika mesin politik Prabowo-Sandi bekerja maksimal sebagaimana biasa, dan jika tak ada kejadian luar biasa terhadap status Sandi (tidak terjerat masalah hukum, misalnya), bukan tak mungkin tahun 2019 itu kita benar-benar akan memiliki presiden baru. Wallauhu a'lam.
* Penulis adalah pendidik, bukan politisi. Membahas isu politik hanya sebagai kegiatan sambilan :D
Oleh Afrianto Daud